25) Perang Saudara Yang Usai

24.3K 1.7K 396
                                    

Sorry guys lama up nya dan harus diteror dulu baru di up hehe.

Nih kalian yang tanya² terus kapan up jangan lupa bom komen hehe. Serius nih aku 😌




- - - - - - - - - - - -

Pak Harris terkejut mendapatiku di dalam ruangannya. Ya, aku memutuskan pergi ke kampus dan menunggunya hingga sidang proposal selesai sambil menikmati Wifi gratis.

Sepertinya menjadi Wakil Dekan II adalah keuntungan tersendiri, lihatlah ruangannya besar dan full AC. Semua barang tertata rapi seperti tidak pernah dijamah. Sebelum masuk kesini aku sudah memastikan tidak ada mata yang melihat, mengingat pernikahan kami yang masih dirahasiakan.

"Serindu itu sama Mas?"

Pak Harris membuka lebar kedua tangannya, padahal aku belum menjawab pertanyaannya tadi.

"Sini peluk kalau rindu."

"Ini kampus, Pak." Ia menurunkan tangan dengan mimik kecewa.

Kadang aku heran, apa lelaki di depanku ini adalah lelaki yang sama. Masih segar di ingatan bagaimana pertemuan pertama kami. Aku yang hari itu terlambat langsung dihadiahkan hukuman.

Dulu nada bicaranya selalu sarkas dan tidak bersahabat. Lalu bagaimana ia berubah seratus delapan puluh derajat?

"Ada urusan apa ke ruangan saya?" Pak Harris meletakkan dokumennya diatas meja, menatapku tajam sambil mendaratkan diri diatas kursi kebesarannya.

"Bapak marah?" tanyaku menyadari perubahan ekspresinya.

"Katamu ini kampus, saya harus profesional bukan?"

Saya? Saya katanya? Baiklah, suamiku itu marah.

"Tadi Mas Hanif ke rumah."

"Apa?"

"Iya, Pak. Mas Hanif ke rumah."

Aku menceritakan semuanya, tidak melewatkan hal sekecil apapun.

"Kamu setuju dia nginap dirumah?" respon Pak Harris.

"Enggaklah, pak."

"Saya setuju."

"Tapi Pak..."

Aku tidak habis pikir dengan keputusan Pak Harris.

"Lagipula dia belum bisa melepaskan kamu, tugasmu hanya membuat dia sadar kalau kamu sudah bahagia dengan saya."

"Itupun... Kalau memang benar kamu bahagia dengan saya," tambahnya.

"Tentu, Nana bahagia sama bapak," jawabku tanpa ragu. Pak Harris tersenyum kilat lalu menormalkan kembali ekspresinya.

"Bapak senyum itu artinya udah enggak marah lagi kan?" ujarku antusias.

"Entah," jawabnya singkat.

Aku bangkit dari kursi,"Yaudah kalau masih ngambek Nana pulang aja. Assalamualaikum!"

Lihat saja, aku yakin seratus persen belum tiga langkah kakiku berjalan Pak Harris pasti akan menahanku dan meminta maaf.

Satu

Dua

Aku menghitung di dalam hati.

Ti...

"Na."

Aku menghentikan langkah sambil tersenyum kemudian berbalik.

"Kenapa? Bapak mau nahan saya terus minta maaf?"

Accidentally ImamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang