2. Home Sweet Home

10 1 0
                                    

Felix menggendong Lya lalu kembali mengantarkan Lya ke kamarnya. Ia menidurkannya, memberinya selimut, lalu memeriksa kembali suhu tubuh Lya. Felix lalu keluar ruangan hendak mengambil sesuatu.

Seorang pelayan yang mendandani Lya melangkahkan kakinya kehadapan Lya.

"Tuan muda juga secemas itu saat membawa Nona pulang semalam. Dia panik dan langsung menidurkan Nona. Dia menyuruh saya mengganti pakaian Nona. Dia menunggu Nona bangun semalaman sampai tertidur di Sofa.
Ini pertama kali sejak 3 tahun terakhir dia membawa seorang perempuan masuk ke rumah utama.
Tapi setelah saya melihat mata Nona, saya bisa mengerti kenapa Tuan bertingkah seperti itu" tutur pelayan itu.

Felix lalu muncul membawa alat-alat kompres. Para pelayan pun meninggalkan ruangan dan hanya menyisakan mereka berdua.

"Aku mau pulang..." gumam Lya sambil membuka matanya.

Felix terlihat kebingungan karena permintaan Lya, pasalnya sekarang dia tengah membawa berbagai macam alat kompres. Tapi kini dia meletakkan semua alat itu ke meja.

Dengan halus dia berucap,
"Yaudah, aku antar kamu pulang"
Felix lalu membantu Lya bangun lalu menuntunnya keluar.

Pikiran Lya kacau saat ini. Memikirkan apa alasan yang paling logis terhadap sikap Felix yang jauh berlawanan dari dia yang biasanya. Dia tak tahu, apa ini betul kenyataan atau mimpi. Atau mungkin selama ini dia salah tentang Felix? Tapi rasanya sulit bagi Lya untuk menerima keadaan ini. Semuanya terasa abstrak, absurd.

Langkah Lya pun terhenti.

"Ini salah... ini gak bener..." ucapnya lirih.

"Ini gak kayak kamu. Kamu gak pernah sebaik ini ke aku selama ini, sekarang kenapa tiba-tiba kamu jadi sebaik ini?" Ucap Lya dengan sorot mata kuat dan kokoh. Dia menepis tangan Felix yang memegang pundaknya.

"Kamu punya maksud apa sebenarnya? Orang kayak kamu gak mungkin kayak gini! Gak mungkin sebaik ini! Biasanya kamu akan tertawa melihat kesusahan orang lain tanpa memperdulikan perasaannya. Tapi sekarang... kamu punya maksud apa?!"

Felix hanya diam, dia lalu mendekati Lya. Lebih dekat hingga membuat Lya mundur dari tempatnya berdiri.

"Kamu bicara seolah kamu mengenal aku" ungkapnya langsung didepan wajah Lya. Lya bisa merasakan perbedaan atmosfir kini.

Tapi mulutnya tak mengindahkan peringatan yang datang dari udara itu,
"Kamu itu jahat! Terus menggangguku, membuat hidupku penuh kekacauan, gak ada rasa aman saat kamu ada didekatku. Membuatku selalu cemas akan apa saja yang terjadi hari ini disekolah. Hidupku terasa berat karena kamu.
Aku benci kamu!" Umpat Lya yang setengah berteriak. Kini semua kebungkamannya telah terlampiaskan.

Tangan Felix bergerak menyentuh dagu Lya lalu sedikit menariknya keatas menghadap balik wajahnya.

"Bahkan kalimat yang keluar dari mulutmu serupa seperti yang dikatakannya ya...
Memuakkan"

Mata Lya terbelalak. Dia merasa takut disekujur tubuh. Seberapa lamapun Lya bersama Felix, dia bisa langsung tau kalau Felix adalah salah satu Laki-laki yang bisa melakukan apa saja sesuai keinginannya.

Tapi apa ini... aku merasa takut, tubuhku menggigil, tapi aku merasa panas. Seolah ingin meledak.

"Dan lagi mata beruang itu... Aku membencinya setiap kali melihatnya" sambungnya.

Lya tak dapat lagi menahan dirinya. Ia berusaha sekuatnya melepas tangan Felix yang bertengger di dagunya kemudian menghempasnya kuat.

"Kalau begitu jangan pernah temui aku lagi!!" Lya lalu berlari meninggalkan Felix.

Our YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang