16%

23 6 0
                                    

Awas typo bertebaran..

Jangan lupa vote sama komentar ya,

Happy reading...

×××

Bisikan demi bisikan itu tidak diperdulikan oleh pemuda yang kini malah berjalan dengan santainya dilorong sekolahnya itu seraya memasukan kedua tangannya dikantong celananya. Dari arah berlawanan, manik matanya tidak sengaja melihat kedua gadis yang menjadi saudara tirinya, tapi dirinya lebih fokus melihat gadis yang kini mengabaikannya saat jalan bersampingan dengannya. Begitukan bencinya gadis itu dengannya? Seharusnya ia yang marah dengan gadis itu, tapi kenapa malah dia yang bersikap seperti itu dengannya? Padahal saat dijam seperti ini dirinya slalu menghabiskan waktunnya bersama gadis itu, tapi mulai sekarang mungkin tidak akan pernah lagi. "Samudra?" Panggilan itu membuat langkah kakinya terhenti, sebelum membalikan tubuhnya menatap sosok Yasa yang tengah berjalan mendekatinya. "Gue perlu bicara sama lo." Hanya anggukan kepala dari Samudra untuk menyetujui perkataan dari Yasa

Pemuda itu hanya berjalan beriringan dengan Yasa menuju ruangan yang menjadi tanggung jawab Yasa. Sampainya diruangan itu, ternyata dua pasang mata langsung tertuju kearah mereka. Siapa lagi kalo bukan Barga dan Rindu. "Apa yang lo ingin bicarakan dengan gue?" Yasa hanya diam sampai suara yang bicara dari Rindu, ya karna gadis itulah yang menyuruh Yasa untuk menemui Samudra. Sedangkan Barga tidak perduli dengan itu semua.

"Gue yang mau bicara sama lo." Samudra hanya menatap datar Rindu. "Lo u_" Sayang perkataannya terpotong saat gadis yang seharusnya tidak masuk kedalam ruangan itu kini malah melangkahkan kakinya menghampiri Yasa yang duduk disamping Samudra.

"Sorry gue ganggu. Gue cuma mau ngasih ini ke Yasa." Ucapnya seraya meletakan benda kecil miliknya yang bisa menyipan beberapa data didalam benda itu. Sebelum pergi dari ruangan itu, manik mahoninya menata satu persatu pasang mata yang melihat kearahnya. Kecuali Samudra, hanya pemuda itu yang tidak melihat kearahnya. Sungguh, itu sangat membuatnya muak melihat wajah pemuda itu.

Saat gadis itu melangkahkan kakinya pergi ketaman sekolah terhenti saat Rindu memanggil namanya. Dan gadis mungil itu kini berdiri di hadapannya dengan napas yang sedikit memburu. "Gue mau ngomong sama lo." Tea' hanya menganggukan kepalanya sebelum duduk dikursi taman itu, diikuti Rindu. "Oke, gue nggak mau basa-basi sama lo." Gadis itu hanya diam menatap Rindu yang mulai cerita tentang dirinya ataupun Samudra.

"Lo harus jujur Tea'. Lo itu, anak kandungnnya bokap sama nyokap lo bukan sih? Soalnya waktu bokap lo cerita sama gue, dia bilang. Dia baru ketemu sama lo itu saat usia lo itu tiga tahun, dan saat itu juga bokap lo udah nggak pernah pulang keumah. Sorry kalo gue bilang kaya gitu sama lo."

"Gue nggak inget." Lirih Tea' yang memang tidak ingat apa-apa tentang dirinya. Ia belum sepenuhnya bisa percaya dengan Rindu, jika dirinya itu bukanlah anak kandung dari kedua orang tuannya. Apa ia harus bertanya kepada ibu ataupun bapak? Tapi, ia tidak ingin bertemu terlebih dahulu dengan mereka. "Itu beneran bokap gue yang ngomong?" Rindu menganggukan kepalanya untuk menyakinkan Tea' yang hanya menghela napas panjang.

"Lo ngapain duduk berdua sama gadis yang nggak tahu diri itu." Cetus Anggun yang entah datang dari mana, menatap Rindu yang juga menatapnya juga dengan tatapan yang tidak bersahabat. Dan itu membuat Tea' menipiskan bibirnya sebelum berdiri dari duduknya, dari pada disekolah ia tidak bisa konsentrasi lebih baik dirinya pulang saja kerumah, atau pergi kekantor Agil. Mungkin itu lebih baik.

Dan tanpa gadis itu sadari sepasang mata dari Samudra slalu melihat gerak gerik gadis itu, kemanapun Tea' pergi sampai pemuda itu mengerutkan keningnya saat melihat Tea' dengan santainya keluar dari gerbang sekolah membawa tas sekolahnya. Ingin mencegah, tapi ia urungkan. Karna ia sadar dirinya hanya saudara tiri dari gadis itu. "Eh lo?" Langkah kaki gadis itu terhenti, dan dengan ragu membalikan tubuhnya menangkap sosok pemuda yang begitu asing baginya. "Lo Tea'kan?" Gadis itu hanya menganggukan kepalanya dengan menatap pemuda di depannya tanpa ekspresi.

1# Hari Itu...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang