"Gue capek banget By, gue mau istirahat dulu, lo lanjutin sendiri aja sana," kata Marcell dengan napas yang berujung memburu dan tersengal-sengal.
Berdecak sebal, Weeby menurunkan tong sampah yang kini berada ditangannya, lalu menatap kesal ke arah Marcell yang tengah duduk bersandar pada tembok. Sangat kentara jika cowok itu memang kelelahan, keringat sudah membanjiri pelipis dan lehernya.
"Ini baru lima kelas, dan lo udah capek? malu sama gue yang cewek dong," pinta Weeby menggebu, berjalan mendekat ke arah Marcell, dan menarik lengan seragam cowok itu agar lekas berdiri.
"Sumpah By, gue nggak bohong, capek banget nih, tulang berasa remuk semua," desis Marcell pelan, memasang ekspresi memelas.
"Gue tau lo capek, gue juga sama capeknya. Tapi masih ada dua puluh lima kelas yang belum kita kunjungi dan buang sampah mereka, buruan bangun! Kalo mau cepet selesai, lo jangan nunda kayak gini." Weeby segera menendang kaki Marcell karena cowok itu belum kunjung menuruti perintahnya.
"Tersiksa banget sih hidup gue, lelah kali By, lo ngerti lelah nggak, sih?"
"Orang dari tadi nyerocos mulu mana mungkin nggak kecapean, makanya jangan gangguin gue mulu. Kayak gitu kan lo jadinya!"
"Bukan cuma itu doang, dari tadi kita udah bolak balik ke pembuangan sampah di belakang sekolah, capek tau By. Mana letaknya jauh banget lagi," omel Marcell, lalu ia segera berdiri, sedikit memijit lengan tangannya yang terasa nyeri dan pegal.
"Kalo lo mampu, coba bawa sekaligus ke sana." Weeby langsung berkacak pinggang.
"Ngomong mah gampang, kalo gitu ayo kita cari!"
"Cari apaan?" Tersentak kaget, Weeby terus menatap ke arah Marcell lurus-lurus.
Marcell kembali memutar tubuhnya menghadap ke belakang setelah dua langkah berjalan, "cari Bumblebee lah," jawab Marcell singkat.
Kening Weeby masih menyerngit, otaknya belum kunjung paham, masih loading.
Diamnya Weeby seperti itu membuat Marcell berinisiatif untuk menjelaskan. Sebelum itu, Marcell membuang napasnya dengan frustrasi.
"Bumblebee, gerobak sampah yang sering dibawa pak Jojo kalo mau ngangkut sampah," jelas Marcell panjang lebar. Bukan tanpa alasan Marcell menyebut kereta sampah itu dengan sebutan Bumblebee, memang lantaran benda itu berwarna kuning, seperti film action yang pernah ia tonton di TV.
Weeby hanya mengangguk, sekarang ia sudah mengerti, Weeby juga sering kali melihat tukang kebun sekolah itu memungut sampah dari satu kelas ke kelas yang lain. Ya, dengan benda itu, Weeby dan Marcell dapat menghemat waktu karena sampah dapat dikumpulkan terlebih dahulu menjadi satu dan dibuang sekaligus nanti, tidak seperti yang sekarang dilakukan, membuangnya satu per satu tong, mondar mandir ke sana kemari. Membuat tubuh remuk dan perlu cairan lebih karena dehidrasi.
Sepuluh menit, mereka berdua masih mondar mandir, menjelajah ke seluruh sudut sekolah, mencari Bumblebee, alias gerobak sampah kuning. Namun nasib masih sial, gerobak itu tidak kunjung terlihat.
"Ngeselin banget tuh Bumblebee, dicariin malah ngilang!" gerutu Weeby, ia kini berkacak pinggang.
"Sudah berubah jadi mobil kali, terus kabur karena kita lagi cari dia."
"Betul juga sih, secara lo sama gue kan mau jadikan dia sebagai penopang sampah, mana mau tuh dia," balas Weeby singkat, otaknya sudah geser gara-gara terlalu lama berdekatan dengan Marcell.
"Betul banget apa kata lo, pasti dia ngumpet nih, ayo cari," perintah Marcell, mempercepat langkahnya tanpa menoleh ke belakang, di mana Weeby ada di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Too Late To Realize (END)
Novela JuvenilWeeby tahu, Marcell itu cowok yang menyebalkan. Kerjaan setiap harinya adalah mengganggu dirinya. Sialnya lagi, Marcell satu kelas dengan Weeby, dan cowok itu juga merangkap menjadi teman sebangku dengannya. Namun, saat kedatangan Resti. Murid sorti...