Past Story ~Kim Namjoon~

1.9K 171 0
                                    

Masih ada yang nunggu kah?

__________________________________________

Menjadi anak tunggal sekaligus tulang punggung keluarga bukanlah hal yang mudah.

Begitu pula untuk Kim Namjoon yang harus menanggung tanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga disaat ia seharusnya baru lulus SMA.

Ingat! Seharusnya! Kenyataannya Namjoon tidak lulus SMA. Bukan bodoh, Namjoon termasuk siswa pandai di kelasnya. Keadaan ekonomi buruk ditambah ibunya yang sakit membuat Namjoon terpaksa berhenti sekolah.

Dulu Namjoon masih bisa bersekolah karena ibunya sanggup bekerja meskipun ayahnya sudah tidak ada. Sekarang Namjoon bukan hanya harus berhenti sekolah, ia juga harus menjadi tulang punggung untuk dirinya dan ibunya.

Terkadang Namjoon iri pada orang-orang yang punya kehidupan lebih baik.

Namjoon iri pada orang-orang yang bermain game dari ponselnya. Namjoon suka game terutama game strategi namun apa daya jika ponsel yang dia pakai hanya ponsel jadul hasil dari kerja paruh waktunya saat SMP.

Namjoon tahu tentang game karena dia sering secara tidak sengaja mengintip ponsel orang yang duduk disampingnya.

Seperti saat ini. Ia sedang menunggu bis di halte dan sesekali melirik orang bermain game yang duduk disampingnya.

Namjoon tersenyum remeh saat mendapati orang disampingnya kalah bermain game.

"Tingkatkan kapasitas bertahan, gunakan senjata kecil terlebih dahulu. Biarkan musuh menghabiskan senjatanya lalu serang dengan senjata besar."

Orang yang bermain game itu menatap Namjoon bingung. Ia bukan tidak mengerti apa yang dikatakan Namjoon. Ia sangat mengerti Namjoon sedang mengatakan strategi bermain game. Tapi orang itu tidak mengerti kenapa tiba-tiba Namjoon mengatakannya.

Yang ditatap hanya menaikkan alis. "Apa?"

Orang itu menggeleng pelan lalu melanjutkan game nya, menggunakan strategi Namjoon.

Dan, Gotcha!

Lawan berhasil dikalahkan.

Orang itu menatap Namjoon takjub.

"Wah! Kau hebat sekali!"

Namjoon menghendikan bahunya. "Itu mudah. Justru aku heran kenapa anda tidak bisa melakukannya."

"Aku pernah menggunakan strategi itu untuk lawan lain tapi tidak berhasil. Aku terkejut saat strategi itu berhasil kali ini."

"Setiap orang punya strategi yang berbeda-beda. Kalau ingin menang analisis dulu strategi lawan baru buat strategi sendiri."

"Kau hebat sekali. Kau lulusan mana?"

"Aku tidak lulus."

"Apa?"

Namjoon menghela napas. Menyebalkan harus menjelaskan mengenai hidupnya pada orang lain.

"Aku berhenti sekolah karena tidak punya uang."

Orang itu terdiam. Terlihat merasa bersalah kemudian berdehem.

"Kalau begitu kau bekerja? Dimana?"

"Di restoran. Cleaning service."

Orang itu mengangguk mengerti. "Kau terlalu cerdas untuk menjadi sekedar cleaning service. Perusahaan tempatku bekerja membuka lowongan untuk bagian strategi pasar, gajinya lumayan. Kau tertarik?"

Namjoon mengerjap. Apa dia baru saja ditawari pekerjaan?

Orang itu menyerahkan kartu nama pada Namjoon.

"Kalau tertarik, besok wawancara. Datang ke kantor jam 8 pagi. Aku pergi dulu, bis ku sudah datang."

Namjoon tak menjawab. Ia hanya menatap kepergian orang itu yang mulai menjauh seiring bergeraknya bis.

●●●○●●●

Namjoon baru saja menyelesaikan wawancara kerjanya. Hanya ada dua orang termasuk dirinya yang menjadi peserta wawancara.

"Samchon!"

Namjoon menoleh pada asal suara. Seorang gadis yang Namjoon tahu adalah gadis yang melakukan wawancara bersamanya tadi bersama pria paruh baya.

Tunggu dulu, bukankah pria paruh baya yang dipanggil samchon itu adalah salah satu manager divisi yang mewawancarainya?

"Samchon, kau bilang hanya aku yang akan wawancara?"

Jujur Namjoon sama sekali tidak ada niat untuk menguping, namun pembicaraan mereka menarik perhatian Namjoon.

"Mian. Dia masuk sehari sebelum wawancara, aku tidak bisa mencegahnya."

Gadis itu mendengus sebal.

"Lalu bagaimana nasibku? Bagaimana kalau aku tidak diterima bekerja?"

"Tenang saja, samchon akan mengurusnya untukmu. Lagipula dia hanya lulusan SMP tidak bisa dibandingkan denganmu."

"Tapi dia menjawab wawancara lebih baik dariku."

"Kau tenang saja. Percaya pada samchon."

Namjoon berhenti menguping. Ia melangkah meninggalkan perusahaan dan memilih pulang kerumah.

Kalau boleh jujur, Namjoon benci orang-orang seperti mereka. Tidak! Bukan benci, lebih tepatnya iri.

Namjoon iri karena ia tidak punya koneksi.

Namjoon iri karena ia tidak punya kuasa.

Namjoon iri karena ia tidak punya apapun.

Namjoon marah pada keadaan yang selalu menempatkannya pada posisi sulit. Puncaknya ketika ia mendapat pesan pada ponsel jadulnya bahwa ia dinyatakan tidak lolos bekerja.

Dan ketika ia mendapati kenyataan bahwa ibunya memilih menyerah pada penyakitnya dan pergi meninggalkan dirinya dan dunia.

Tentu saja Namjoon terpuruk. Ia tidak punya apapun dan siapapun. Satu-satunya hal yang masih ia miliki hanya sedikit sisa uang tabungan dan rumah yang ia tempati sekarang.

Namun bahkan rumahnya bukan miliknya. Ini hanya rumah kontrakan yang sewaktu-waktu bisa diambil jika tidak dibayar.

Namjoon tak punya pilihan lain selain bekerja menjadi apapun.

Cleaning service, kasir cafe, penjaga toko.

Semua pekerjaan ia lakukan untuk menyambung hidupnya.

●●●○●●●

Mr. KIM ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang