Di kamarnya, Resti meringkuk, matanya tidak mau terpejam padahal jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Entahlah, ia sama sekali belum merasakan kantuk, sementara yang sedari tadi menyita pikirannya hanyalah Weeby.
Resti berdesis kecil, mengingat kejadian tadi sore saat Weeby mengangkat test pack miliknya ke udara, Resti sungguh kesal dan merasa takut dalam waktu yang bersamaan.
"Pantas aja setelah gue cari test pack itu udah nggak ada, rupanya sudah diambil sama Weeby." Untuk kali kedua, Resti membuang napasnya dengan gusar, lalu tangannya bergerak memegangi keningnya yang mendadak merasakan pening.
"Berarti waktu itu Weeby tau dong waktu gue ngomong sama Gama?" Resti tersentak untuk sesaat, ya sudah pasti Weeby mendengarnya. Test pack itu sudah menjadi salah satu bukti yang kuat.
Bagaimana dengan besok? Resti mendadak gusar, sungguh otaknya tidak bisa memikirkan ide saat ia butuh seperti ini.
Resti takut jika tiba-tiba Marcell meminta putus dari dirinya saat Weeby menunjukkan benda itu disaat yang tidak tepat.
Waktu terus bergulir, tetapi Resti masih terjaga, rasa kantuknya sudah mulai menyerangnya tetapi Resti tidak peduli dengan hal itu, sedari tadi ia menggigit bantalnya, ketakutan-ketakutan kini sudah memasuki raganya.
"Weeby, awas aja ya lo, gue bakal balas perbuatan elo!"
Lalu, waktu bergerak sangat cepat hingga hari sudah berganti. Dan saat ini Resti tengah melangkah menuju ke kelasnya.
Entah perasaan macam apa yang kini merangkap ditubuhnya, Resti merasakan aura tidak mengenakkan, ia juga tidak bisa mengendalikan lompatan jantungnya yang semakin lincah. Hingga kakinya sudah mendarat di depan pintu kelasnya, Resti malah bertambah gelisah, ia diam di sana untuk beberapa menit.
Setelah memejamkan mata, mencoba memulihkan nyawanya agar segera terkumpul kembali, Resti memberanikan diri untuk masuk. Resti tidak akan merasakan seperti ini jika Weeby tidak melakukan tindakan seperti itu.
Jujur, cara Weeby membuat Resti ketakutan, sampai tadi malam ia terlelap pukul setengah tiga pagi karena memikirkan hal itu, tentu saja sampai detik ini, Resti merasa lelah dan tubuhnya seakan remuk, otot-ototnya mengencang, tidak hanya itu, Resti kini juga mulai mengantuk.
Resti tidak bisa membunyikan keterkejutannya untuk situasi yang sedang merayap ini, langkahnya langsung tercekat dan terhenti di tempat, bola matanya membelalak saat menangkap Weeby yang berjalan dari bangku Marcell.
Resti semakin diserang perasaan panik, ia menelan ludahnya, tiba-tiba saja seperti ada sesuatu yang merayap di dadanya saat sorot matanya bertubrukan dengan mata milik weeby, Resti semakin merasa kesal, sementara Weeby tampak mendekat ke arahnya.
Sepasang sepatu berhenti tepat di depan sepatu Resti, dan itu tandanya Weeby sudah berdiri dihadapan cewek itu. Weeby menatapnya dalam diam, mengangkat sudut bibirnya ke atas hingga menerbitkan senyuman miring yang membuat Resti kembali menelan salivanya.
Hanya sepuluh detik hal itu terjadi, setelah memberi tatapan penuh peringatan itu, Weeby lepas beranjak pergi, melewati Resti begitu saja, dan berjalan menuju bangkunya.
Resti sangat yakin bahwa Weeby telah menceritakan semuanya kepada Marcell tentang kehamilan dirinya. Ada dua hal kenapa Resti berpikiran seperti itu. Yang pertama, Weeby telah mengatakan akan menceritakan ini semua pada Marcell, dan yang terakhir, Weeby tidak mungkin membicarakan perihal yang tidak penting kepada Marcell, mustahil Weeby melakukan hal seperti itu sementara Weeby sendiri sangat bermusuhan dengan Marcell, karena itulah Resti berpikiran Weeby telah menceritakan rahasia terbesarnya.
Test pack itu sudah menjadi bukti yang cukup kuat, Resti menyesal pada saat itu kenapa dia membuangnya. Memang pada kenyataannya penyesalan datang paling akhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Too Late To Realize (END)
Teen FictionWeeby tahu, Marcell itu cowok yang menyebalkan. Kerjaan setiap harinya adalah mengganggu dirinya. Sialnya lagi, Marcell satu kelas dengan Weeby, dan cowok itu juga merangkap menjadi teman sebangku dengannya. Namun, saat kedatangan Resti. Murid sorti...