Usai mencurahkan semua rasa gundah pada sang Kholiq, Fauzah dan kedua sahabatnya mengikuti kegiatan pondok selanjutnya, yaitu tadarus bersama. Seluruh santriwati yang ada dalam mushollah tersebut membentuk sebuah lingkaran, satu-persatu secara bergantian mereka membaca al-qur’an, dan yang lain akan menyimak. Cukup lama mereka bertadarus hingga waktu salat subuh telah tiba. Segera, mereka meletakkan kembali al-qur’an ke dalam almari yang ada di dalam mushollah dan melaksanakan salat subuh setelahnya.
Udara di pondokkan Darun Najah ini memang belum tercemar, letaknya yang jauh dari riuh piuknya keramaian transportasi menjadikan udaranya masih belum terkontaminasi, terlebih banyak pepohonan yang tumbuh subur di setiap tepi pondok, hijau, sejuk mata memandang.
Sang surya sudah bersiap menundukkan setiap pasang mata, sinar kokohnya menyinari hati insan yang mensyukuri nikmat-Nya. Manusia terlalu banyak menciptakan berbagai ekspektasi hingga melupakan nikmat Ilahi.
…
Fauzah dan kedua sahabatnya menyusuri koridor pesantren untuk kembali ke kamar. Yah, mereka masih bertiga, Fitri, gadis itu lebih suka sendiri, terlebih karena kesalahpamaan antara dirinya dengan Fauzah yang membuat hubungan keduanya semakin tak baik.“Assalamu’alaikum ukhty.” Umam secara tiba-tiba sudah berdiri di samping mereka, entah dari mana ia berasal.
“Wa’alaikumussalam warahmatullah,” balas mereka serempak dengan kepala tertunduk.
“Afwan Gus, ada urusan apa antum memanggil kami?” tanya Fauzah.
“Memangnya ana memanggil anti? Sepertinya ana tidak memanggil anti.”
“Tapi antum tadi mengucapkan salam pada kami.” Raut muka Fauzah berubah usai mendengar jawaban dari Umam, ia tampak kesal.
“Mengucap salam kan hukumnya sunnah,” tutur Umam.
“Baiklah kalau tidak ada yang perlu untuk diomongkan. Kami permisi Gus.” Mereka mulai meninggalkan Umam dengan perasaan aneh. Buang-buang waktu saja meladeni Umam yang memanggil mereka tanpa alasan yang jelas. Kurang kerjaan.
“Heh tunggu.” Umam memanggil ketiganya kembali. Mereka menoleh dan memasang senyum kecut.
“Yah, Gus Umam,” geram Fauzah.
“Kalian tidak bareng Fitri? Bukankah kalian satu kamar?” tanya Umam.
“Memangnya apa urusan antum. Lagian, perempuan kalo nggak salat berarti ‘kan lagi halangan. Gitu aja kok pakek nanyak.” Fauzah tak dapat menahan emosinya hingga ia membicarakan hal yang seharusnya tidak ia ucapkan pada Umam. Namun, itu tak sepenuhnya salahnya, ia hanya tak bisa mengendalikan diri, pikirannya acap kali memikirkan kesalahpamahannya dengan Fitri.
Mendengar jawaban Fauzah, Anggun langsung menyenggol lengan gadis itu. Menyadari kesalahannya, Fauzah langsung menutup mulut dan menundukkan kepala. Malu sekali. Ia langsung menarik tangan kedua sahabatnya dan pergi tanpa menunggu respon Umam.
Lagi, ternyata sedari tadi Fitri tengah memperhatikan obrolan mereka dari jauh. Entah apa yang akan dipikirkan Fitri, dan kesalahpahaman apa yang selanjutnya akan terjadi. Fauzah dan ketiga sahabatnya bergegas mendekati Fitri dan bersiap untuk mengobrolkan kesalahpahamaan diantara mereka.
“Kalian tadi membicarakan apa dengan Gus Umam?” Fitri membuka pertanyaan usai Fauzah mendekat, tanpa menunggu penjelasan temannya.
“Tidak ada Fit. Tadi Gus Umam malah menanyakanmu, karena tidak pergi dan pulang bareng sama kami,” jelas Anggun untuk melerai kesalahpahaman yang ia rasa antara Fitri dan Fauzah.
“Iya,” jawab Fatma meyakinkan.
“Benarkah Gus Umam menanyakanku?” Mata Fitri nampak berbinar.
“MasyaAllah. Sudah kubilang pasti ia ada rasa denganku. Aaa.” Lesung pipi Fitri terlihat dan ia menunjukkan deretan giginya. Nampaknya ia sudah tidak salahpaham lagi dengan Fauzah, Alhamdulillah.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIMPI NIKAH Sama GUS
RomanceMimpi Nikah sama Gus Synopsis Ini kisah tentang seorang santri biasa yang berharap menjadi istri seorang Gus. Tentang pengorbanan seorang sahabat sekaligus ujian seberapa kuat persahabatan mereka. Kisah cinta sederhana yang bernuansa pondok. Dibungk...