"Buset lo, ternyata berat juga. Badan gue hampir remuk nih." Marcell menggerutu kesal setelah menaruh Weeby di brankar UKS.
Cowok itu begitu kesal, kesal dengan Weeby yang merepotkan dirinya. Marcell berjanji, setelah Weeby siuman, ia akan menghujat dan memarahi cewek itu.
"Gue balik ke kelas, lo di sini aja By." Marcell menepuk pundak Weeby pelan, lalu ia mulai melenggang keluar dari ruangan itu.
Saat langkah kakinya sampai diambang pintu, Marcell spontan membalikkan badannya, ia menghadap ke arah Weeby. Dilihatnya cewek itu sekali lagi. Entah kenapa terbesit rasa tidak tega untuk meninggalkan cewek itu sendiri di sini.
Marcell berusaha tidak peduli dengan hal itu, pikirannya selalu ia tanamkan bahwa Weeby hanya menyusahkan dirinya saja. Namun, kali ini sangat berbeda. Marcell bingung, antara meninggalkan Weeby sendirian di sini atau tetap pada pendiriannya pergi ke kelasnya kembali. Namun, entah kenapa ia jadi tidak tega meninggalkan Weeby sendiri di ruangan yang penuh dengan cat warna putih itu.
"Ah, bingung sendiri gue jadinya, kenapa gue malah milih nemenin lo di sini By," umpat Marcell, ia menggeser kursi yang berada didekatnya, lalu tanpa menunggu waktu lama lagi, Marcell segera duduk.
"Gue cuma kasihan sama lo aja ya, nggak lebih By," pekik Marcell lagi. Namun, tentu saja Weeby tidak menyahut sedari tadi, cewek itu belum juga bangun dari pingsannya.
Menghirup udara dalam-dalam, Marcell langsung menyerngitkan keningnya. "Kenapa gue ngomong sendiri? Dasar aneh!" Berdecih kecil, Marcell menatap Weeby tidak suka.
Rasa bosan tentu saja menyerangnya bertubi-tubi, apalagi Marcell tidak membawa ponselnya. Berulang kali ia memandangi ruang UKS, ia jarang ke tempat ini.
Setelah itu, arah sorot matanya kembali menatap Weeby. Kali ini Marcell sungguh tercenung melihat cewek itu, wajahnya yang cantik sukses menyita seluruh perhatiannya. Sekarang Marcell bisa mengakui bahwa Weeby memang memiliki wajah yang enak dilihat.
Melihat bibir Weeby yang pucat, Marcell langsung menyerngitkan dahi, lalu jari tangannya bergerak ke wajah Weeby, sedikit demi sedikit, Marcell mulai menyentuh bibir tipisnya dengan gerakan yang lembut. Marcell kemudian tersenyum kecil.
Beberapa detik berlalu, Marcell kemudian langsung terkesiap, matanya melotot tajam, buru-buru ia menjauhi tangannya dari bibir Weeby. Marcell benar-bebar sudah kelewatan, ia tidak percaya dengan apa yang dilakukannya barusan.
"Ish, gara-gara lo gue jadi gini." Marcell malah sepenuhnya menyalahkan Weeby. Dengan malas, ia tetap sabar sampai menunggu Weeby siuman.
Tiga puluh menit berlalu, kelopak mata Weeby seketika langsung terbuka. Weeby masih sedikit pusing dan pandangannya juga masih sedikit kabur. Sorot matanya langsung menjelajah sekitar, dengan tubuh setengah sadar, Weeby memilih bangkit dari tidurnya, lalu tak lama kemudian ia sudah terduduk di brankar.
Sekali lagi Weeby memegangi keningnya, mencoba mengumpulkan tenaganya yang sudah terkuras. Menghirup udara segar dalam-dalam, lalu mengembuskannya sedemikian rupa.
Kening Weeby reflekes langsung berkerut, ia menyipitkan matanya ketika melihat Marcell berada didekatnya.
"Marcell?" ucap Weeby terkejut ketika bola matanya menangkap Marcell, ia mrnggoyang-goyangkan bahu Marcell yang asik tidur dengan kepala yang diletakkan di brankar. Tidak ada jawaban yang keluar, Weeby mencoba sekali lagi.
"Bangun woy, lo ngapain tidur di sini sih?" omel Weeby keras. Marcell yang masih setengah sadar langsung membuka kelopak matanya perlahan, lalu dilanjutkan dengan menyumpal jarinya di telinga.
Dasar Weeby, baru sadar dari pingsan langsung meracau tidak jelas.
"Berisik lo ah, gue tidur juga karena lo tauk," hardik Marcell tak kalah sengit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Too Late To Realize (END)
Teen FictionWeeby tahu, Marcell itu cowok yang menyebalkan. Kerjaan setiap harinya adalah mengganggu dirinya. Sialnya lagi, Marcell satu kelas dengan Weeby, dan cowok itu juga merangkap menjadi teman sebangku dengannya. Namun, saat kedatangan Resti. Murid sorti...