Awas typo bertebaran..
Vote sama komen ya..
×××
Diam membisu dengan tatapan kosong lurus kedepan setelah membaca surat yang ditemukan di lokernya, ingin menangis tapi entah kenapa air matanya tidak keluar, padahal rasa sedihnya didalam hatinya begitu menyesatkan dada. Harus menerima kenyataan jika orang yang ia sayangi kini pergi jauh meninggalkan dirinya, entah kapan akan kembali. Ia harus bagaimana? Apa ia harus menyusul pemuda itu? Tapi kamana ia harus mengikuti langkah perginya pemuda itu? "Kenapa lo nggak temui gue dulu sebelum pergi?" Ucapnya yang kini masuk keindra pendengaran Barga yang kini berdiri dibelakang gadis itu dengan raut wajah yang tidak bisa diartikan oleh siapapun. Dan dengan menghela napas pelan, pemuda itu kini duduk disamping gadis itu dengan menuntun kepala Rindu untuk bersandar di pundaknya. "Bener, Yasa pergi ninggalin gue, dan kita semua."
"Dia nggak bener-bener pergi, pasti ada waktunya dia kembali. Tapi nggak untuk esok hari." Respon Barga dengan mengusap lembut kepala gadis itu yang kini mulai meneteskan air matanya, membasahi pipi mulusnya. Hatinya benar-benar sesak, ia tidak tahu harus bagaimana sekarang. Tanpa kedua orang itu sadari sejak dari tadi Anggun yang melihat itu semua sesekali mengerutkan keningnya. Tidak tahu apa maksud yang dikatakan kedua orang itu, tapi ia yakin bahwa itu menyangkut Tea' ataupun Yasa. Apa ia harus menanyakan apa yang dikatakan Rindu tadi kepada papanya? Mungkin itu lebih baik dari pada dirinya tidak tahu apa-apa.
Saat membalikkan tubuhnya, manik matanya bertemu dengan manik mata elang milik Samudra yang kini berjalan kearahnya. Tapi gadis itu lebih memilih berjalan melewati arah kirinya dari pada berurusan dengan Samudra saat ini. "Kalo gue pergi dari sekolah itu sama aja gue bolos lagi." Gadis itu menghela napas kasar sebelum melajukan mobilnya yang tadi sempat diantarkan sopir mamanya, keluar dari lingkungan sekolah tidak perduli dengan hukumannya yang pasti akan ia terima nantinya. Yang terpenting kini ia harus menemui papanya untuk menanyakan itu semua benar atau tidak. Jikapun benar, ia pasti akan kehilangan sosok Tea' dan mas Agil didalam hidupnya untuk selamanya. Dan itu yang tidak diinginkan darinya. "Kalo sampai itu semua benar, gue bakal benci sama bokap gue sendiri."
Gadis itu turun dari mobilnya dan berjalan dengan angkuhnya melewati beberapa karyawan yang berpapasan dengannya menundukkan sedikit kepalanya, dan tidak diperdulikan oleh Anggun yang kini berdiri tepat didepan ruangan milik pak Broto yang menjadi papa kandungnya. Tanpa mengetuk pintu gadis itu langsung masuk dan mendapati pak Broto dengan seorang pria yang ia ketahui suruhan pria itu untuk mengawasi gerak-gerik putra ataupun putrinya. "Anggun, kenapa kamu kemari? Bukankah ini masih waktunya sekolah?" Gadis itu hanya melihat sebentar pria yang berada disamping papanya yang mengerti akan tatapan dari putrinya itu. Dan langsung menyuruh pria suruhannya itu keluar dari ruangannya yang kini tersisa anak dan bapak itu. "Apa ada yang kamu inginkan?"
"Hmm, ceritakan apa yang telah terjadi dimasa lalu." Celetuk Anggun seraya duduk dikursi yang tidak jauh darinya itu, menatap papanya yang mengerutkan keningnya. Karena tidak tahu apa maksud perkataan dari Anggun yang kini hanya tersenyum kecut melihat kearah papanya yang masih saja diam membisu. "Saya tidak akan mengulang apa yang saya katakan tadi, jadi anda tahukan apa yang saya maksud."
"Jika anda tidak meresponnya berarti itu benar, jika Tea' bukanlah putri anda. Dan karna anda, kedua orang tua gadis itu pergi meninggalkan Tea' untuk selamanya." Pria itu susah sekali menelan ludahnya sendiri saat mendengar penuturan dari Anggun yang begitu formal dengannya, padahal gadis itu tidak seperti biasanya bicara seperti itu kepadanya. Ada apa yang terjadi sebenarnya? Dan tidak mungkin jika Anggun sudah mengetahui itu semua. "Benarkan apa yang saya katakan tadi?"
Pria itu masih saja diam membisu tidak menanggapi sedikitpun apa yang dikatakan Anggun, membuat gadis itu berdacak kesal sebelum berdiri dari duduknya dan berjalan keluar tanpa memperdulikan papanya yang kini terus saja memanggil namanya. "Dasar payah." Gumannya Saat keluar dari gedung perusahaan itu dengan perasaan yang kesal. Tidak ada niatan untuk kembali kesekolah. Lebih baik dirinya pergi saja ke basecamp Yasa, mungkin disana ia bisa bertemu dengan Tea' dan mencegahnya untuk tidak pergi jauh darinya. Tapi sepertinya itu semua sudah terlambat, kini Tea' dan Yasa sudah pergi dari basecamp itu untuk mengambil barang-barang Yasa dan dikunci paten untuk tidak lagi dimasuki oleh yang lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
1# Hari Itu...
Teen FictionCOMPLETED ___ Mengikhlaskan bukan berarti melupakan. Mencintai bukan berarti menyayangi, ataupun sebaliknya. Dan membenci bukan berarti tidak menyukai.