"Pertemuan kita bukan hanya ketidaksengajaan, tapi itu adalah bagian dari rencana Tuhan yang disebut takdir"
_________
Sagitta meremas jemari tangannya karena gugup. Ia sedang menunggu Ren keluar dari ruangan Lauryn. Pria itu sedang memeriksa apakah Lauryn sedang tidur atau tidak. Karena ia akan memperkenalkan Sagitta pada Lauryn.
Wanita itu lalu mengeluarkan ponsel dan menatap wajahnya dari layar ponsel. Sungguh, ia kesal karena pertemuan dengan saingannya secara mendadak seperti ini. Wajahnya sudah terlihat kucel dan kelelahan. Sudah pasti tidak akan terpancar kecantikan yang dimilikinya.
Sekarang Sagitta mengerti kenapa kebanyakan wanita membawa minimal lipstik dan bedak di dalam tasnya. Itu karena mereka takut jika tiba-tiba bertemu gebetan atau saingannya dengan keadaan seperti gembel. Jadi, dengan adanya minimal kedua benda itu, mereka bisa menjadikannya senjata andalan untuk pertemuan dengan saingannya, ataupun sebagai alat darurat jika bertemu gebetan, pacar atau suami (untuk poin ketiga sedikit diragukan).
Make up Sagitta tidak banyak modelnya. Hanya bedak, lipstik, dan pelembab wajah saja. Hei, Sagitta bukanlah anak SMP tetapi alat kecantikannya hanya itu. Lagipula ia memiliki kecantikan alami yang setiap wanita memilikinya. Namun, kali ini ia menyesal akan semua itu. Sepulang dari rumah sakit, Sagitta berencana mampir ke toko kosmetik dan mengunduh video tutorial make up. Ingatkan dia jika lupa.
Sagitta yakin bahwa Lauryn pasti sangat cantik. Tak mau munafik, Mauryn saja terlihat cantik walaupun sering memakai make up. Namun Sagitta yakin 100% bahwa tanpa make up pun, Mauryn itu cantik.
"Sedang bersedih dengan wajah mengerikanmu, huh?"
Suara itu membuat Sagitta refleks mendongak dan mendapati wanita yang sempat berada di dalam pikirannya.
"Bukan bersedih, tapi berbangga," ketus Sagitta lalu menyimpan ponsel ke dalam sakunya.
Mauryn tersenyum miring lalu duduk di sebelah Sagitta. Sagitta merutuki dirinya sendiri karena tidak sadar dengan kehadiran Mauryn yang membuatnya terciduk.
"Gue maklum. Lagian, lo pasti merasa jelek, kan? Gue bilangin aja, lo emang jelek, kok. Kalau dibandingin sama adek gue, lo upilnya," kekeh Mauryn meledek seraya memandangi kuku-kuku panjang yang diberi cat warna-warni itu.
Sagitta kesal mendengar ucapan Mauryn. Memangnya kenapa kalau dia jelek? Toh, Sagitta sedari awal sudah menyiapkan diri untuk merasakan sakit hati lebih lanjut.
"Gue denger, lo dan Ren jadi bahan gosip karena di pesta kalian ciuman. Lo nyosor dia? Murahan banget," sinis Mauryn menimpali.
Kali ini Sagitta tidak akan diam. Enak saja dikatakan murahan. Memangnya siapa yang membuat berita miring seperti itu?
"Kami nggak ciuman. Dan bukan aku yang nyosor! Pak Bos sendiri yang gatal nyium pipi aku. Jadi, kamu mau bilang Pak Bos murahan, heem?" tanya Sagitta membuat Mauryn kehilangan kata-katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Free Zone (Tamat)
Ficción General[DISARANKAN FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠] Highest rank #1 dalam Fiksi Umum #2 Romcom #1 Comedy #1 Komedi #1 Horor #1 Hantu (Romance-Komedi-Horor) _____ "Saya bukan pembantu, Bapak!" dengus Sagitta tidak terima. Ini hari Minggu. Haruskah ia berteriak...