paper umbrela (Wenyeol)

434 33 4
                                    

Sebuah perpisahan tak baik membuatku termenung tenggelam pada kerinduan.
Rentetan suara air hujan menggema pada sore yang kelabu, mengingatkan sebuah kisah lama yang belakangan ini menggema di hati dan ingatan.
Payung hitam yang melindungi tubuh seorang pria yang kini berjalan di sepanjang gang kecil di sebuah komplek perumahan. Matanya kosong wajah yang sendu terlihat seperti berduka. Mungkin kalian ingin mendengar kisahnya. Ayo kita buka kembali kisah seorang pria ini.
***
Park Chanyeol itu namaku. Sekarang umurku 32 tahun, aku masih sendiri jika kalian heran mengapa aku berjalan sendirian di tengah hujan dengan menggenggam payung hitam.
Aku tak berfikir untuk mencari pasangan karena aku lebih memilih menyimpan rapat nama satu wanita Son Seungwan.. gadis yang sangat aku cintai.
Sebuah kisah indah berakhir dengan airmata, walaupun kisah kami tumbuh dalam dekapan hangat.
Kini ku berhenti di sebuah emperan toko buku. Masih segar ku ingat 15 tahun yang lalu di emperan itu aku berdiri seorang diri menunggu hujan reda saat aku dan Seungwan berjanji untuk bertemu sepulang sekolah. Aku dan Seungwan memang berbeda sekolah kami bersahabat mulai kecil.
Aku merindukanya. Bahkan sangat merindukanya, kini ku pejam mataku mencoba mencari ingatan itu agar berputar kembali membasuh rinduku padanya.
Dan benar saja saat mataku terbuka seorang pria berseragam SMA dan bertopi hitam berdiri dengan memainkan ponselnya menunggu hujan reda masih ku telisik dengan teliti ekspresi wajah itu. Bukan ekspresi kesal tapi tenang. Padahal di ingatnya seorang gadis kala itu menunggunya tapi mengapa ekspresi itu tenang saja seolah tanpa beban sedikitpun. Masih ku perhatikan pria itu hingga tak kurasa kakinya melangkah menerjang hujan yang kini sudah agak mereda. Spontan saja ku ikuti langkahnya.
Dapat ku lihat dari jauh seorang gadis berpayungkan selembar koran menunduk, seragamnya basah kuyup karena hujan menerpanya.
"Kau tak mencari tempat berteduh?"
Ku dengar pria tadi melepas topi hitamnya dan tersenyum memandang gadis itu, sedangkan gadis itu mengangkat wajahnya dapat kulihat dengan jelas senyuman itu, yang sampai sekarang masih membuatku candu karenanya.
"Seungwan?"
Masih seperti dulu, ketika ku ucapkan namanya bahkan mendengar namanya jantungku berdebar di sertai sakit yang benar benar mencekikku.
"Chan, kau datang?"
Di buangnya koran tersebut dengan senyuman mereka saling mendekat dan bergandengan tangan.
Mengapa Seungwan tak marah, padaku padahal aku sudah membuatnya menunggu di bawah hujan. Mengapa aku tak berjuang lebih dulu agar sampai lebih awal dan tak membuat gadisnya menunggu? Mengapa? Nyatanya aku baru menyadarinya sekarang. Kemana saja pertanyaan itu dahulu?
Dan bagaimana ekspresi mereka tulus tanpa ada beban sedikitpun? Ah benar mereka berdua baru menjalin hubungan kan? Wajar saja cinta mereka buta tak mengerti salah dan benar.
Kini ku lihat mereka menikmati hujan bersama berlari dan bergandengan bersama. Tawa yang sangat ku rasa tak pantas untukku dapatkan sekarang.
"Kau kedinginan Wan. Ayo kerumahku!"
"Ayo."
Aku terus memperhatikan dan mengikuti mereka. Masih dengan berpayungkan payung hitam aku mengikuti mereka masuk kerumahku.
Tentu saja rumahku, karena rumahku yang paling dekat lagipula masih ku ingat Seungwan tak pernah pulang kerumah karena pertengkaran ayah dan ibunya.
"Kau bawa baju ganti?"
Ku lihat dia hanya menggeleng dan pria itu mengangguk paham.
"Kau bisa memakai bajuku, tapi masalahnya aku tak memiliki ruang untuk berganti baju. Jadi mari ku antar ke tetanggaku untuk meminjam kamar mandi."
"Tak usah aku berganti pakaian di sini tapi kau jangan mengintip!"
"Apa?"
"Pakai selimut ini."
Seungwan menyuruh Chanyeol membentangkan selimut itu.
"Aku akan berganti baju dan kau jangan menghadap kesini!"
Aku benar-benat merindukan moment itu. Untuk pertama kalinya aku menemani gadis untuk berganti baju.
"Apa sudah selesai?"
Seungwan menarik selimutnya dan membelitkan pada tubuhku.
"Yak Seungwan!"
Ku lihat mereka tertawa lepas dengan bantal di tangan masing-masing dan saling pukul menghasilkan isi bantal berterbangan tapi tak menyurutkan pekikan serta teriakan dari mereka.
Sebahagiakah aku dahulu? Tapi dimana goresan kebahagiaan itu sekarang? Musnahkah? Aku tak kuat ku mohon sampai di sini dulu. Aku ingin lebih tenang dulu sebelum meneruskan kisahku.
Perlahan bayangan yang tersuguh dimataku hilang bagai sihir yang sedang bekerja menjadikan suasana rumahnya yang sekarang. Berantakan tak terawat botol soju dimana-mana.
Ku rebahkan tubuhku pada sofa rumahku mataku kembali terpejam mencoba merelax-kan tubuhku tapi apa yang aku dapat? Bayangan itu kembali.
DRRTTT DRRTTT
Dering ponsel terus berbunyi mengganggu tidur seorang pria yang sedang memejamkan matanya di futon. Tangan itu terulur guna melihat siapa yang menghubunginya berkali kali setelah melihat ID name menyatakan 'Seungwannie' bukanya mengangkat atau menatikan tetapi hanya membalik layar ponsel itu dan membiarkan ponsel itu meraung kesal.
Apa ini diriku yang dulu? Apa aku terlalu labil? Tapi bukankah seharusnya aku senang jika kekasihku menghubungiku?
Tak sengaja aku melihat selembar memo yang menempel pada cermin dinding.
'Jam 13.00 siang di restoran jepang, oppa jangan terlambat aku menunggumu -Seungwannie-'
Aku tersentak dan melihat jam dinding menunjukan jam 15.30 bahkan saat ini hujan kembali turun dengan derasnya ,aku mengingkari janji lagi?
Mataku terbuka lebar. Bahkan dalam mimpipun aku mengingat semuanya. Seungwan apa ini hukuman darimu?
Ingatan demi ingatan pengingkaran janjiku kembali berputar hingga saat ini kumengingat kenangan di mana aku mendapatkan puncaknya.
Aku segera bangkit dan menyambar payung hitam yang kini tergelak di samping pintu. Hujan masih sangat deras tapi aku tetap melangkahkan kakiku menuju emperan toko buku tempat biasa aku berteduh hujan dan benar saja dia disana . Bukan, tapi bayangan dirinya penampilanya berubah rambut panjang dan lebat yang biasa ku elus kini menjadi pendek sebahu senyum tak luntur dari bibirnya bahkan kini tidak selembar koran yang dipakainya untuk menghalau hujan tetapi payung merah yang di genggamnya.

"Chan?"
Mana pria itu ? Diriku saat seumuran denganya mengapa dia seolah menatapku bukankah dia banyangan masa lalu?
"Chanyeol-ah."
Dia mengulurkan tanganya aku memandangnya ragu. Tidak mungkin, aku bisa menyentuh tanganya? Senyumku tak terelakan. Aku begitu merindukan hal ini tapi ini bayangan perpisahan kami.. tidak jika aku bisa menyentuhnya berarti aku bisa mengontrol semuanya kan? Aku tak bisa menerima perpisahan itu.
"Mianhae."

Tidak! tidak!

Dia mulai melepaskan tanganya dari genggamanku seperti jalan cerita yang sebenarnya. Tapi dengan segera ku eratkan genggamanku dan sialnya hanya tersisa satu jari yang berhasil ku genggam.
"Bisakah kita ulang Seungwannie?"
Akhirnya dapat ku ucapkan kata kata yang dulu sempat tercekat tak pernah terdengarkan.
Dia tersenyum manis sangat manis tapi tatapan itu penuh dengan tekanan dan goresan.
"Wannie?"
"Aku lelah Chan, lelah selalu menunggumu,lelah mengalah padamu,lelah tersenyum seolah semuanya baik baik saja, aku lelah selalu jadi penunggu."
Satu jari yang sempat ku genggam akhirnya terhempas bersama rasa sakit dua kali yang aku rasakan, ku tatap punggungnya yang kian menjauh tertutup payung merahnya
Cintaku pergi, bahkan dia tak menengok sedikitpun tak melirik barang sedetikpun, ku balikan tubuhku mencoba berjalan pelan
Lemas, tubuhku lemas bahkan tangan yg menggenggam payungpun tak sanggup bertahan alhasil payung hitam itu terhempas pada jalan.

Aku tak peduli ku langkahkan kakiku meratap pada kenyataan bahwa aku kehilanganya. Bahkan jika aku kembali dengan mesin waktu Doraemon pun tak akan bisa merubah kenyataan bahwa aku kehilangan cintaku.
Penyesalan tak dapat di sembuhkan bahkan sampai rumahpun airmataku tak henti mengalir mataku menatap kosong sebuah frame foto diriku dan Seungwan yang tidur di bantal yang berjejer bermandikan kapas dari bantal yang kita buat perang bantal dulu.
Hingga aku teringat sesuatu. CD itu yah CD itu aku selalu memutarnya jika aku merindukanya.

Mulai ku putar CD itu terlihat di layar TV ku seorang gadis bersweeter merah serta payung merah di tanganya bermain hujan. Berteriak melompat tertawa di bawah hujan sesekali tersenyum menatap kamera.

Hanya ini yang kulakukan jika mengenangnya kisahku yang pahit hanya dengan kesalahan kecilku yang selalu membuatnya menunggu serta mengabaikan janjiku membuatku kehilangan semuanya

Cintaku pergi dengan perpisahan yang tak baik.

Berjuta juta ku merindukanya nyatanya dia tak kembali. Biarlah sampai sekarang ku simpan kenangan manis. Wajah cantik hingga senyum manisnya. Biarkan ku simpan namanya tanpa terganti dengan nama yang lain.

Banyak pertanyaan yang selalu berputar pada kepalaku, apa dia masih mengingatku? Apa dia masih mencintaiku ? Apa dia sudah menikah dan bahagia bersama suami dan anaknya? Tak sepertiku yang lebih memilih menyimpan namanya untuk menebus kesalanku.

Tak berani untuk melupakanya, tapi jika harus melupakan itu nanti entah kapan yang jelas bukan sekarang.

End

KUMPULAN ONESHOOT✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang