24. Dia Marah

4.9K 218 0
                                    

"Uhuk-uhuk."

Weeby terperangah kaget, akibat gebrakan meja dibangkunya membuat dirinya tersedak oleh air mineral yang sedang ia minum. Sekarang, air itu sedikit tercecer di seragam dan bangkunya.

Memutar tutup botol dengan rapat dan meletakkannya di kolong mejanya, Weeby akhirnya menatap dengan sorot mata super tajamnya ke arah sumber suara. Sebelum menengok ke samping, ia sudah menebak siapa gerangan orang yang membuat gaduh pada pagi hari seperti ini.

Begitu tatapan Weeby bertubrukan dengan orang itu, Weeby lantas menjulingkan matanya, selalu saja ia kesal ketika berhadapan dengan cowok seperti ini.

"Jam tujuh lebih lima belas menit, bagus! Rekor baru lo gangguin gue!"

Memang benar, ini kali pertama Marcell menggangu Weeby pada pagi hari seperti ini, bahkan penampilan Weeby yang masih segar sekalipun.

Tidak merasa bersalah, Marcell hanya menunjukkan seringai kecilnya, nyengir tanpa dosa.

"By, gue minta bantuan lo dong."
Tanpa disuruh, Marcell segera duduk dihadapan Weeby, menatap cewek dihadapannya dengan mata yang menancap begitu dalam.

"Bantuan? Apaan?" Weeby langsung tersentak, ikut menatap wajah Marcell yang terus saja menunjukkan raut memelasnya.

"Lo mau tolongin gue, kan?"

"Apa dulu, gue nggak janji. Kalo gue iyain nanti lo minta aneh-aneh lagi."

Gelengan kepala cepat dari Marcell secepat kilat merubah ekspresi Weeby menjadi bingung, sampai kedua alis tebal milik cewek itu hampir saja menyatu.

"Nggak mau, pokoknya lo harus turutin kemauan gue, kali ini aja By," mohon Marcell sekali lagi, kali ini lebih meyakinkan, tanpa menunggu, Marcell meletakkan telapak tangan besarnya diatasi punggung tangan Weeby, lalu menggenggamnya seerat mungkin. Setelah sadar, beberapa detik kemudian Weeby langsung menepisnya secara kasar.

"Ya udah apaan?"

Marcell sedikit tersentak, tidak percaya Weeby setuju, namun ia berusaha mengubah ekspresinya agar tidak terlalu terkejut. Memang semudah itu bagi Marcell.

"Eh tunggu, kenapa gue harus bantuin lo, lo aja sering gangguin gue, enak aja lo minta tolong gitu aja, nggak bisa, gue nggak jadi nolongin lo." Weeby kini menyerbu, menyemburkan kata-katanya yang begitu panjang. Ia berubah pikiran..

"Jangan gitu dong By, lo emang nggak kasihan sama gue?"

Kini kening Weeby terlihat memunculkan kerutan yang begitu jelas, menyipitkan sudut matanya, menjelajah raut Marcell dengan curiga, Weeby ingin mencari celah dimana ada kebohongan dari raut wajah itu.

"Buat apa gue kasihan sama cowok ka—"

Weeby langsung tersekat, kata-katanya tertahan diujung tenggorokannya, dadanya memanas, serta napasnya yang mendadak terhenti.

Ketika Marcell menunjukkan tampilan wajahnya dengan ekspresi puppy eyes, secara mendadak, Weeby langsung mengatupkan rahangnya, mengunci mulutnya rapat-rapat.

Dua detik berlalu, Weeby mengerjapkan matanya, wajah Marcell dengan ekspresi seperti itu malah membuat Weeby jijik. Bagi dirinya, kesan pertama kali saat melihatnya tadi, Marcell terlihat sangat konyol, tidak pantas raut wajah seperti itu ditancapkan pada wajahnya.

"Ya udah, lo mau apa?" sentak Weeby pada akhirnya, malas meladeni Marcell lagi lebih tepatnya, walaupun pada titik terakhir Weeby akan menolak, sudah pasti dan dapat diprediksi bahwa Marcell tidak akan menyerah, usaha cowok itu memang patut diapresiasi. Selalu saja menunggu si lawan bicara mengalah, dan Weeby pasti korban semua itu.

Too Late To Realize (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang