21) Ujian (II)

20K 1.5K 162
                                    

Kalian selalu semangatin aku buat up, sekarang aku yang semangatin kalian buat follow Ika_lya. Hehe.

~~~

Tanpa sadar aku tertidur sambil duduk disebelah Pak Harris, terjaga ketika azan subuh berkumandang. Segera ku cek suhu tubuhnya dengan menempelkan tangan ke atas dahi.

Sudah tidak panas, aku mengucap syukur dalam hati. Melihatnya terbaring menggigil saja sudah mengiris hati. Dasar, se-bucin inikah aku?

Wajar, aku istrinya. Tidak salah dan tidak berdosa bucin pada suami sendiri.

Tubuh Pak Harris bergerak seperti orang yang ingin bangun dari tidurnya, sigap aku tidur kembali dengan posisi seperti semula walaupun badan terasa pegal  menuntut diurut.

Aku merasakan pergerakan tubuhnya, sepertinya sudah bangun dan duduk. Nyata aku merasakan punggung tangannya yang besar mengusap pucuk kepalaku lembut. Jantung di dalam sudah menggebu-gebu akibat perlakuan kecil Pak Harris.

Demi kemaslahatan diri lebih baik aku bangun saja. Pak Harris menarik tangannya ketika merasakan kepalaku yang bergerak.

Tidak lupa aku mengucek mata seolah baru bangun tidur. Kira-kira Pak Harris sadar tidak ya dengan ucapan yang dilontarkannya semalam? Mengingat ia hanya mengigau. Berharap apa aku, walaupun ia sadar dengan perkataannya tetap saja gengsinya selangit mengalahkan tingginya Monas.

"Bapak udah bangun? Kondisi bapak sekarang gimana?" tanyaku padahal sudah tahu jawabannya.

"Sudah membaik."

"Alhamdulillah." Aku bangkit dari tempat duduk, memijit leher yang terasa pegal dan cukup sadar tengah diperhatikan oleh Pak Harris.

"Ehem..." Ia berdehem seketika membuat kegiatanku terhenti.

"Kenapa, Pak?"

"Terima kasih," lirihnya kecil, masih bisa kudengar namun aku pura-pura tidak mendengarnya.

"Bapak ngomong apa barusan?"

"Terima kasih sudah menjaga saya semalaman," ulangnya lagi terdengar lebih ikhlas dari pada sebelumnya,  senyumku merekah.

"I love you too."

Dahi Pak Harris berkerut, ia menatapku dengan pandangan aneh. Kutebak ia pasti bingung seratus persen dengan kalimatku. Aku tidak salah bukan? Membalas pengakuannya semalam. Walaupun hanya igauan.

Aku meninggalkan Pak Harris disana, beranjak ke kamar mandi untuk berwudhu. Bahkan aku senyum-senyum sendiri membayangkan ekspresi bingung Pak Harris tadi. Bodohnya aku yang tidak merekam ucapannya semalam, harusnya momen langka itu diabadikan.

Siapa yang berpikir panjang ketika melihatnya sakit. Selesai berwudhu aku keluar, sedikit terkejut mendapati Pak Harris yang berdiri di depan pintu.

Mungkin Pak Harris sudah memasukkanku ke dalam daftar 'orang aneh' pasalnya aku hanya melayangkan senyum kemudian berlalu begitu saja.

Kemana Hana yang masih marah padanya?

Sudah hilang sejak kalimat mujarab itu lolos dari bibir Pak Harris. Sekarang aku memiliki alasan untuk bertahan, karena bagaimanapun Allah sangat membenci perceraian.

"Kenapa senyam senyum dari tadi, apa ada yang salah dengan saya?" tanya Pak Harris memperhatikanku, ia melipat sajadah dan meletakkan di tempatnya.

Accidentally ImamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang