36. Weeby Terlalu Berharap

3.8K 82 0
                                    

Marcell tersenyum tipis, lalu ia pun mulai memundurkan wajahnya yang semula sangat dekat dengan Weeby. Cowok itu memandangi Weeby dalam dalam, pipi Weeby terasa panas, Marcell dapat melihat jika semburat merah sudah terlihat di sepasang pipinya itu.

Cantik? Weeby belum pernah mendengar kata itu terucap dari Marcell, entah kenapa perutnya seolah diterbangi oleh ribuan kupu-kupu dan entah sejak kapan desiran darahnya terdengar mengalun dengan lembut.

Merasa malu, Weeby menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, ia benar-bebar ingin berteriak sekeras mungkin, Marcell telah menjungkirbalikkan suasana hatinya. Bagaimana bisa hal ini terjadi begitu saja? Weeby perlu memeriksa hatinya ke spesialis dokter khusus orang yang mengalami gangguan tentang hati. Ya, Weeby rasa dia akan melakukan hal itu, pasti hatinya sedang rusak sekarang.

"Makasih, gue terima pujian lo itu," ucap Weeby, masih pura-pura jutek, ia tidak mau terlihat senang oleh perkataan Marcell.

Cowok itu hanya manggut-manggut sebagai jawabannya, ia menatap Weeby dengan lamat, Marcell tidak berbohong, memang Weeby terlihat sangat cantik, ia tidak bisa mengelak begitu saja.

"Sebenarnya tujuan lo minta gue ketemuan di sini mau apa sih?"

Marcell segera mengedipkan matanya beberapa kali, lamuannya seketika membuyar saat suara dari Weeby mengalihkan fokusnya. Ditatapnya cewek itu dengan pandangan kosong, Marcell tidak mendengar apa yang Weeby katakan.

"Ha? Apa?"

Weeby mengetuk jidatnya, sebenarnya ia sangat malas mengulang pertanyaan lagi. Tapi apa boleh buat, ia butuh jawaban itu. Tak lama kemudian Weeby kembali mengulang pertanyaan. Sama persis, tidak ada yang berbeda dari kata-katanya. Hanya saja nada suaranya yang ia tinggikan. Weeby tidak mau Marcell menyuruh mengulanginya lagi. Tidak sudi Weeby melakukan itu untuk ketiga kalinya.

"Udah, cuma mau ngomong lo cantik doang," balas Marcell, tengkuknya yang sama sekali tidak terasa gatal Marcell garuk berulang kali, ia tersenyum lebar.

Mulut Weeby lantas terbuka dengan lebar. Jawaban macam apa yang barusan telinganya tangkap itu? Marcell memintanya ke sini cuma mau bilang bahwa dirinya cantik? Weeby kesal mendengarnya, kepalan tangannya sudah ia bentuk sedemikian rupa, sekarang Weeby hanya menunggu waktu yang tepat untuk meninju rahang Marcell itu.

"Ish, lo nyebelin banget, kalo gue ngerti, gue nggak bakalan dateng ke sini. Nyusahin orang aja."

Weeby memutar tubuhnya, membelakangi Marcell begitu saja. Weeby memang berhak untuk marah, sifat Marcell yang menyebalkan itu sungguh tidak bisa di beri ampun. Panggilan dari Marcell yang menyatu dengan udara tidak Weeby hiraukan, sedari tadi Weeby sudah memutuskan untuk menulikan indera pendengarannya. Weeby sedang tidak mau berbicara kepada cowok itu untuk waktu sekarang.

"Nggak, By. Gue becanda doang kali. Gue mau bicara serius nih sama lo. Sumpah, kali ini gue nggak main-main. Ini menyangkut soal—"

"Soal apa?" Weeby bertanya dengan teriakan karena Marcell tak kunjung melanjutkan kata-katanya. Terlalu penasaran dengan itu, Weeby berbalik badan, matanya dengan tajam mengarah ke arah Marcell.

Dengan kikuk seraya menahan gugup, Marcell mengeluarkan napasnya agar bisa fokus.

"Ini menyangkut so-soal perasaan gue," jawab Marcell gugup. Dipandanginya Weeby yang terbengong di tempat.

Perasaan katanya? Soal hati? Weeby tidak bisa berkomentar lagi. Mulutnya seperti diberi lem perekat, ia mematung di tempat. Hanya matanya yang bergerak dengan lincah memandangi Marcell di hadapannya.

Jantung Weeby tidak bisa dikendalikan lagi, perkataan dari Marcell sungguh membuat Weeby dilanda kebingungan. Apakah benar Marcell akan menembaknya? Lantai apa yang akan Weeby katakan? Weeby gugup, jari tangannya sudah berkeringat. Sembari menunggu Marcell mengatakan sesuatu lagi, bersi keras Weeby berpikir kata-kata yang paling tepat untuk ia gunakan sebagai jawaban.

Too Late To Realize (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang