eleven; impossible

981 49 2
                                    

Gaada inspirasi lain. Hampura pisan ie mah

Sudah lebih dari seminggu sejak kejadian di mana Alvis dipukuli oleh para brandalan dan berakhir di rumah keluarga Nadiar. Masih hangat di ingatan Alvis saat Bunda Nadiar menyuruh Alvis pergi ke toilet akibat air yang disemburkan oleh Pak Sultan ke wajah Alvis.

Alvis tahu itu adalah reaksi yang tidak disengaja akibat kaget yang berlebihan. Jadi, Alvis tidak mempermasalahkannya. Namun, Pak Sultan terus saja meminta maaf pada Alvis dengan menyesal. Alvis mewajarkan sifat Pak Sultan, karena ternyata Pak Sultan merupakan Wakil Direktur di perusahaan besar yang merupakan sekutu perusahaan Alvis.

Alvis hanya menenangkan dan terus berkata bahwa ia tak apa. Pak Sultan sudah memberi hormat pada Alvis, namun, Nadiar ternyata bermasalah juga.

Alvis masih ingat saat ia keluar dari toilet dan menemukan Nadiar yang menunduk takut sambil berkata, "Jangan suruh saya bunuh diri, bos. Saya beneran takut kemarin malem. Dan bos doang yang ada di sana. Jangan marah, ya? Kalo bisa, sih, jangan pecat saya juga. Saya kan baru 1 hari ada di sana. Kasihani saya, bos. Bos kan baik, sopan, ramah, murah senyum, dan tidak sombong. Yang paling penting, sih, bos ganteng banget. Dan biasanya, orang ganteng itu berperikemanusiaan. Jadi, jangan macem-macemin saya ya, bos?"

Alvis memang cuek orangnya. Masalah tersebut bukanlah masalah besar. Jadi, jawaban Alvis hanyalah anggukan dan tidak meneruskan pembicaraan lagi.

Selama seminggu ini, Alvis di rawat di rumah sakit. Bukan masalah serius. Hanya saja, luka Alvis yang terlalu banyak membuat wajahnya tidak berbentuk dan mengharuskan untuk segera pulih agar dapat hadir di pertemuan perusahaan dengan wajah yang tidak memalukan.

Rumah sakit memiliki obat-obatan yang mempercepat pemulihan. Maka dari itu, Alvis lebih memilih di rawat untuk sementara. Selama di rumah sakit, Alvis juga berkerja. Nadiar pun sering sekali menjenguknya dan memberitahukan tugas-tugas Alvis. Walapun akhirnya, Nadiar pasti mengomel panjang lebar dengan inti yang sama. Yaitu, "Bos itu masih sakit, bos! Ngapain kerja, sih?"

Alvis harus tahan dengan itu selama sehari 3 kali layaknya obat. Nadiar benar-benar Sekertaris yang tidak tahu diri. Berani sekali memarahi Alvis yang notabenenya adalah CEO perusahaan di mana perempuan itu bekerja. Alvis sempat meminta sekertaris baru pada Devan. Namun, Devan juga malah mengomelinya dan berkata, "Lo tau berapa keringat yang gue keluarin buat nyari Sekertaris yang perfect banget dan tahan ama lo?! Gak tau, kan?! Gue juga gak ngitung berapa banyaknya! Yang pasti, banyak banget! Dan sebagai sahabat dan bos yang baik, lo seharusnya ngerti keadaan dan mandiri! Jangan ngeluh!"

Padahal Alvis sedang menggunakan seragam rumah sakit. Dan kenapa orang-orang itu tega sekali mengomeli Alvis?

Mengingatnya, Alvis mendengus kasar bersamaan dengan kakinya yang menginjak pedal rem mobil. Alvis lalu membuka seatbeltnya dan keluar dari mobil. Setelah menutup pintu dan menekan remot kunci mobil, Alvis berjalan mendekati pintu panjang sebuah rumah mewah bercat putih dengan pilar di halamannya. Ini rumah orangtua Alvis.

Sudah lebih dari seminggu Alvis tidak ke sini dan bertemu keluarganya. Dan masih hangat di ingatan Alvis saat melihat keluarga Nadiar yang amat sangat harmonis. Dan dari situ, Alvis tahu darimana Nadiar mendapatkan sifatnya. Dari Pak Sultan, tentunya. Karena tidak mungkin sifat Nadiar di turunkan dari Bu Rosa selaku Ibu Nadiar yang amat anggun dan kalem. Berbanding terbalik dengan ketiga orang anggota keluarga lainnya.

Alvis sudah melewati pintu utama dan dapat melihat 3 anggota keluarga di dalamnya. Di meja makan, terdapat Sammy Sintia Gideon, adik perempuan Alvis. Sedangkan di sofa panjang, ada Ayah dan Ibu Alvis. Ayah sedang membaca koran, sedangkan Ibu sedang menyender di sofa sambil memainkan ponsel. Alvis tersenyum miris sekilas melihatnya.

Mengapa sangat berbanding terbalik? Sangat berbeda dengan keluarga Nadiar yang penuh keributan, namun terkesan hangat. Dan keluarga Alvis yang terlihat tenang, namun terkesan dingin hingga membuat Alvis sendiri merinding.

Alvis menahan dengusan kesalnya. Ia melangkah ke Ayah dan Ibunya. "Ma, Pa." sapanya, membuat 2 orang itu mendongak sekilas. Alvis langsung menyalimi keduanya dan tak ada pergerakan lainnya lagi. Sangat miris.

Alvis menelan ludah. Ia kemudian berjalan ke arah adiknya. Sebuah senyum yang tidak sampai ke mata tercetak memenuhi pipinya. "Sammy-ku~" sapanya datar, namun di buat manja.

Sammy menoleh sekilas, lalu meneruskan makannya.

Alvis duduk di samping Sammy, di kursi yang lain di meja makan itu. Tangan Alvis lalu terangkat dan mengacak rambut Sammy. "Sayang."

Sammy menoleh sekilas, lalu membenarkan tataan rambutnya kembali. "Gila," gumamnya pelan, kemudian meneruskan makannya yang tertunda.

Alvis tidak menyerah. Ia melebarkan senyumnya, membuat wajahnya terlihat seram karena matanya tidak ikut tersenyum. Tangan Alvis lalu kembali terulur, dan mencubit pipi adiknya keras-keras sambil berucap. "Unch," panjang.

Sammy melotot, lalu menyingkirkan tangan Alvis dari pipinya. "Stress," komentarnya, kemudian meneruskan makannya lagi.

Alvis tidak menyerah. Kali ini, kepalan tangannya yang melayang menjitak kepala Sammy dengan kencang.

"AW!" teriak Sammy kencang, lalu menatap horror pada Alvis yang tersenyum konyol di buat-buat. Tubuh Sammy bergidik ngeri. Cepat-cepat, ia berdiri dari duduknya dan berlari ke lantai 2.

Alvis masih setia dengan senyum konyolnya. Saat suara langkah kaki Sammy di tangga menghilang, barulah wajah datar Alvis terlihat. Suatu kenyataan menghampiri Alvis. Barusan, Alvis mencoba untuk membuat keluarganya mirip seperti keluarga Nadiar.

Alvis mendengus menyadari bahwa dirinya iri pada keluarga kecil Nadiar.

"Kamu kenapa Alvis?"

Suara dingin Ibu Alvis membuat Alvis menatap ke arah sofa, di mana disana ternyata Ibu dan Ayah Alvis sedang menatap Alvis dengan raut heran.

Alvis menggeleng sekali. "Gapapa." jawabnya, dan di respon dengan gelengan kedua orang di sana. Namun tak lama. Karena setelahnya, mereka kembali pada kesibukan mereka masing-masing.

Alvis sadar. Keluarganya, tidak akan pernah berubah. Sangat mustahil untuk membuat keluarga Alvis se-harmonis keluarga Nadiar.

Handsome CEO [repost]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang