Alden memarikirkan mobilnya di depan rumah kediaman keluarga Inandra, saat ternyata tidak ada satpam yang sigap dan biasanya langsung membuka pagar untuk kendaraan masuk. Mereka lalu keluar dari mobil dengan tangan Alden yang menggenggam erat tangan Nadiar. Alden berjalan perlahan ke arah pagar, dan ternyata pagar tersebut tidak tertutup. Alden menggeram karena keteledoran satpam rumah tersebut.
Alden berjalan masuk dengan tangannya yang semakin erat mengenggam tangan Nadiar. Dapat Alden rasakan tangan Nadiar panas dingin dan embusan napas Nadiar yang juga terasa bergerak cepat akibat takut. Alden menelan ludah, lalu menghampiri pos satpam. Dan Alden terlonjak saat kepala satpam tersebut tepat berada di satu jengkal ujung sepatunya.
"ABANG!" Nadiar memekik, lalu langsung menutup mulutnya saat Alden menatap Nadiar dengan mata tajamnya.
Mereka kembali meneruskan langkah saat melihat perut satpam itu bergerak dan menunjukan bahwa satpam tersebut hanya pingsan.
"Bang, Satpam tadi gak di tolongin?" Nadiar bertanya dengan nada bicaranya yang berbisik. "Kasian."
Alden menghela napas panjang. "Kita harus nemuin Irene dulu sebelum nolongin orang. Prioritas kita kesini siapa, coba, kalo bukan Irene?"
"Tapi satpam itu-"
"Yaudah, lo aja sana yang tolongin."
"Emang boleh?"
Alden menghentikan langkahnya, lalu menatap Nadiar dengan matanya yang melotot. "Jangan dulu! Lo inget, kan, apa yang tadi gue bilang? Bahaya, Nad! Gue gak mau lo kenapa-kenapa! Lo liat satpam tadi? Dia cowok, jago berantem, dan berbadan gede. Tapi apa? Dia pingsan, kan? Jadi, bisa di pastiin ini bukan hal yang bisa kita tangani dengan mudah."
"Tadi bukannya lo yang nyuruh?" balas Nadiar sambil cemberut.
Alden menghela napas panjang. "Gue gak serius, Nad. Gue gak mungkin biarin lo dalam bahaya."
Nadiar berdecak sebal. "Ya, ya, terserah."
Mereka meneruskan perjalanan mereka dengan masih mengendap, takut jika masih ada penyusup di dalam rumah itu. Saat sampai di pintu, Alden mengintip ke dalam, di ikuti Nadiar.
Nadiar kini menarik napas kaget, lalu memebekap mulutnya sendiri, kaget dengan apa yang dia lihat.
Ya, Alden mewajarkan. Ternyata, para bodyguard Satria sudah tergeletak di lantai dengan kondisi babak belur dan pingsan di lantai. Bahkan, ada bodyguard yang menimpa tubuh bodyguard lainnya. Melihat dari banyaknya orang yang terluka, Alden yakin penyusup itu tidak sedikit.
Suara gemuruh di dalam rumah membuat Alden dan Nadiar saling lirik. Nadiar langsung tersentak, dan berlari memasuki rumah. Alden melotot menatap Nadiar yang sudah jauh di depan. "DIAR! BRENGSEK!" serunya, lalu ikut berlari dan mencoba mengejar Nadiar.
Namun, ternyata Nadiar terlalu jauh untuk Alden capai. Dan akhirnya, mereka terhenti di sumber suara gemuruh itu.
"Nad! Kenapa lo keras kepala banget, sih?!" bentak Alden dengan nada suara pelan, takut ada penyusup yang masih berada di sini dan mendengar mereka.
Nadiar tidak menghiraukan perkataan Alden, dan langsung membuka kunci yang menggantung di kamar tersebut, lalu membuka pintu lebar-lebar.
Alden melotot saat melihat sebuah vas bunga melayang ke arah Nadiar. Langsung saja Alden berteriak, lalu menarik tangan Nadiar agar tubuh Nadiar menempel di tembok.
"Nadiar? Alden?"
Mengenali suara itu, Alden dan Nadiar langsung menghampiri kamar dan menemukan Irene yang berdiri dengan gemetaran dan wajahnya yang pucat. Ternyata, yang melempar vas adalah Irene. Mungkin, Irene mengira mereka adalah komplotan penyusup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Handsome CEO [repost]
ChickLitAKAN KEMBALI DI-POSTING DI WATTPAD [Cold Devil Series] #3 dalam chiklit, sabtu, 7 & 17 April 2018 [CERITA MASIH LENGKAP DAN DI HAPUS SEBAGIAN BESOK] "Bos ih! Kalo saya ntar bilang sorry, gimana?" "Hm." "Kalo saya bilang thank's, responnya gimana?" "...