ㅡfive.

3.4K 535 60
                                    

Yeonjun menghentikan laju skateboard-nya saat ia melewati rumah Soobin dan menemukan anak itu sedang membaca buku di pekarangan.

"Soobin!"

Panggilnya dan ia langsung menepuk dahinya, merasa bodoh karena mau berteriak sekali pun, Soobin tidak akan mendengarnya. Yeonjun mengangkat skateboard-nya dan membuka pagar rumah Soobin. Ia menghampiri pemuda itu dan sepertinya Soobin sadar akan kehadiran Yeonjun dengan bayangan tubuhnya yang menutupi cahaya matahari yang menerpanya.

Sebuah senyuman tertarik dari sudut bibir Soobin. Pemuda itu mengeluarkan suara-suara yang Yeonjun tidak mengerti dari mulutnya, sepertinya ia senang Yeonjun datang kemari. Kemarin malam Yeonjun mencoba mempelajari bahasa isyarat dari internet dan di sekolah pun ia bertanya pada Taehyun tentang bahasa isyarat agar dapat berkomunikasi dengan lebih mudah kepada Soobin.

"Kau sudah pulang sekolah?"

Tulis Soobin pada lembaran buku yang diberikan Yeonjun padanya beberapa hari lalu dan sejak saat itu Soobin selalu membawa buku itu kemana pun ia pergi. Yeonjun mengangguk lalu menulis sesuatu disana.

"Aku bawa hadiah untukmu"

Kedua netra Soobin membulat sempurna. Ia menepuk kedua tangannya semangat dan langsung menuliskan sesuatu di bukunya.

"Hadiah apa? Kau tidak perlu repot-repot! Tapi aku senang menerima hadiah darimu"

Yeonjun menarik sebelah tangan Soobin sedangkan tangannya yang lain merogoh sesuatu dari saku blazernya. Ia menaruh beda itu di telapak tangan Soobin, sebuah peluit berwarna kuning. Soobin mengerutkan dahinya lalu memiringkan kepalanya lucu, sepertinya ia bingung tentang kenapa Yeonjun memberikan sebuah peluit kepadanya.

"Aku lihat kau kesulitan memanggilkukemarin. Jadi aku memberikan peluit ini yang bisa kau tiup kapan pun saat kau bertemu denganku atau saat kau sedang mencariku"

Yeonjun menyampaikan kata demi kata yang ia pelajari menggunakan bahasa isyarat. Soobin menutup mulutnya kagum. Bagaimana bisa Yeonjun mempelajari semua itu dengan cepat?

Soobin tersenyum senang. Ia lalu memeluk Yeonjun dan membuat pemuda itu tersentak atas perlakuannya yang tiba-tiba. Tidak membutuhkan waktu lama untuk Yeonjun membalas pelukan pemuda itu dan akhirnya mereka melepas pelukan itu.

"Terima kasih telah menjadi temanku"

"Sama-sama. Aku sangat beruntung telah bertemu denganmu"

...

"Kau harus ikut denganku, Narae! Tinggalkan anak cacat ini!"

Bentak seseorang di sebrang sana yang mengintrupsi tidur Yeonjun. Yeonjun membuka pintu balkonnya dan memincingkan kedua matanya. Berusaha melihat apa yang terjadi di sebrang sana. Terdapat Narae yang memeluk Soobin erat dan seorang laki-laki paruh baya yang sedang menarik lengan Narae kasar.

Yeonjun berlari ke dalam rumah dan bergegas untuk turun. Ia segera berlari keluar menuju rumah di sebrang rumahnya.

"Hey, lepaskan tanganmu!"

Bentak Yeonjun kepada pria paruh baya itu. Pria itu hanya tertawa meremehkan. Ia melepas genggaman tangannya pada lengan Narae sedangkan Soobin sudah menangis memeluk Narae erat.

"Anak kecil mau apa? Mau sok jadi pahlawan?"

"Aku memang anak kecil tapi jika tandinganku adalah pria bajingan sepertimu maka aku bisa dikatakan lebih dari seorang pahlawan"

Baku hantam terjadi diantara Yeonjun dan pria itu. Narae yang menyaksikannya hanya dapat menangis dan berteriak meminta pertolongan namun nihil, tidak ada yang membantu mereka. Yeonjun terus menghindari pukulan dari pria yang kiranya berusia 50 tahun itu. Sedangkan pukulan darinya telah melayang di pelipis serta rahang pria yang kini sudah babak belur. Tak dapat disangka Yeonjun dapat mengalahkan dan menyebabkan pria paruh baya di hadapannya ini babak belur jatuh tersungkur ke aspal.

"Lihat saja nanti, bocah ingusan"

Ancam pria itu sebelum ia berlari menjauh. Yeonjun membantu Narae dan Soobin untuk berdiri. Tubuh Soobin bergetar hebat, sepertinya ia sangat ketakutan.

"Lebih baik kita masuk terlebih dahulu"

...

"Jadi begitu ceritanya"

Yeonjun hanya dapat membeku di posisinya saat Narae menceritakan semuanya. Dimulai dari Soobin yang mengalami kerusakan di indera pendengarannya akibat ulah ayahnya yang menjatuhkannya saat Soobin masih bayi serta suaminya yang terus menurus menyuruh Narae untuk ikut dengannya dan meninggalkan Soobin di panti asuhan.

Saat ini Soobin sudah tertidur setelah ia berhasil ditenangkan oleh Yeonjun yang terus menerus memeluknya. Luka robek di ujung bibirnya pun sudah diobati. Narae bilang, saat ayahnya tiba dan Soobin membukakan pintu, pria itu langsung menghajar Soobin.

"Aku keluar dulu dan akan ku bawakan selimut serta bantal ekstra jika kau memaksa untuk menginap. Maaf merepotkanmu"

"Tidak, nyonya. Justru aku yang merepotkan. Terima kasih banyak"

Narae menutup pintu kamar Soobin dan meninggalkan Soobin serta Yeonjun di dalam. Yeonjun menatap Soobin yang sedang tertidur lelap. Wajahnya sangat tenang dan ia bahkan tersenyum saat ia tertidur. Rasanya sangat menenangkan dapat melihat Soobin yang seperti ini dibandingkan melihat Soobin dengan kedua netranya yang memancarkan kesedihan yang mendalam.

Yeonjun tiba-tiba menyadari sebuah peluit berwarna kuning dengan talinya yang melingkar di leher Soobin. Ia benar-benar memakai peluit yang Yeonjun berikan. Yeonjun tersenyum hangat sembari merapikan anak-anak rambut yang menutupi kening pemuda itu.

"Aku akan menjagamu selalu, aku janji".

TO BE CONTINUED

i can hear your voice | yeonbinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang