27. Memperingati Marcell

4.2K 195 3
                                    

Walaupun terasa sulit dan menyakitkan batin dan pikiran, Weeby akhirnya bisa melalui tantangan itu. Ini sudah tiga hari, dan Weeby telah memakan obat sesuai perintah ayahnya tepat waktu.

Memang sangat menyiksa tubuhnya, tapi mau bagaimana lagi? Weeby sendiri takut jika tidak menurut pada ayahnya.

Weeby menghela napas frustrasi, mengatupkan kelopak matanya untuk merilekskan sebentar. Hentakan kaki di tanah terdengar, menciptakan suara yang menenangkan, saat bertepatan melakukan kegiatan itu, seseorang yang Weeby tunggu sejak sepuluh menit yang lalu akhirnya datang.

Weeby menangkap gestur tinggi cowok yang tengah berjalan. Cara dia melangkahkan kaki saja Weeby sudah bisa menebak dengan benar. Weeby memilih meredam emosinya, ia tidak mau terus menerus meluapkan api kemarahan, untuk sejenak Weeby kembali merapatkan matanya, berniat agar napasnya teratur seperti sedia kala, serta mendinginkan suhu kepalanya yang sekarang sudah sangat panas.

"Woy, gue di sini, lo malah enak-enakan tidur, dasar cewek aneh!"

Cowok itu berteriak, menampol pipi Weeby dengan sarkas, seketika Weeby kembali menelanjangi bola matanya, ia terkejut, cowok dihadapannya ini sungguh membuat jantungnya bergoyang heboh, padahal yang terakhir kali Weeby lihat sebelum memejamkan mata, cowok itu masih terpaut jarak yang cukup jauh dengannya.

Dan sekarang, detik ini juga, cowok itu sudah sampai dihadapan Weeby. Satu hal lagi yang membuat kepala Weeby kembali memanas adalah teriakan cowok itu yang sungguh diluar batas, keras dan menyakitkan telinga, apalagi ketika ditambah dengan tampolan pipi dengan tangan lebarnya, benar-benar nggak tahu diri. Udah terlambat, bentak-bentak pula.

"Gue nggak tidur anjir!" sanggah Weeby cepat, lalu ia mengisyaratkan cowok dihadapannya untuk duduk disampingnya karena ada yang mau Weeby bahas. Dan ini hal yang sangat penting.

"Terserah lo lah, cepetan lo mau ngomong apa, gue nggak ada waktu," bentaknya lagi, tak lama setelah kalimat itu lolos dari bibirnya, dia duduk disamping Weeby.

Weeby menggeleng cepat, "kenapa lo terlat? Lo udah janji bakalan tepat waktu, tapi apa buktinya? Molor sepuluh menit, kan?" Weeby mencibir, menatap cowok disampingnya ini lamat-lamat. Separuh gondok..

"Ya gue kan pacaran dulu sama Resti, cuma sepuluh menit, jarang loh orang pacaran cuma sebentar, mungkin gue rekor terbaru di dunia," ucap cowok itu, menyeringai senang, menunjukkan giginya yang berderet dengan rapi.

Weeby mengeluarkan napasnya dengan pelan, tidak habis pikir dengan cowok itu yang terkadang sangat aneh, sifatnya kadang nyeleneh, tapi tak lama kemudian balik lagi ke sifat aslinya. Menyebalkan!

"Terserah lo, yang penting gue mau ngomong sama lo, dan ini sangat penting!"

"Apaan? Palingan lo mau marah-marah gaje, kan? Basi By!" Marcell menjawab cepat, menyandarkan punggungnya di kursi, lalu menatap Weeby dengan pandangan remeh. Tidak lupa pula, lipatan tangannya didada sudah ia lakukan.

Lagi dan lagi Weeby menggeleng sesaat, "bukan itu, ini menyangkut tentang elo," jawab Weeby mulai serius, guratan wajahnya sungguh meyakinkan.

"Masalah utang tadi pagi, lo pikun atau hilang ingatan sih, gue udah bayar utang-utang gue, ya?!" Marcell berbicara dengan nada ketus dan setengah membentak, matanya melotot penuh wanti-wanti.

Memang kadang semenyebalkan seperti ini jika sudah berbicara dengan cowok ini, selalu saja menyerbu tanpa pikir panjang. Weeby selalu menyemburkan emosi kemarahan jika berhadapan dengan Marcell.

"Lo dengerin gue ngomong dulu bisa nggak sih? Dari tadi nyerocos mulu. Gue nggak bahas tentang utang lo maupun mau marah-marah sama lo," jelas Weeby setengah kesal, malas sebenarnya bicara dengan Marcell, Weeby hanya kasihan kepada cowok itu, tapi ketika menerima balasan dengan ucapan menyebalkan seperti itu mendadak Weeby menjadi sebal.

Too Late To Realize (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang