9

6.4K 494 34
                                    

.
.
.
Keesokannya Jisoo terbangun dan tidak mendapati Taehyung. Dia tersenyum saat mengingat moment tadi malam. Tangannya menyibakkan selimut. Kaki polosnya mulai menginjak pantai kamarnya.

Jisoo segera mandi dan bergegas ke bawah. Di sana keluarganya sudah berkumpul.

"Pagi Appa, Eomma! Uncel!" sapanya ceria.

"Pagi, Nak!"

"Pagi," balas Tae.

Hae dan Sora tersenyum melihat Tae dan Jisoo mulai akur. Bahkan Jisoo duduk di samping Tae dan meminta makanan.

"Uncel bolehkan anterin Jisoo ka kampus," bujuknya. Matanya mengedip-ngedip lucu. Tae mengangguk dan sontak Jisoo bersorak.

Setelah pamit keduanya mulai meninggalkan pekarangan rumahnya. Jisoo mulai bercoleh sepanjang jalang.

Sepanjang japan bibir mugilnya tak berhenti mengoceh. Dari hal sederhana sampai hal tak penting khas ABG.

"Jisoo kamu jangan sembarangan bergaul, sekarang maraknya kejahatan," pesan Tae sesampainya di gerbang kampus Jisoo.

"Ayee ayee kapten! Hehehe." Jisoo hormat ala polisi kepada Tae. Tae mengacak gemas rambut keponakannya.

"Belajar yang rajin. Uncel tidak bisa menjemputmu nanti, ada urusan," ujar Tae. Jisoo mengangguk dan mencium pipi Tae.

"Bye Uncel!" Dia masuk ke dalam. kampus. Tae meninggaokan kampus Jisoo. Selang beberapa menit seorang pria memasukkan tangan di saku celananya bersiul santai. Bibirnya menyeringai melihat gadis yang terlihat senang itu.

"Kita harus bermain sedikit, gadis kecil," seringainya tajam. Mata sipitnya mula menusuk tajam punggung Jisoo.

***

Kringgg! Jisoo keluar dari kelasnya. Dia menatap jam tangannya yang menunjukkan pukul 15:17.

"Haksen!" (Mahasiswi)

"Nde?" Jisoo melihat dosennya yang memanggilnya. Jisoo menyerit.

"Ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanya Jisoo. Dosennya mengangguk.

"Bisakah kamu mengambil barang-barang ini?" Dosen itu menyodorkan catatan kecil.

"Itu bisa kamu bawah besok ke Kampus, dan alamatnya juga sudah ada di sana, " ujar Dosennya.

"Nde, Sajangnim," ujar Jisoo. Dia membungkuk. Dosenya pergi dengan keringat dingin di sekujur tubuhnya.

Alih-alih mengkhawatirkan kesalamatan Mahasiwsinya, dia pebih mengkhawatirkan dirinya.

Sejak masuk ke dalam ruangannya, sebuah surat berlumur darah dan ancaman yang bisa merwnggut nyawa anaknya jika ia tidak bersedia menjapan isi surat itu.

"Kenapa wajahnya terlihat ketakutan?" gumam Jisoo. Dia menatap ponselnya kesal. Low bat. Dia keluar dan memesan taksi.
.
.
Jisoo POV
Aku memandang keluar dari jendela mobil. Semakin mobil menyusuri jaoan setapak ini semakin terlihat gelap. Aku mulai merinding.

Di sini kebayakan pohon-pohon daripada rumah penduduk. Aku mulai gelisah.

"Pak, berhenti ini tempatnya," ujarku diserang rasa panik. Anehnya supir ini bukan berhenti malah melajukan kecepatan mobilnya.

"Pak! Pak! Berhenti!" teriakku. Air mataku memeleh tanpa bisa aku cegah.

"Hikss jebbalyo ... Berhenti!" Aku mendorong keras pintu dan berusaha membukanya tapinsupir ini malah menguncinya.

"Hiksss Uncel!" lirihku.

Mobil tiba-tiba berhenti dan pintunya terbuka paksa. Aku ditarik keluar. Aku mulai memberontak. Walau tubuhku bergetar ketakutan, aku mencoba melawannya.

FAKE UNCLE (VSOO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang