three; closer

1.4K 59 1
                                    

Nadiar menatap tampilan dirinya di cermin dengan mata berbinar senang. Ditubuhnya, melekat sebuah kemeja berwarna putih yang dilapisi blazzer hitam dan rok hitamnya yang berjarak sedikit di atas lutut. Sambil tersenyum, Nadiar merapikan rambutnya dan menyimpan gumpalan rambutnya melewati bahu. Senyum Nadiar melebar melihat tampilan dewasanya. "Aduhh, cantiknya ciptaanmu, Ya Allah ..." ucapnya sambil mendesah, kagum pada dirinya sendiri.

Setelah bercermin beberapa menit, Nadiar lalu menggunakan sedikit bedak dipipinya. Setelah itu, memoleskan lipstik berwarna merah tebal dibibirnya. Melihat tampilan tante-tantenya, Nadiar cekikikan sendiri. "Aaa! Nadiar udah gede!"

Tak tahan berlama-lama mengagumi diri sendiri, Nadiar mengambil tas di kasurnya, lalu memilih satu heels berwarna hitam di rak sepatunya. Ia kemudian keluar dari kamar dengan senyum yang memenuhi pipinya. Sampai di lantai 1 rumahnya, ia memasuki ruang makan dimana seluruh anggota keluarganya sedang sarapan. "Pagi semuanya!! Pagi ini, pagi yang cerah di mana Nadiar udah dapet kerjaan dan pertama kali Nadiar masuk kerja. Ayo! Ayo! Beri Nadiar semangat!!"

Sementara Alden menatap malas sambil meneruskan makannya, Ayah dan Bunda Nadiar tersenyum cerah sambil mengucap, "Semangat sayang!!" dengan semangat menggebu, dan di tambah tepuk tangan sang Bunda.

Nadiar menangkup pipinya yang memerah akibat semangatnya yang terlalu menggebu. Tangan Nadiar lalu menyelipkan rambutnya di belakang telinga dengan gerakan slow motion. Setelah itu, Nadiar berjalan dengan dagu yang diangkat tinggi-tinggi dan langkahnya yang di buat tegas dan berwibawa.

Nadiar tidak tahu bahwa pagi itu lantai baru saja di pel dan dengan langkahnya yang tergolong kagok, Nadiar terpeleset saat itu juga di dekat kursi ruang makannya.

Hening.

Tidak ada komentar, tidak ada reaksi saat Nadiar nyungsep ke lantai dengan tidak elitnya.

"BUAHAHAHAHAHAHAH!" Tawa Alden pecah saat Nadiar mengangkat kepalanya dari lantai dengan wajah merah padam hingga ke telinga.

Sementara Nadiar cemberut, Alden tidak berhenti tertawa dan Ayah-Bunda Nadiar yang mengulum bibir agar tidak tertawa.

Merasa harinya hancur karena terjatuh, Nadiar terisak pelan, lalu setelah itu menangis kencang sambil terduduk di lantai. "HUA!! HUE!! ABANG JAHAT!!" Teriaknya di sela-sela tangis kejer.

Alden tertawa kencang, Nadiar menangis kencang.

Pagi itu, di kediaman keluarga Pak Sultan selaku ayah dari Nadiar dan Alden, sangat ramai dengan tangis dan tawa dari kedua anaknya.

"Alden."

Suara itu membuat Alden memelankan tawanya sambil menatap sang Ayah yang masih menahan tawa, tapi berusaha menatap tajam pada Alden.

Kepala Pak Sultan kemudian mengedik pada anak perempuannya yang masih menangis kejer di lantai. "Bantuin adek kamu."

Tawa Alden masih tersisa saat ia menatap pada sang adik yang masih menangis. Alden kemudian berdiri dari duduknya, dan berjongkok di depan Nadiar yang masih menangis. Alden memberikan senyum lebar, tapi terlalu lebar karena dia menahan tawa. "Cup, cup, cup. Udah, jangan nangis. Ntar lo telat ke kantornya. Aduuhh, make up lo luntur, tuh!"

Nadiar buru-buru menghentikan tangisnya. Matanya melotot, dan tangan Nadiar dengan cepat mengambil ponsel di saku untuk berkaca di layar ponselnya yang gelap. Mengetahui wajahnya sudah tak sesegar tadi, Nadiar kembali menangis kencang. "HUA!! HUE!! GARA-GARA ABANG!!"

Alden tertawa sebentar, lalu mengusap kepala Nadiar dengan lembut. "Sstt, ini hari pertama lo kerja! Jangan nangis dong! Semangat!!"

"ABANG NGESELIN!! HUE!!"

Handsome CEO [repost]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang