Part 1

1.1K 38 1
                                    

Sinar mentari masih menunjukkan kekokohannya. Jarum jam menunjukkan pukul 13.00. Usai salat dhuhur tadi, Fauzah merebahkan badan di ranjang. Kantuk mulai menyapa, namun, ia urung untuk membalasnya. Rohman, kakaknya telah mengganggu quality time-nya.

"Tok tok tok." Suara ketukan pintu.

"Fauzah bangun, dicariin Abi sama Umi tuh."

"Iya bentar." Fauzah bergegas mengikat rambut panjangnya kemudian memenuhi panggilan orang tuanya.

Di ruang tamu sudah ada Abi, Umi, dan Rohman yang menunggu. Ketiganya menunjukkan muka yang serius, entah apa yang terjadi.

"Fauzah, lulus dari Mts Matholi'ul Huda, kamu akan Abi mondokkan di Pondok Pesantren Darun Najah di Kudus," tutur Madi.

"Tapi Bi, Fauzah 'kan masih kecil. Fauzah belum bisa jauh dari Abi, Umi, Fauzah masih ingin bersama kalian. Fauzah nggak mau mondok."

"Abi pengen melihat Fauzah jadi seorang ustadzah. Abi berharap ketika Fauzah mondok, Fauzah akan menjadi diri yang baik, bagus andhap anshornya. Pasti ada banyak hal yang akan kamu dapatkan di sana, dan tidak mungkin kamu dapatkan ketika kamu sekolah umum Nduk."

"Lagipun mondok itu enak kok, selain kamu bisa belajar agama, di sana kamu juga bisa bertemu dengan Gus-gus yang ganteng loh Zah, yah ... mukanya nggak kalah gantenglah sama kakakmu ini, sebelas dua belaslah," celoteh Rohman yang disambut tawa oleh penghuni rumah.

"Manut ya Nduk." Yumna mengelus rambut Fauzah pelan.
Fauzah mengangguk, menyetujui keinginan orang tuanya.

"Bismillah. Niat ingsun tholabul 'ilm," ujar Fauzah mantap. Madi dan Yumna nampak tersenyum mendengar perkataan Fauzah.

"Baik, kalau begitu kita akan berangkat ke pondok tiga hari lagi. Jadi, kamu persiapkan semua keperluanmu dari sekarang," jelas Madi.

"Nanti Umi bantu nggih Nduk." Yumna tersenyum menatap wajah ayu gadisnya. Sebentar lagi ia akan meninggalkan rumah, tentu sunyi akan terasa ketika ia pergi. Tak ada lagi canda, tangis, dan rewelnya, semua hanya tinggal kenangan. Hati yang ikhlas dari seorang ibu yang akan menjadi cahaya untuk mempermudah anak mencapai impian.

Namanya Fauzah Mawardi, anak kedua dari dua bersaudara. Besar di dusun kecil Kedungmutih, Kecamatan Wedung Kabupaten Demak. Seorang gadis lugu yang mempunyai asa beribu. Di usia mudanya ia sudah harus berpisah dengan keluarganya demi tholabul 'ilm.

Berbagai keperluan telah Fauzah siapkan, dibantu oleh Yumna tentunya. Tiga hari sebelum keberangkatannya, Fauzah memberbanyak waktu dengan keluarganya. Ia semakin rajin dalam membantu Yumna.

Tiga hari kemudian ....

"Fauzah ayo sayang!"

Pukul 08.00 sedan silver milik Madi yang ia beli sepulang dari Mekah tiga tahun lalu, melesat ke Pondok Pesantren Darun Najah di Kudus. Pondok itu tak begitu jauh dari rumah, hanya butuh waktu sekitar satu jaman dengan kecepatan 80 km/jam. Sengaja Madi memondokkan Fauzah di sana, kebetulan pengurusnya adalah temannya ketika mondok dulu.

Tiga tahun yang lalu, Madi pernah berangkat ke Mekah untuk mengadu nasib. Bekerja sebagai nelayan kecil, membuat keluarganya hidup serba kekurangan, hingga akhirnya ia memutuskan untuk merantau. Dan sekarang, ia telah memiliki pabrik tahu sendiri, dan bahkan keluarganya termasuk orang mampu di dusunnya.

Satu jam perjalanan sedan mewah sudah terparkir di depan rumah ndalem.

"Assalamu'alaikum." Lantang Madi mengucap salam, agar terdengar oleh penghuni rumah.

"Wa'alaikumussalam warahmatullah." Seorang wanita seumuran Yumna mempersilahkan Madi dan keluarga masuk.

Di ruang tamu ndalem ada sepasang pasutri sepuh juga seorang pria tampan. Fauzah memilih duduk di samping Yumna, sengaja memang agar dapat berhadapan dengan pria tampan itu. Berkali-kali Fauzah mencuri pandang pada pria itu, ketampanannya telah mempesona hatinya. Pandangan keduanya sempat bertemu, sesegera mungkin pria itu menundukkan kepala. Berulang kali gadis itu mencubit pipinya, mungkin untuk memastikan apakah ia tengah bermimpi atau tidak.

MIMPI NIKAH Sama GUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang