Baga$kara : sayang
Baga$kara : kita putus aja ya
Baga$kara : aku gak tahan pacaran sama kamu 😿🙏😘😘Nadiar GP : serah lu, nyet
Nadiar GP : waktu putus aja lu manggil aku-kamu
Nadiar GP : waktu masih pacaran, lu sering banget nistain gueBaga$kara : dih
Baga$kara : lu emang nista, kali
Baga$kara : jadi, kita putus nih, yang?😘😘😘Nadiar GP : itu tolong panggilan dan emotnya di kondisikan
Nadiar GP : yaiyalah, kita putus
Nadiar GP : mana tahan gue pacaran ama lo
Nadiar GP : ini adalah awal menuju kebahagiaan
Nadiar GP : BUAHAHAHAHHABaga$kara : kamu emang mantan teranjing
Baga$kara : mantan ternistaNadiar GP : dan mantan terlama yang tahan ama lo
Baga$kara : eh iya
Baga$kara : 5 bulan, kan, ya?
Baga$kara : rekor, jir
Baga$kara : biasanya, gue paling lama pacaran 3 hari
Baga$kara : mantan, ayo kita meet up
Baga$kara : gue mau mutusin secara face to face 😘😘😘Nadiar GP : bicik, lu
Nadiar GP : gue lagi kerja, nyetBaga$kara : eh, si mantan
Nadiar GP : bangshit
"Nadiar?"
Kepala Nadiar terangkat dari layar ponsel, lalu mendongak untuk menatap ambang pintu ruangan CEO, dimana suara itu berasal. Nadiar yang melihat Alvis berada di bingkai pintu, cepat-cepat berdiri sambil nyengir lebar. "Eh, Bos. Tumben nggak nelfon dulu? Kangen liat muka cantik saya, ya? Aduh, si Bos bikin saya makin malu, deh. Serius, Bos. Saya masih punya malu, kok! Hehe."
Alvis hanya mengangkat sebelah alisnya seolah mengatakan serius-lo-?. Setelah itu, Alvis menghela napas dan berdecak sambil menggelengkan kepalanya pelan. "Saya ingin nanya sama kamu."
"Nanya apa, Bos?" tanya Nadiar dengan alis yang mengerenyit heran. "Tumben izin dulu. Gak ada larangan buat nanya, kok. Bertanyalah sebelum bertanya dilarang. Hehe," ucapnya sambil nyengir lebar kembali.
Alvis mendengus pelan. "Saya butuh teman untuk pergi ke suatu tempat. Dan saya ingin tahu, apakah kamu boleh pulang agak malam oleh orangtua kamu?"
Nadiar mengangguk mengerti dengan mulut yang membulat. "Penting, gak, Bos?"
Alvis tidak langsung diam dan hanya menatap Nadiar lama. Tatapannya datar dan lurus-lurus ke arah Nadiar. Dan hal itu, sukses membuat Nadiar gugup sambil meremas ujung roknya. Nadiar pun diam menatap Alvis, menunggu Alvis mengalihkan pandangan dan mengaku kalah oleh tatapan Nadiar.
Namun ternyata, yang duluan kalah adalah Nadiar. Ia terkekeh, lalu menunduk sejenak sebelum kembali menatap Alvis. "Bos?"
"Penting."
Singkat, jelas, dan tanpa di ganggu gugat. Setelah menjawab seperti itu, Alvis berbalik dan menutup pintunya. Nadiar mengerjapkan matanya dengan cepat, terlalu heran dengan Bosnya yang menurut Nadiar agak sengklek. Dan Nadiar hanya dapat mendengus sebal, lalu menjatuhkan bokongnya di kursi.
Baru saja Nadiar akan mengumpat, pintu kembali di buka dan otomatis membuat Nadiar kembali berdiri dengan mata yang melotot horor ke arah pintu ruangan Alvis. Di sana, Alvis hanya menatap Nadiar, lalu kembali berbalik. Nadiar kira, Alvis akan kembali masuk. Namun, Alvis hanya diam di tempat dengan ujung matanya yang menatap ke arah Nadiar. Beberapa detik kemudian, Nadiar mendengar Alvis berucap, "Saya senang kamu kembali." lalu masuk ke dalam ruangannya.
Nadiar dibuat melongo dengan kelakuan Alvis yang baru dilihatnya. Ia kemudian menggelengkan kepalanya pelan, lalu kembali duduk di kursinya. Kepala Nadiar menggeleng prihatin. "Selain dingin dan judes, si Bos ternyata agak sengklek."
***
"Sudah siap?"
"Siap, Bos!"
"Kamu sudah izin?"
"Sudah, dong, Bos."
"Kita bisa berangkat sekarang?"
"Kapan pun Bos mau, deh."
Alvis mengangguk pelan sambil meneliti penampilan Nadiar yang memang sudah rapi. Nadiar bahkan memoles sedikit blush on dan lipstik di wajahnya. Padahal, Alvis hanya akan mengajak Nadiar ke pantai. Dan itu hanya sebentar. Karena yang akan Alvis lakukan di sana hanya merenung dan makan, mungkin? Alvis mendengus pelan. "Yasudah, kita pergi sekarang."
Nadiar mengangguk cepat, lalu nyengir lebar.
Alvis tersenyum dalam hati. Saat Nadiar masuk rumah sakit karena pingsan, Alvis pikir, hari ini Nadiar akan absen kerja. Namun ternyata, dugaan Alvis melenceng. Nadiar masuk kerja dengan diri Nadiar yang kembali seperti saat awal kerja.
"Diar!"
Alvis dan Nadiar kompak mengalihkan pandangan ke arah pintu. Disana, ada pasangan tercocok di dunia yang masuk dengan ekspresi yang benar-benar berbeda. Kalau yang si perempuan berekspresi ceria dan semangat, si laki-laki berwajah lesu dan gondok. Alvis hampir tertawa melihat wajah tersiksa Devan.
"Dizi! Ngapain lo kesini?" Nadiar bersuara, membuat Alvis sadar seharusnya ia menanyakan hal yang sama seperti Nadiar.
Dizi hanya tersenyum lebar, lalu melompat ke arah Nadiar dan merangkul Nadiar dengan erat. "Gue mau ajak makan siang! Sekalian ngenalin si monyet satu ini ke lo, hehe."
Nadiar melotot ke arah Dizi. "Ya ampun, Dizi! Lo ngapain bawa monyet ke dalem kantor?! Tar kalo ngamuk, gimana?! Lo mau tanggung jawab buat nangkep tuh monyet, hah?! Gak ngotak, lo!"
Alvis hampir saja menyemburkan tawanya melihat Devan yang melotot ke arah dua sejoli itu.
"Lo yang gak ngotak, bego!" Dizi membalas sambil menjitak kencang kepala Nadiar.
Nadiar melotot, lalu menjitak belakang kepala Dizi. "Kenapa nyalahin gue?! Dan lagi, ngapain lo jitak-jitak gue?! Kasar, ya! Gak suka, deh."
"Eh, monyet, maksud gue itu, kata monyet yang tadi gue bilang ke lo itu perumpanaan, bego! Kayak gue ngejek lo sekarang, monyet!"
Nadiar cemberut karena di ejek monyet 2 kali. Alvis tersenyum kecil melihatnya. Namun, satu ingatan membuat Alvis menghilangkan senyumnya dan menatap Nadiar dengan mata yang memincing. Entah mengapa, beberapa kalimat yang barusan Nadiar lontarkan seperti pernah dilontarkan dengan nada dan suara yang sama.
"Lo denger gak?! Gaboleh kasar-kasar!"
Alvis menahan napasnya. Matanya meliar menatap setiap jengkal wajah Nadiar. Wajah yang saat ini menampilkan kekesalan.
"Lo ini kasar banget, sih! Main tonjok aja! Gak sopan! Ih, gue gak suka! Walaupun lo ganteng, gue gak suka! Kasar! Dingin! Iiihhh!"
Mulut Alvis terbuka setengah. Sekarang, Alvis tahu dimana dan kapan pertama kali mereka bertemu. Ya, Alvis dan Nadiar.
"... Bos!"
Mata Alvis mengerjap cepat, lalu menatap pada Nadiar yang menatap aneh pada Alvis. Alvis menelan ludah dengan susah payah. "Y-ya?"
"Ini ..., gimana nih? Dizi ngotot banget pengen makan bareng saya. Jadi gimana?"
"Ayo, dong, ganteng," Dizi menatap Alvis dengan wajah memohon. "Lo ikut juga, deh. Kalo lo nolak, gue bakal bongkar apa yang lo tanyain ke gue waktu kemarin," ancamnya dengan sudut mata yang mengarah pada Nadiar.
Alvis melotot, lalu menghela napas panjang. "Oke."
Dizi berseru senang, yang diikuti oleh Nadiar. Mereka melompat kesenangan, lalu saling memeluk erat.
Alvis tersenyum melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Handsome CEO [repost]
ChickLitAKAN KEMBALI DI-POSTING DI WATTPAD [Cold Devil Series] #3 dalam chiklit, sabtu, 7 & 17 April 2018 [CERITA MASIH LENGKAP DAN DI HAPUS SEBAGIAN BESOK] "Bos ih! Kalo saya ntar bilang sorry, gimana?" "Hm." "Kalo saya bilang thank's, responnya gimana?" "...