20. Spoiler.

3.4K 515 125
                                    

Holaaa.

Hehehe. Sebentar lagi work ini, end.

Sisa satu part lagi, plus epilog. Okee.

Silahkan dibaca dengan penuh penghayatan.

***

Hari ke-68.

Rachel duduk di taman belakang kampusnya sendirian, menikmati semilir angin yang menerpanya yang sesekali menjatuhkan daun mapple, tempatnya berlindung dari sengatan matahari itu berjatuhan menimpanya.

Sekali lagi, gadis itu menghapus air matanya kasar. Mencoba untuk menetralisir sakitnya yang semakin menjadi-jadi.

Karena sudah jam pulang, gadis itu tidak sama sekali mencoba meredam suara isakannya, masa bodoh jika ada orang yang mendengarnya dan mengira itu adalah suara penunggu. Rachel tidak peduli lagi. Yang terpenting dirinya bisa menangis.

"Ngapain sih nangis sendirian? Dibilang kalau ada masalah, bagi ke aku." 

Rachel menoleh, mendapati Dyo--teman sebangkunya berdiri di sana dengan senyum hangatnya.

Lelaki itu kemudian mengambil spot di samping Rachel, menarik kepala Rachel agar bersandar di bahunya, "Menangis aja. Cuman kita berdua di sini."

Rachel betulan terisak. Sama sekali tidak menyembunyikan tangisnya yang baru kali pertama ia perdengarkan pada sosok lain.

"Seharusnya kalau kamu gak bisa nanggung sendirian, gak percaya satu orang pun, kamu bisa bagi sama orang lain, meskipun cuman spoiler." Dyo membelai lembut rambut panjang Rachel yang berbau strawberry itu.

"So where is her now?" tanya Dyo blak-blakan membuat Rachel langsung menatapnya dengan sisa-sisa air matanya.

"Lo?"

"Yah, dari awal, Ra. You and her is a different people."

"Tapi gue gak niat kayak gitu. Gue gak pernah mau di posisi ini." jelasnya dengan matanya yang sudah mulai sembab.

Dyo mengangguk, menghapus air mata Rachel dengan lembut, "Kita pulang sekarang? Gak lucu kalau kita ke gep di sini, dikira mesum."

Rachel terkekeh, kemudian meraih uluran tangan Dyo dan segera melenggang pergi dari sana.

***

"Lo pucat, Ra. Sakit?" tanya gadis yang masih ada di atas ranjang rumah sakit itu pada sosok Rachel yang malah menatap lantai dengan tatapan kosongnya.

"Ya, sejak lo masuk rumah sakit, gue sakit." jawabnya ketus.

Gadis yang sedang berada di atas tempat tidur itu menggenggam tangan Rachel erat, "Kenapa? Lo ada masalah?"

Rachel menatap gadis tersebut dengan matanya yang mulai mengeluarkan air mata.

"Gue gak bisa lagi untuk lanjutin drama ini, gue gak bisa, blue!" ucapnya kemudian bangkit dari duduknya.

Rachel menghapus air matanya kasar, "Gue datang ke sini bukan untuk akting kayak gini."

"RACHEL!" sebuah bentakan terdengar, membuat Rachel maupun gadis itu menoleh, dan mendapati Charol di sana.

"Kakak kamu sakit!" tegur Charol.

Rachel tertawa kecil, gadis itu mendongakkan kepalanya mencoba untuk menetralisir peningnya.

"Apa orang yang termasuk kategori sakit itu baru bisa diiyakan ketika mereka masuk rumah sakit? Terus orang yang nggak masuk rumah sakit, berarti baik-baik aja? Gitu, Mi?" tanyanya dengan linangan air matanya.

"--bisa gak sih Mami perhatiin aku sebentar aja? Aku sakit, Mama gak pernah tahu, kan? Aku udah hampir mati, Mami gak pernah peduli, emang cuman fisik yang bisa sakit, Mi? Batin gak bisa luka? Gitu?"

"RACHEL!!"

"Stop manggil aku Rachel. Itu bukan nama aku!" teriaknya keras. Dadanya sudah kembang kempis.

"Stop it, pink." desis gadis yang tengah berada di atas ranjang itu.

"Kalian yang berhenti. Gue gak bisa kayak gini, gue gak bisa jadi lo, Rachel! Dan gak bakalan bisa."

"RAHEL!" teriak gadis tersebut dengan linangan air matanya.

"Jangan siksa gue! Apalagi siksa Sehun. Gue gak bisa tipu dia lebih lama lagi. Gue gak bisa." lirihnya kemudian pergi dari sana.

***

"Hai!" sapa Dyo pada sosok gadis yang tengah duduk di sebuah ranjang itu.

Gadis itu tersenyum lebar, "Boleh peluk, gak?" tanyanya.

Dyo mengangguk, kemudian memeluk gadis tersebut, membelai lembut rambutnya, "Kenapa bisa kayak gini?" tanya Dyo lembut.

Gadis tersebut meneteskan satu air matanya, "Niatnya gue mau cepetan sampai di depannya, mau bilang kalau gue cinta sama dia, dan gak butuh 99 hari buat jawab perasaannya, tapi--"

"--gue jadi gini." lirihnya nelangsa.

Dyo melepaskan pelukan mereka, menatap gadis tersebut dengan tatapan tenangnya, "Tapi bukan gini caranya. Kasian Rahel."

"Dia cinta pertamanya Sehun. Gue liat fotonya di dompet Sehun." lirihnya.

"Terus?"

"Ya terus pasti dia bisa bikin Sehun jadi-- Ya you know."

Dyo menggeleng. "Yang gue liat, Sehun malah kayak mayat berjalan selama lo nggak ada."

Gadis itu menggeleng, "Gak boleh, dia harus tetap Sehat." 

"Rachel. Berhenti siksa diri lo sendiri. Selain lo siksa diri lo sendiri, lo juga siksa Rahel sama Sehun. Kasihan mereka."

"Tapi gue cacat, Yo! Gue gak bisa lagi jalan." ucapnya dengan linangan air matanya.

"Terus sampai kapan lo mau kayak gini? Lo gak kasihan sama mereka?"

Gadis itu diam. Hanya diam. Dengan air matanya yang terus turun.

"Tapi gue--"

Dyo menggenggam tangan gadis tersebut, "Jangan karena alasan lo yang kayak gini, berakhir menyiksa mereka."

"--kembali sama kita, Rachel. We need you back!"

Dan gadis itu menunduk, menatap kakinya yang sama sekali tidak bisa berjalan.

***

B e r s a m b u n g

99 Days (RSB 3) (Complete) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang