Part 3

392 25 0
                                    

Beberapa menit mereka berjalan, akhirnya ketiganya sampai di tempat kajian. Jarak dari asrama sampai tempat kajian, mungkin hanya lima menitan. Gedung yang mereka gunakan sebagai kajian sering juga dijadikan tempat rapat para ustadz dan ustadzah. Bangunannya cukup luas untuk menampung puluhan santri. Gedung ini terletak di samping mushollah, sehingga para santriwati dapat dengan jelas melihat santriwan yang hendak ke mushollah.

Di dalam gedung kajian sudah dipenuhi dengan suara riuh dari santriwati. Yah, topik yang mereka angkat tidak jauh dari apa yang sering dibicarakan Fatma. Umam, Gus tampan itu telah menjadi idaman setiap santriwati, bahkan tak jarang santriwan iri terhadap ketampanannya. Mata santriwati kalau sudah melihat kelibetannya Umam, langsung menjerit-jerit, layaknya melihat oppah-oppah Korea. Mungkin memang sama.

Perlu diakui bahwa Fauzah pun mulai terusik dengan ketampanan Umam. Pria itu telah membuatnya lupa akan balas dendamnya. Sebelum kajian di mulai, kerap kali dia menatap pintu gedung, menanti kehadiran Umam. Mungkin rasa suka  mulai tumbuh, namun, sekedar suka, bukan cinta. Ia yakin dengan perasaannya. Ia tak berani mencintai seseorang yang telah dicintai oleh sahabatnya. Fatma, ia telah menyukai Umam terlebih dahulu sebelum dirinya. Fauzah tak siap jika harus bersaing dengan sahabat sendiri.

Sebenarnya diawal memasuki gedung kajian, Fauzah hendak duduk dibarisan akhir saja, agar tidak terlalu berpapasan dengan Umam. Namun, karena paksaan dari Fatma,  akhirnya ia menurut dan duduk di depan. Tujuannya agar Fatma dapat memandang Umam dengan jarak yang dekat. Meskipun mereka tidak duduk dibarisan paling awal sekali, tapi, ketampanan Umam masih bisa dipandang meskipun dengan jarak yang tidak terlalu dekat.

“Eh Fitri.” Fatma menyapa santriwati yang duduk di depan Fauzah. Santriwati itu menoleh dan tersenyum.

“Dia siapa?” bisik Fauzah pada Fatma.

“Dia Fitri, satu kamar dengan kita. Tapi, orangnya pendiam. Dia juga penggemar Gus Umam. Banyak santriwati yang minder padanya karena kepinterannya. Dia sering memenangkan lomba yang ia ikuti dan menjadi salah satu santri kepercayaannya Bu Nyai. Saingan beratku ini.” Fatma menunjukkan tatapan penuh arti pada Fauzah. Fauzah hanya mengangguk, mengiyakan perkataan Fatma.

“Besok kalo ada kajian yang mengisi Gus Umam, kita usahakan berangkat paling awal yah. Supaya bisa mendapat barisan pertama. Dan bisa memandang Gus Umam lebih dekat. Aku nggak mau kalah sama Fitri.” Lagi, Fauzah hanya mengiyakan permintaan Fatma.

Tidak sampai setengah jam, Umam datang mengenakan sarung hitam dan koko berwarnakan dongker, ia nampak gagah dengan setelan itu, ditambah lagi peci hitam kebesarannya yang semakin memancarkan aura ketampanannya. Sorban khasnya pun turut berperan dalam mendukung kesempurnaannya. MasyaAllah. Riuh, para santri memandang kekuasaan Allah.

“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.” Suaranya yang menggelegar mendiamkan riuh santriwati.

“Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,” jawab santriwati serempak.

Jika biasanya samua santri akan tertidur dalam kajian, lain kali ini. Nampaknya kajian yang diberikan Umam memiliki rasa yang beda. Entahlah, mungkin ketampanannya telah menghipnotis para santri untuk tetap bertahan mendengarkan ceramahnya, timbang turu.

“Ketika ada seorang laki-laki yang sedang jatuh cinta, maka kau dapat melihat dari perilakunya. Ketika ada perempuan yang sedang jatuh cinta, maka kau dapat melihat dari senyum  pada dirinya.” Salah satu isi kajian yang Umam sampaikan.

Selepas kajian, semua santriwati kembali ke asrama dan segera menunaikan salat maghrib berjama’ah di mushollah. Baru beberapa meter Fauzah dan sahabatnya menjauh dari gedung kajian, terdengar suara yang menghentikan langkah mereka.

MIMPI NIKAH Sama GUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang