😷31. Luak😷

19.9K 1.5K 77
                                    

"Api telah mengajarkan tentang ketamakan. Semakin besar bara api, semakin besar pula kebinasaan yang terjadi."

-Free Zone-

_________

"Ini laporannya," ucap Sagitta lalu meletakkan laporan yang ia kerjakan seharian di meja Ren.

Ren terlihat memijit keningnya. Wajahnya juga sangat pucat. Sagitta ingin bertanya, tapi ia sedikit gengsi. Beberapa hari belakangan, ia memang menghindari Ren. Entahlah, hubungan keduanya tidak dalam keadaan baik setelah kejadian malam itu.

Walaupun malam itu Ren melarangnya untuk menemui Lauryn, tetapi Sagitta tidak mendengarkannya. Diam-diam ia menemui Lauryn di saat Ren dan Mauryn tidak datang ke rumah sakit.  Ia juga menyuruh Lauryn untuk tutup mulut dengan alasan bahwa Ren melarang pertemuan mereka karena tidak mau merepotkan Sagitta. 

Tidak seburuk yang Sagitta pikirkan. Lauryn masih teman yang sama menyenangkannya dengan Hani. Yah, Hani dan Lauryn tetap tidak ada beda. Entah apa yang menjadi pembahasan, Lauryn tetap bisa membuat suasana menjadi ramai.

"Bisa buatkan saya teh seperti biasa, Gitta?" tanya Ren yang dibalas anggukan dan jawaban "ya" dari Sagitta. 

Tumben. Biasanya Ren dengan sikap menyebalkannya memerintah Sagitta menuruti apapun ucapannya. Ren sedang meminta pertolongan dengannya, itu benar sang bos 'kan?

Sagitta langsung keluar dari ruangan menuju pantry. Tenang, tidak ke pantry di lantai dasar, tetapi ke pantry di lantai yang sama. Ia sering ke pantry hanya untuk membuat teh untuk sang bos. Namun, untuk beberapa hari belakangan, bosnya itu tidak meminta teh. Entah kenapa, Sagitta juga tidak tahu.

Tak lama dari itu, Sagitta selesai menyeduh teh favorit sang bos. Ia pun kembali ke ruangannya. 

Masih dengan posisi yang sama, tangan Ren tidak lepas dari kening. Pria itu sepertinya sakit. Kasihan sekali badan ideal seperti itu selalu dibiarkan sakit oleh sang pemilik.

Sagitta meletakkan teh di depan Ren. Pria itu tetap dalam posisinya hingga suara Sagitta menginterupsi, "diminum, Pak."

"Ah, iya," sahut Ren lalu menikmati teh buatan sekretarisnya. 

Sagitta kembali ke kursinya. Suasana kembali hening dan canggung. Ia benar-benar merasa tidak nyaman dengan suasana ini.

"Bapak sakit?" tanya Sagitta memberanikan dirinya. Ren memandang ke arah sekretarisnya.

"Saya baik-baik aja."

"Bapak mungkin perlu istirahat," bujuk Sagitta lagi. Tidak bisa memungkiri bahwa ia merasa khawatir.

"Saya baik-baik saja selama kamu bisa diam," cetus Ren membuat Sagitta kesal. Wanita itu ingin sekali menggaplok pria itu dengan panci. 

"Pulang bareng saya. Ada yang perlu saya bicarakan dengan kamu."

Sagitta tahu, Ren sedang memerintahnya.

###

Ren membawa Sagitta ke sebuah restoran. Belum ada pembicaraan apapun semenjak masuk ke restoran. Sagitta heran, apa yang akan dibicarakan sang bos. Itu bukan alibi bos untuk mengelabuinya agar membayar makan malam mereka 'kan?

Free Zone (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang