ㅡtwelve.

2.7K 436 14
                                    

Yeonjun menatap ke arah jam dinding yang berada di depan ruangan. Peluh menetes dari pelipisnya begitu juga keningnya. Saat ini Yeonjun sedang melaksanakan tes seleksi beasiswa yang di selenggarakan di sebuah gedung pertemuan di pusat kota, ia juga tidak lupa untuk meminta izin kepada pihak sekolah agar dapat membolos hari ini.

Dua jam sudah berlalu dan masih tersisa satu jam lagi hingga Yeonjun harus mengumpulkan lembar jawaban yang ia kerjakan. Sudah tiga puluh lima dari lima puluh soal yang ia kerjakan di sesi ini. Sedari pagi, Yeonjun sudah melakukan tiga sesi seleksi dan sesi ini adalah sesi yang terakhir. Yeonjun mengeluarkan segala hal yang telah ia pelajari beberapa minggu terakhir dalam tes ini. Sayang sekali Taehyun tidak berada di ruangan yang sama dengan Yeonjun, tapi ia sudah dapat menebak pasti Taehyun dapat mengerjakan soalnya dengan sangat tenang, berbeda dengannya.

"Sial, soalnya sulit sekali"

Gumamnya sembari menggaruk kepalanya dengan ujung pensil. Menit demi menit berlalu dan kini hanya tersisa lima belas menit untuk Yeonjun mengerjakan lima soal terakhir yang sedari tadi membuat dirinya mengucapkan sumpah serapah. Pensil yang ia gunakan sedari tadi sudah ia letakan di sebelahnya, ia sudah mulai menyerah dengan soal yang tersisa.

"Bukan waktunya untuk menyerah, Yeonjun. Demi Soobin, kau pasti bisa"

Batinnya lalu kembali mengambil pensil yang berada di sebelahnya. Ia mulai kembali menghitung dengan teliti hingga satu persatu soal-soal itu terselesaikan dengan sempurna. Lima menit tersisa dan Yeonjun kembali memeriksa soal yang dirasa membuatnya ragu.

Yeonjun akhirnya mengumpulkan lembar jawabannya lalu membungkuk pada seorang pria paruh baya yang berjaga di depan ruangan, ia ada adalah peserta terakhir yang mengumpulkan lembar jawabannya. Pria itu memincingkan matanya saat ia menatap ke arah Yeonjun, sepertinya sosok Yeonjun cukup familiar untuknya.

"Hey, anak muda. Sepertinya aku mengenalmu"

Panggilnya tiba-tiba yang menghentikan langkah Yeonjun saat ia sudah hampir keluar dari ruangan. Yeonjun membalikan tubuhnya dan menatap ke arah sumber suara, ayahnya Soobin? Bukan kah itu ayahnya Soobin yang sebelumnya pernah ia hajar?

"Benar kan! Kau yang waktu itu menghajarku. Anak kurang ajar"

Pria bernama Choi Taeeun itu langsung berjalan ke arah Yeonjun setelah ia meletakan seluruh lembaran jawabannya di atas meja. Tangannya meraih kerah kemeja yang Yeonjun kenakan, sepertinya Taeeun sudah tidak peduli jika ia akan kehilangan pekerjaannya akibat menghajar anak di hadapannya.

"Tuan, dengar! Aku minta maaf soal itu! Tidakㅡ seharusnya kau yang meminta maaf tapi aku juga salah karena telah menghajarmu karena aku tidak terima jika kau mengatakan hal buruk kepada Soobin!"

"Kau tidak tahu apa-apa tentangku, keluargaku, dan anak cacat itu"

"Aku memang tidak tahu apa-apa, tuan! Tapi aku akan memastikan bahwa kau tidak akan memanggil Soobin dengan sebutan itu lagi! Lepaskan aku dulu!"

Taeeun berdecih. Ia melepaskan cengkramannya dari kerah Yeonjun dan Yeonjun langsung terbatuk. Taeeun hampir mengangkat tubuhnya jika saja ia tidak segera melepas cengkramannya. Kedua tangan pria itu kini berkacak pinggang, sebelah alisnya terangkat, dan seringaian masih ada disana.

"Dengar tuan, kau yang telah membuat Soobin menjadi seperti itu dan apa kau tidak malu menghina anakmu sendiri?"

Taeeun membulatkan matanya sempurna. Bagaimana bisa Yeonjun mengetahui hal itu?

"Cih, tau apa kau tentang kami"

"Aku memang tidak mengetahui apa-apa tapi yang ku inginkan sekarang adalah berhenti lah menyebut Soobin dengan sebutan seperti itu karena sebentar lagi ia akan sembuh"

Taeeun yang semula menatap ke sembarang arah kini memfokuskan kedua netranya pada pemuda di hadapannya. Keningnya berkerut semakin dalam. Ia tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Yeonjun saat ini.

"Apa maksudmu?"

"Aku akan membiayai pengobatan Soobin hingga ia sembuh, maka berhenti lah memanggilnya seperti itu"

...

Yeonjun dan Taeeun kini berada di kafeteria yang disediakan di dalam gedung. Rasanya sangat canggung karena sebelumnya Yeonjun pernah menghajar pria ini dan sepertinya Taeeun juga masih belum memaafkan Yeonjun.

"Dengar, nak. Aku adalah seorang pengecut"

Ucap Taeeun pada akhirnya setelah ia menyesap kopi yang ia pesan. Yeonjun menegakan tubuhnya, bersiap untuk mendengarkan.

"Dulu aku sangat bahagia saat anak laki-lakiku lahir. Aku sangat menginginkan anak laki-laki namun saat aku menunjukan anakku pada keluargaku, mereka tidak menyukainya. Semuanya salahku karena dulu aku menikah dengan Narae tanpa restu orang tua karena aku sangat mencintai Narae dan itu menyebabkan tidak ada yang mendukung pernikahan kami. Keluargaku juga semakin menjadi saat mereka tahu bahwa aku sudah memiliki anak "

Taeeun menundukan kepalanya. Entah apa yang membuat ia bercerita seperti ini kepada pemuda yang baru saja ia kenal.

"Lalu, suatu hari pikiranku sangat kalut. Aku dipecat, keluargaku mengusirku, dan aku pulang dalam keadaan mabuk. Aku sungguh tidak sengaja menyakiti Narae dan menjatuhkan anakku yang saat itu masih berusia empat minggu. Aku bahkan melarikan diri setelah kejadian itu dan Narae menuntut cerai kepadaku. Aku tidak pernah tahu kesalahanku hari itu menyebabkan anakku kehilangan masa depannya dan aku malah menyalahkan dia selama bertahun-tahun atas apa yang telah menimpaku. Narae juga pasti sudah menceritakan tentang aku yang terus memaksanya untuk tinggal bersamaku dan meninggalkan anakku di panti asuhan. Aku berpikir bahwa kehadirannya yang membuat keluargaku mengusirku, membuatku kehilangan pekerjaanku, dan membuatku kehilangan Narae"

Taeeun akhirnya menyelesaikan ceritanya. Yeonjun yang berada di hadapannya hanya mematung. Ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Terlalu banyak hal yang telah terjadi di kehidupan Soobin dan keluarganya. Ia tidak tahu jika ia dapat membuat hidup Soobin lebih baik atau malah semakin buruk.

"Aku percaya padamu, nak. Aku tidak bisa membuat anakku bahagia, aku bahkan menghancurkan masa depan dan kebahagiaan yang seharusnya ia dapatkan"

Taeeun menahan perkataannya lalu tersenyum sembari menepuk pundak Yeonjun pelan,

"Tolong buat anakku bahagia, tolong buat Soobin bahagia"

...

"Yeonjun!"

Panggil seorang pemuda dengan seragam yang sama dengan yang dikenakan oleh Yeonjun. Yeonjun langsung tersenyum begitu mendapati sahabatnya berjalan menghampirinya.

"Dari tadi aku mencarimu. Kau kemana saja? Ponselmu juga tidak aktif"

"Aku tadi bertemu ayahnya Soobin"

Taehyun langsung tertegun begitu ia mendengar ucapan Yeonjun. Bagaimana bisa ia bertemu ayahnya Soobin di tempat seperti ini?

"Loh, kok bisa bertemu disini?"

"Ayahnya Soobin ternyata bekerja di lembaga yang menyelenggarakan beasiswa ini. Kebetulan tadi dia yang menjaga ruanganku. Omong-omong bagaimana tesnya? Pasti sangat mudah bagimu, bukan?"

Taehyun hanya tersenyum sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia lalu mengangkat bahunya acuh tak acuh. Sudah tidak dapat diragukan lagi, seorang Kang Taehyun penyandang medali emas untuk olimpiade matematika dan sains pasti dapat menaklukan berbagai macam soal.

"Kau hebat, aku selalu bangga padamu, Taehyun"

"Aku juga bangga padamu, Yeonjun. Bangga akan tekad dan kerja kerasmu serta ketulusanmu"

TO BE CONTINUED







Selamat ulang tahun Huening Kai! ♡

i can hear your voice | yeonbinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang