Awas typo bertebaran..
×××
Petikan suara gitar itu masuk keindra pendengaran gadis cantik yang kini tengah duduk dibawah pohon yang begitu menyejukan hatinya. Dan lantunan suara itu sangatlah indah dikendang telinganya, membuatnya menyunggingkan senyum manis dibibir mungil warna merah jambu miliknya itu. Siapapun yang melihatnya saat tersenyum pasti akan tersihir, terutama para kaum adam.
Walaupun lagu itu bukan ditunjukan untuk dirinya, tapi hatinya kini merasa tenang, damai mendegar suara pemuda yang tidak ia ketahui dimana ke beradannya. Tapi suara itu sepertinya tidak asing masuk keindra pendengarannya. "Kayanya gue kenal suara ini deh? Tapi milik siapa ya?" Kepala gadis itu menoleh kesana kemari mencari suara indah yang kini menghilang begitu saja. Padahal dirinya ingin sekali mendengarkan lagu itu sampai akhir, tapi apalah dayanya yang hanya menjadi pendengar setia.
"Aarrggghh!! Kenapa perasaan gue nggak karuan kaya gini sih?"
Refleks gadis itu menoleh kebelakang, melihat pemuda yang dirinya kenal dari balik pohon besar itu, dengan mulut yang sedikit terbuka. Karna jarak mereka juga tidak begitu jauh, membuatnya sangat jelas melihat mimik wajah tampan milik pemuda itu, tapi rasa egonya untuk tidak usah melihat keberadaan pemuda itu saat ini. "Dia itu memang sangat tampan. Tapi sayang, gue sama dia hanya temenan."
"Apa gue perlu nganterin lo kerumah sakit? Supaya lo nggak bicara sendiri." Gadis itu begitu terkejut menatap pemuda pemilik suara indah itu kini duduk di sampingnya dengan gitar yang pemuda itu letakan di samping kiri pemuda itu. "Lo jangan khawatir dengan nilai. Gue yakin kok, peringkat lo nggak akan turun."
"Seyakin apa lo? Sampai bicara seperti itu." Sungutnya menatap pemuda itu dengan memiringkan sedikit kepalanya seraya menyunggingkan senyum manis di bibirnya.
"Seyakin kata hati gue ke elo." Gadis itu tertawa mendengar apa yang dikatakan pemuda di sampingnya saat ini sungguh tidak nyambung.
Oh ya, pemuda tampan itu bernama Samudra, entah Samudra siapa. Karna itu tidak begitu penting baginya. Yang terpenting sekarang perasaannya yang mungkin tidak akan pernah Samudra ketahui. Karna ia sadar, Samudra itu tidak akan pantas untuk dirinya.
Hmm, seandainya Samudra megetahui perasaannya, dan menjadikannya menjadi wanita yang paling istimewah didalam hidup pemuda itu. Mungkin dirinya akan menjadi perempuan yang paling bahagia. Ya, tapi itu, dirinya dengan Samudra hanya sebatas teman, tidak lebih. "Kenapa lo diem aja? Kantin yuk?" Dirinya hanya bisa menganggukan kepalanya sebagai jawaban.
Dan demi apa? Pergelangan tangan mungilnya itu dipegang dengan tangan kekar milik Samudra. Membuat jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari pada sebelumnya, dan perasaan yang seharusnya ia kubur dalam-dalam kini muncul kembali dengan sendirinya.
Ingin menjauh, tapi tidak akan dirinya lakukan. Karna ia yakin, itu akan menyiksa batinnya, pasti itu rasanya sangat sakit. Lebih baik dirinya jalani saja untuk saat ini, mengikuti alur cerita hidupnya. Semoga, ia slalu bahagia bersama Samudra.
"Eoh." Samudra meniup wajahnya membuat dirinya mengerjap-ngerjapkan kedua matanya.
"Lo kenapa sih? Sejak dari tadi ngelamun. Apa lo ada masalah?"
"Enggak kok, gue nggak ada masalah. Perut gue laper." Pemuda itu menghela napas panjang menatap sekelilingnya yang tidak begitu banyak murid yang berlalu lalang di tempatnya berdiri saat ini. "Udah yuk kita kekantin." Gadis itu yang menarik lengan Samudra sampai didalam kantin yang dipenuhi para murid.
KAMU SEDANG MEMBACA
1# Hari Itu...
Teen FictionCOMPLETED ___ Mengikhlaskan bukan berarti melupakan. Mencintai bukan berarti menyayangi, ataupun sebaliknya. Dan membenci bukan berarti tidak menyukai.