PLETAK! sebuah penghapus papan tulis melayang mengenai kepala bagian belakang seorang siswi. Siswi itu sama sekali tak terkejut. Dia berjongkok untuk mengambil penghapus papan tulis itu.
Terdengar tawa kecil dari belakang punggungnya. Ia pun juga masih bisa mendengar bisikan kecil seperti,
"Pas kena kepala! Kkkk"
"Bisa gitu ya, Fel haha"Siswi itu hanya mendesah,
Membatin,Felix lagi ya....
Siswi itu kembali duduk di bangkunya dan mulai berpura-pura membaca bukunya lagi.
Dia bernama Zelda Alyana. Seorang siswi pendiam, lugu, dan terintimidasi.
Keinginannya kini hanya satu, cepat lulus SMP dan pergi sejauh mungkin agar tak bertemu dengan teman sekelasnya yang mengganggunya lagi.
Terutama dengan cowok yang memiliki mata berwarna kelabu yang sedang duduk di meja pojokan bersama dengan teman segengnya. Namanya adalah Felix Aras Mikaela.
Yang untuk berbagai alasan Lya tak setuju nama yang memiliki arti indah itu dimiliki oleh orang sepertinya.
"Aku akan segera keluar dari sini. Hanya perlu beberapa minggu lagi dan aku gak akan lagi melihat orang-orang itu".
Batin Lya seraya melihati ke arah siswa-siswi yang menertawainya tadi. Sorot matanya tajam, penuh amarah dan rasa kesal juga niat dan ambisi.Mata Felix yang menyadari tatapan sepasang mata beruang terarah padanya pun menemui mata beruang itu.
Mereka bertatapan.
Yang satu dengan tatapan bencinya dan yang lain hanya menatap biasa yang tak ingin kalah.
Acara tatap menatap itu berakhir setelah salah satu pihak mengedarkan pandangannya ke arah lain. Felix tersenyum tipis sembari mengedarkan pandangannya.
Mereka sering melakukan itu. Terlebih Lya yang hanya bisa diam diperlakukan buruk lalu gantinya dia hanya akan menatapi orang-orang yang mengganggunya sambil merapal sumpah serapah di dalam hatinya.
Memang hanya itu yang bisa dilakukannya. Jika memberontak dan melawan, itu hanya akan menambah masalah dan lagi tak ada seorangpun dipihaknya yang mau membelanya. Dia sudah pasti kalah.
Bel berbunyi, Lya bangkit dari tempat duduknya untuk pergi ke tempat persembunyiannya.
Baru saja dia membuka pintu lalu terdengar suara teriakan memanggil namanya disertai dengan Air tumpah mengenai tubuhnya.
Dering alarm berbunyi bersamaan dengan bangunnya Alyana.
"Hah... cuma mimpi!"
Lya memegangi kepalanya lalu turun ke lehernya yang terasa sakit.
Tenang Ly, tenang... sekarang gak akan kayak dulu lagi. Kamu gak lagi diganggu. Tenang...
Usai menenangkan dirinya, Lya menuju kamar mandi. Membersihkam diri, lalu memakai seragam, kemudian sarapan bersama keluarganya dan berangkat menuju sekolah.
"Lyyyyaaaaaa" seru Citra langsung memberi pelukan pada Lya. Citra adalah sobat karib baru Lya di SMA. Seorang siswa ceria, blak-blakan, cerewet dan usil tapi penyayang. Mereka selalu bersama kemanapun itu.
"Hm... hari terakhir sekolah... aku sedih..." curhat Citra pada Lya.
"Bukannya seneng ya karena nanti libur panjang, cuma 2 minggu sih".
"Nanti aku kangen gorengan ibu Julaiha Ly, itu sebabnya aku sedih ini hari terakhir di semester satu"
"Gak bosen-bosen ya kamu beli itu tiap hari"
"Oh tapi kayaknya gak bosennya karena ada Mas Joan kan""Tuh tau. Hehe"
"Trus trus gimana perkem-"
"Alyana!" Panggil seseorang dari luar kelas, Rian namanya.
"Si doi udah manggil, sana gih" kata Citra sambil menyikut Lya. Lya tersenyum lalu pamit pada sobatnya itu dan menghampiri Rian.
"Iya Ri, ada apa?"
"Em ini Ly aku disuruh bawa buku-buku ini sama Bu Anin untuk ditaruh di kelas kamu"
"Oh iya ini buku kami. Makasih untuk bantuannya ya, Rian" Lya tersenyum saat mengatakannya. Rian pun membalas senyuman Lya.
"Yaudah ya Ly, aku balik ke kelas dulu. Bye"
Lya senang bertemu Rian. Karenanya Lya tak lagi menjadi waspada dekat dengan laki-laki. Dulu Lya berfikir laki-laki hanyalah sumber dari kenakalan, kejailan, dan masalah. Karena sebagian besar pengganggunya saat SMP adalah laki-laki. Tapi kini berbeda, Rian adalah laki-laki yang baik padanya. Bukan hanya Rian saja, tapi kini ia bisa akur dengan siswa laki-laki yang berada di kelasnya. Ini perubahan yang sangat besar bagi Lya.
Dia sudah mempunyai teman yang baik, sosok pujaan hati pemanis hidup, dan lagi tak ada yang mengganggunya sekarang. Semua terasa sangat lancar. Yang mengganggu mungkin hanya tumpukan tugas yang menuntut untuk segera dikerjakan. Lya merasa inilah balasan setelah menunggu dan bersabar saat di SMP. Inilah saat kebahagiaan untuknya.
"Ly, pulang pake sepeda lagi?" Tanya Citra sambil menunduk melihat sepeda Lya.
"Iya, aku pengen nikmatin udara pulang dari sekolah. Kalo pake motor kecepetan"
Citra lalu mengeluarkan sesuatu dari Tasnya. Itu adalah sekotak coklat. Citra lalu memberikan kotak coklat itu pada Lya.
"Hadiah untuk liburan kamu Ly, biar tiap hari selalu maniiis"
"Mmm manis banget... makasih Cit. Kalo tau bakal dikasih Hadiah aku pasti nyiapin hadiah juga buat kamu"
"Hehe gak papa Ly. Yaudah hati-hati ya Ly, Semangat goesnya! Sampai ketemu nanti" ucap Citra sambil melambaikan tangan. Lya pun membalas lambaian tangan itu.
Lya menaruh kakinya di perdal lalu mulai menggoes sepedanya. Memang butuh waktu lama untuk sampai di rumahnya, tapi bagi Lya itu tak masalah. Moodnya sedang bagus saat ini. Ia ingin melihat berbagai pemandangan indah yang dilaluinya saat pulang sekolah.
"Hm kayaknya mau dibangun toko disitu. Nanti aku coba mampir kalau sudah jadi!"
Lya terus menggoes perdal sepedanya. Sepedanya melaju kencang. Angin menerbangkan tiap helai rambutnya. Sangat menyejukkan. Matahari berwarna oranye menambah warna indah disekelilingnya. Sesekali Lya menutup mata menikmati hangat mentari di sore hari
Ia lalu bernyanyi atau sekedar bersenandung. Rute jalan yang dilewatinya memang sangat asri karena dikelilingi berbagai tanaman dan rindang pohon. Jalannya juga sunyi dan sepi akan motor ataupun mobil, rendah akan polusi.
Tinggal serempat jalan lagi sampai ia tiba dirumahnya. Namun sebuah pemandangan membuat senyuman hilang dari wajah Lya.
Matanya tepat menangkap kedua buah bola mata kelabu yang tepat menatapnya juga. Ia langsung mengalihkan kembali pandangannya kejalanan. Berpura-pura bahwa ia tak pernah melihat hal itu hari ini. Meyakinkan dirinya sendiri bahwa itu hanya halusinasi, itu bukan kenyataannya.
Lya pun kembali mendapat kesadarannya. Jiwanya kembali tenang dan melanjutkan perjalanan dengan santai lagi.
Sayangnya itu tak berlangsung lama. Lya menarik Rem sekuatnya agar tak menabrak sebuah motor yang berhenti tepat di depannya.
Sialnya, Lya kehilangan keseimbangan dan terjatuh dari sepeda.
"Aduh..." Lya memegangi lututnya yang lecet.
Sepasang kaki berhenti tepat didepannya. Ia mendongak untuk melihat sosok pemilik kedua kaki itu. Untuk melihat siapa orang yang hanya berdiri disana tanpa membantunya bangkit atau menanyakan keadaannya. Juga yang lebih penting, siapa orang gila yang sengaja menghentikan motornya mendadak didepan jalurnya?!
Sekejap matanya melotot, tangannya gemetar dan dingin. Tubuhnya menjadi lemas, ia tak bisa menggerakan tubuhnya untuk beberapa saat. Seolah ia telah terhipnotis oleh sepasang mata kelabu yang tak asing baginya, meski 6 bulan lebih telah berlalu sejak terakhir kali ia melihat mata itu.
Siapa lagi kalau bukan mata sang pembawa kekacauan di hidup Lya,
Felix.
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Youth
Teen FictionZelda Alyana hanya ingin segera lulus SMP dan memulai kehidupan barunya. Ia ingin terlepas dari masa SMP nya yang penuh dengan derita akibat kejahilan teman-teman sekelasnya. Terutama terhadap Felix Aras Mikaela, pelopor Gerakan Mengganggu Alyana. S...