Part 2

466 24 0
                                    

Lumayan lama Fauzah dan Umam berduet, tak terasa mereka sudah sampai di asrama akhwat.

“Assalamu’alaikum,” ucap Umam.

“Wa’alaikumussalam warahmatullah,” jawab seorang santriwati dari dalam, disusul dengan bunyi gagang pintu dibuka.

“Eh, Gus Umam, wonten nopo nggih Gus?” Tau jika yang datang adalah Umam, segera mungkin santriwati itu menundukkan pandanggannya. Sejak awal tadi, Fauzah masih belum mengerti dengan kebiasaan orang-orang di sini yang suka menunduk.

“Ini ada santriwati baru. Ana minta tolong sama anti, tunjukkan kamarnya dan jangan lupa beri dia jadwal kegiatan di pondok. Dan satu lagi, kasih tau sama dia tentang peraturan di pondok ini. Kalo seandainya dia melanggar, langsung laporkan saja kepada pengurus,” tutur Umam panjang lebar dengan penuh penekanan, sambil menatap Fauzah tajam.

“Inggih Gus.”

“Ya sudah, ana balik dulu, assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumussalam warahmatullah,” jawab Fauzah serentak dengan santriwati tersebut.

Sebelum Umam pergi, Fauzah sempat menunjukkan kekonyolannya.

“Eh tunggu.” Panggilan Fauzah telah menghentikan langkah Umam kemudian gadis itu  menghampirinya.

“Kamu bilang nama kamu Umam, tapi kok Mbak itu tadi manggil kamu Gus. Sebenernya nama kamu itu Umam atau Bagus sih, atau jangan-jangan Bambang. Ups. Nama kok banyak amat.” Fauzah tertawa sendiri karena ucapannya. Tingkah konyol Fauzah membuatnya mendapatkan senyuman dari Umam. Sungguh, gadis itu amat polos. Umam berlalu tanpa menggubris ocehan Fauzah.

“Mari Mbak, saya antar ke kamar,” ajak santriwati tadi dengan nada yang sangat halus, terdengar adem ditelinga.

“Ini tempat tidur Mbak, dan ini kertas berisi peraturan pondok dan jadwal kegiatan pondok.”

Usai santriwati itu meninggalkannya, Fauzah mulai membaca secarik kertas yang ia terima tadi dengan seksama. Mata cantik itu menjelajah setiap kata yang tertera pada kertas yang tak lagi suci itu. Tertera banyak sekali kegiatan yang sudah menunggunya.

Matanya kembali berpetualangan menjelajah setiap sudut kamar. Ada dua kasur tingkat untuk ditiduri seorang santriwati di setiap kasurnya, salah satu dinding kamar terpatri lukisan kaligrafi, ‘An-nadhofatu minal iman’ yang artinya kebersihan itu sebagian dari iman. Terdapat pula hanger yang penuh dengan mukena serta baju-baju para santri terpaku permanen di samping almari. Ada dua almari kecil berukuran 120*90 cm.

‘Haduh, lemari sekecil itu mana cukup untuk barang-barangku yang segini banyaknya. Hufth,’ aduh Fauzah dalam hati.

Puas memperhatikan setiap inci sudut kamar, Fauzah merebahkan diri di ranjang, kebetulan ia dapat kasur yang bawah. Belum lama ia memejamkan mata, terdengar suara orang mengajaknya bicara. Kali ini pasti bukan Rohman yang biasa menggangu kedamaian Fauzah.

“Afwan ukhty, anti satriwati baru ya?” Seorang santriwati sudah berdiri di depan Fauzah, wajahnya berbeda, bukan santriwati yang tadi.

“Oh, iya Mbak. Nama saya Fauzah.” Fauzah memberikan senyum padanya.

“Oh ukhty Fauzah, kenalin ana Fatma ukhty.” Keduanya saling berjabat tangan dan lempar senyuman.

“Anti dari mana?” Fatma kembali bertanya.

“Saya dari Demak Mbak.”

“Oh. Em, mulai sekarang kita panggil nama aja ya, ndak usah pakai Ukhty ataupun Mbak, okay. Kitakan shohibah.” Semangat Fatma menunjukkan ibu jarinya.

MIMPI NIKAH Sama GUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang