4) Duh, malunya

19.5K 1.7K 92
                                    


Malam hari adalah waktu yang tepat berkumpul bersama keluarga, tidak seperti siang yang kebanyakan beraktifitas di luar. Aku sudah tentu kuliah, begitu pula dengan Bang Hadi yang memang sudah bekerja.

Berkumpul dalam artian bukan hanya tertawa di depan TV dengan merebut remote sebagai adegan penghidup suasana, bukan... Bunda mewajibkan kami untuk mengikuti pengajian malam. Walaupun tidak setiap malam, tiga kali dalam seminggu.

Masih teringat jelas ucapan Bunda, 'yang diberi makan itu bukan jasad saja tapi roh juga'.

Bunda tengah sibuk di dapur, menyiapkan beberapa makanan untuk Ustadz nanti. Ketika aku menemui bunda, beliau tengah mengaduk adonan yang aku sama sekali tidak tahu untuk kue apa. Maklum aku tidak bisa memasak, bisa sih, memasak air.

Kepintaran memasak bunda tidak diwariskan untukku, malah untuk Bang Hadi yang notabene-nya laki-laki.

"Nda... Kata abang ustadz-nya nggak bisa datang."

"Iyaaa. Tapi diganti sama anaknya," jelas bunda.

"Owh."

"Laki-laki apa perempuan, nda?" tanyaku lagi, berhasil menghentikan aktivitas mengaduk bunda.

"Nana penasaran atau penasaran banget?" goda bunda.

"Nggak jadi tanya, bunda mah gitu sama anak sendiri." Pura-pura kesal, aku menyilangkan tangan dengan ekspresi manyun.

Reaksi bunda selanjutnya jelas menggelengkan kepala, "laki-laki, Nana sayang."

"Owhhhh."

"Owh doang? Sini bantuin bunda bikin donat."

"ABANGGGGG, DIPANGGIL BUNDA DISURUH BANTUIN BIKIN DONAT NIHHH." Aku langsung kabur setelahnya, bagaimana bisa memasak jika seperti ini kelakuan.

🌵

"Kita ini hanya manusia hina, penuh dosa. Jangan pernah merasa tinggi dan memandang orang lain rendah. Walaupun orang itu pelaku maksiat, jangan pernah memandangnya hina...."

HP-ku berbunyi untuk kesekian kalinya. Aku mengintip pelan dari celah tangan, rupanya notifikasi Whatsap. Tidak ada nama, hanya berderet angka yang tidak ku kenal.

Buka tidak ya, duh, rasa penasaranku memberontak. Masalahnya bukan satu dua pesan yang dikirim, lebih dari lima. Tapi pengajian sedang berlangsung, tidak sopan rasanya. Benar kata bunda, bukan ustadz biasa yang mengisi pengajiannya.

Setelah pengajian selesai, buru-buru aku membuka ponsel.

Hana

P

Assalamualaikum

P

Hana ini bang rasya


Keningku mengerut sempurna, Bang Rasya? yang menjadi pertanyaannya adalah dari mana abang itu mendapatkan nomorku.

Waalaykumussalam

Balasku seperlunya.

Lagi online ya adek?

Tidak kubalas, sudah tahu malah bertanya. Bukannya sombong tapi aku sedikit membatasi komunikasi dengan para lelaki jika memang tidak berfaedah.

Accidentally ImamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang