Banyak pertanyaan yang bersarang di kepala Alvis. Benar-benar banyak. Sangat banyak. Alvis menghela napas panjang, benar-benar tidak menyangka bahwa Nadiar bisa memenuhi pikirannya seperti ini. Alvis benar-benar sama sekali tidak memikirkan Irene dan kesedihan Alvis. Benar-benar penuh dengan pikiran tentang Nadiar. Nadiar. Dan Nadiar.
Alvis menggeram kencang, lalu memukul meja kerjanya, menumpahkan kefrustasiannya akibat memikirkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di kepalanya. Matanya lalu menatap Nadiar di balik jendela ruangannya. Perempuan itu terlihat sesekali menguap lebar, kemudian kembali berkutat dengan komputer di tempatnya. Alvis mendengus keras. Tak lama, ia melihat Nadiar seolah tersentak langsung berdiri, lalu berbicara dengan seseorang. Nadiar terlihat mengambil gagang telfon, dan tahu-tahu saja, telfon milik Alvis berdering.
Alvis mengangkat gagang telfonnya, lalu menyimpannya di telinga. "Halo?"
"Bos, ada tamu. Namanya Delon atau Telon atau apalah-apalah gitu. Saya lupa. Dan cowok ini juga tadi ngomongnya kaya bisik-bisik gitu. Tadi dia nanyain Bos. Dan katanya, dia bawa dokumen yang Bos butuhin. Gitu."
Alvis mengerenyit dan berpikir sejenak. Mengetahui kode tersebut, Alvis kembali teringat. "Saya kenal. Suruh dia masuk saja."
"Oke, Bos."
Nadiar lalu memutuskan sambungan. Dari dalam ruang kerjanya, Alvis dapat melihat Nadiar kembali berbincang, lalu tangannya terulur seolah mempersilahkan seseorang masuk.
Pintu ruangan Alvis terbuka, bersamaan dengan Nadiar yang kembali duduk di kursinya. Alvis kemudian mengalihkan tatapannya, menatap pada seorang laki-laki yang berjalan masuk dengan sebuah map coklat di tangannya. Lelaki itu berjalan dengan langkah mantap, lalu memberikan map itu pada Alvis. "Ini yang kemarin bapak minta."
Alvis mengangguk pelan. "Terima kasih," ucapnya, lalu mengambil map tersebut dan membukanya perlahan. Didalam sana, terdapat tumpukan foto dan juga tumpukan kertas yang membuat alis Alvis mengerenyit heran. "Kertas-kertas ini ..., apa?"
Lelaki itu adalah detektif swasta yang Alvis sewa. Detektif itu berdeham pelan. "Mereka adalah beberapa orang yang pernah dekat dengan Nadiar. Dan diantaranya, ada mantan, sahabat, musuh, dan para pacar."
"Para pacar?" tanya Alvis kaget, mengambil dua kata terakhir detektif tersebut. "Kamu gak salah ngasih kosa kata?"
Dan, ya. Tebakan kalian benar. Alvis menyuruh Detektif swasta untuk mencaritahu tentang pacar, mantan, teman, dan bahkan musuh Nadiar.
Alvis masih merasa heran. Saat di halaman kantor, ada seorang laki-laki yang menjemput Nadiar. Jelas, laki-laki itu bukanlah Kakak Nadiar yang bernama Alden. Dan lagi, Nadiar menggunakan panggilan aku-kamu, lalu bermanja ria sambil mengucap kangen. Dan saat Calvin datang, Alvis tertarik untuk mengetahui hal tersebut. Tentang siapa itu laki-laki yang menjemput Nadiar di hari pertama Nadiar bekerja.
Detektif tersebut terlihat berdeham, lalu menggaruk belakang kepalanya. "Erm ..., bahkan, tadinya juga saya tidak percaya hingga memeriksanya berkali-kali. Namun, saya rasa, analisis saya sudah benar."
Alis Alvis sukses bertaut dalam. Pantas saja Nadiar tenang-tenang saja saat putus. Ternyata, masih ada cadangan. Alvis menghela napas. "Ada berapa pacarnya yang sekarang?"
"Ehm ..., 4?"
"Empat?!"
Detektif itu terlihat bingung sendiri, lalu mengangguk. "Ya. Saya bahkan hafal nama-namanya."
Alvis mengerenyit heran. "Kenapa bisa?"
"Saya sudah melapor jika saya mengulang analisis saya. Saya bahkan mencari ulang segalanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Handsome CEO [repost]
ChickLitAKAN KEMBALI DI-POSTING DI WATTPAD [Cold Devil Series] #3 dalam chiklit, sabtu, 7 & 17 April 2018 [CERITA MASIH LENGKAP DAN DI HAPUS SEBAGIAN BESOK] "Bos ih! Kalo saya ntar bilang sorry, gimana?" "Hm." "Kalo saya bilang thank's, responnya gimana?" "...