3 | Rasa ini

6.1K 227 1
                                    

Beberapa hal kadang perlu di abaikan karena jika tidak, itu akan terasa sangat menyakitkan.


Semesta sebercanda itu memperlakukan isinya yang tak semua utuh. Kepingan ranting yang dibiarkan mengering ia abaikan hingga hancur tak bersisa. Juga terpaan angin yang bergerak tak tahu arah justru membuat semesta semakin diam karena prosesnya memang seperti itu.

Dengan wajah sedikit lesu akibat begadang semalaman mengerjakan tugas kuliahnya, perempuan bernama Nesya itu terlihat sedang melangkahkan kakinya gontai menuju ruangannya. Mata pandanya masih terlihat jelas meskipun tadi pagi ia sudah berusaha menghilangkannya.

Dengan sedikit terkejut, ia menoleh ke arah lapangan ketika melihat banyak sekali siswa dan siswi berlarian ke arah sana. Rasa penasarannya seketika bergejolak bersamaan dengan langkahnya yang kini sudah menerobos kerumunan siswa dan siswi di tengah lapangan, menyaksikan apa yang sedang terjadi di dalam kerumunannya.

Matanya membulat kala melihat Jake sedang meninju siswa lain dengan sangat brutal. Siswa yang di ketahui Ketua OSIS bernama Reyhan itu meringis menahan sakit, ingin mencoba membalas namun tak mudah karena Jake kalut akan emosinya.

Wajah Reyhan lebam juga hidungnya mengeluarkan darah, tidak ada satupun yang berani memisahkannya hingga Nesya mencoba untuk melerai keduanya.

"STOPP!!"

Tidak ada tanggapan, Jake terus membabi-buta Reyhan di bawah sana.

"SAYA BILANG STOP!!!!" Teriak Nesya kali ini lebih keras hingga Jake pun berhenti.

"Jake, Reyhan, ke ruangan saya sekarang juga!!" Setelah mengatakan itu, Nesya langsung saja kembali menuju ruangannya.

Jake menatap nyalang Reyhan sebelum bangkit menuju ruangan Nesya, "urusan kita belum selesai."

Setibanya di ruang BK, laki-laki bernama Jake itu menatap datar Nesya. Berbeda dengan Reyhan yang kini tengah menundukan kepalanya setelah mengobati lukanya di UKS.

Perempuan itu menghela napas, "Reyhan coba jelaskan yang terjadi sebenarnya."

Laki-laki itu mendongak, menatap Nesya dengan tatapan yang tak bisa terbaca. "Maaf sebelumnya, tapi ngga ada yang bisa saya jelaskan bu. Saya siap menerima hukuman apapun itu karena telah membuat keributan di Sekolah, saya izin permisi bu." Jelasnya kemudian berlalu dari ruangan tersebut setelah mendapat anggukan singkat dari Nesya.

Atensinya kini beralih pada Jake yang sedari tadi sama sekali tak bersuara. "Jake, kemarin saya masih bisa memaafkan sikap kamu dan meloloskan kamu dari hukuman karena kemarin hari pertama saya. Tetapi untuk sekarang, kamu ngga bisa lolos gitu aja."

Jake berdecih, "ngga usah kebanyakan basa-basi, ibu tinggal kasih hukuman aja ke saya, males saya lama-lama disini."

Nesya tersenyum getir, seumur hidup ia tidak pernah di perlakukan semena-mena seperti ini, terlebih oleh siswa SMA. "Perbaiki sikap kamu Jake, saya memberi tahu kamu karena saya guru pembimbing kamu di sekolah. Kamu bisa di keluarkan dari Sekolah jika terus-terusan bersikap seperti itu." Gerutu perempuan itu dengan nada sedikit tinggi.

Laki-laki itu menatap tajam Nesya tak terima. "Tau apa ibu tentang hidup saya?Kalau gitu yang ibu mau mending ibu berhenti ikut campur urusan saya, karna saya ngga akan pernah berhenti untuk berbuat masalah." Finalnya kemudian ia pergi begitu saja meninggalkan Nesya yang sedari tadi berusaha menahan amarahnya.

***

Perempuan bernama Nesya itu menangkupkan wajahnya dalam lipatan tangan di atas meja, ia sangat kesal dengan ujaran Jake beberapa waktu lalu yang ia anggap tak sopan dan sudah tidak wajar. Nesya mendengar dari salah satu kerabat gurunya bahwa Itu bukan kali pertama atau kedua Jake membuat masalah, meskipun hukuman yang di terima bukan main-main seperti scorsing, membersihkan halaman maupun WC dan lain-lain, ia tidak akan pernah jera.

Nesya kembali mengangkat wajahnya saat terdengar ketukan pintu dari luar, "masuk."

Perempuan setengah baya yang merupakan wakil Kepala Sekolah itu menampilkan senyum ramahnya seraya duduk di hadapan Nesya. "Saya tau kamu pasti kesulitan, tetapi ada hal yang tidak kamu ketahui tentang Jake. Jake adalah anak pemilik sekolah ini dan kita tidak bisa memberi hukuman yang lebih berat lagi."

Nesya sedikit terkejut namun ia pada akhirnya tersenyum paksa. "Ah begitu, saya mengerti ko bu, lagian saya di sini hanya guru magang, tidak berhak saya memberi hukuman yang lebih berat pada siswa."

"Baiklah kalau kamu mengerti, sebentar lagi kamu ada kelas Bimbingan Konseling di ruang 12-1 IPA, ayo siap-siap, saya pamit ya." Ujar Wakil Kepala Sekolah bernama bu Yura itu.

"Baik bu, terima kasih."

***

Perempuan itu berdiri di ambang pintu kelas 12-1 sembari membawa beberapa buku yang ia genggam di depan dadanya. Menghela napas panjang sebelum kakinya melangkah memasuki ruangan tersebut. Kelas yang semula berisik mendadak senyap ketika Nesya tiba, perempuan itu melihat Jake dan kedua temannya berada di pojok kelas tengah asik dengan game yang berada di ponselnya tanpa menghiraukan kehadiran Nesya.

Nesya menggeleng acuh, "baiklah saya berada di kelas ini hanya satu jam, jadi tolong perhatikan dan dengarkan baik-baik ya."

Perempuan itu menyimpan buku-bukunya di atas meja kemudian berjalan pelan menyusuri sekitar kelas sambil terus berbicara. "Tingkat kedewasaan seseorang itu tidak selalu berbanding lurus dengan usianya. Mereka yang lebih tua belum tentu lebih dewasa. Lalu, bagaimana mengukur tingkat kedewasaan seseorang?"

Nesya melihat sekeliling sebelum netranya melihat perempuan yang diyakini ketua kelas 12-1 IPA itu mengangkat tangannya ke atas. "Mengukur tingkat kedewasaan seseorang bisa dari perilaku sehari-harinya bu, mungkin yang lebih tua belum tentu dewasa, tetapi banyak anak remaja jaman kini yang harus dipaksa menjadi dewasa oleh keadaan padahal belum saatnya."

Menganggukan kepalanya membenarkan sebelum kembali berbicara, "ada beberapa aspek yang bisa dijadikan ukuran untuk menilai tingkat kedewasaan seseorang selain dari perilaku sehari-harinya yaitu salah satunya dewasa secara emosional."

Perempuan itu kembali melangkah menuju bangku paling belakang tempat dimana Jake dan kedua temannya berada. "Ketika dikatakan sebagai orang dewasa secara emosional ditandai dengan kemampuan menerima emosi dan menguasainya secara wajar. Artinya, apapun emosi yang sedang kita alami, kita tetap bisa menguasai dan mengelolanya dengan baik. Tidak dipengaruhi rasa takut dan gelisah. Kita bisa mengontrol emosi sehingga tidak merugikan orang lain. Dari sini dapat dilihat bahwa orang dewasa juga punya kecerdasan emosi yang cukup tinggi."

Ketika dirasa cukup menjelaskan, ia kembali melangkah ke depan kelas, tak peduli dengan Jake yang tak menghiraukan keberadaannya. "Sudah cukup jelas ya penjelasan saya, jika ada yang ingin di tanyakan silahkan sebelum beberapa menit lagi waktunya habis."

Satu jam berlalu, setelah menjawab tiga pertanyaan dari muridnya itu Nesya pamit kemudian berlalu begitu saja menuju ruangannya untuk membereskan semua barangnya kemudian melangkah menuju halte untuk menunggu bus datang.

My Lovely Teacher [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang