Felix kembali mendapatkan kontrol dirinya. Ia pun bisa menghembuskan nafasnya lega dan teratur kini.
Pantulan diri Lya dari cermin dihadapannya memberitahu kehadirannya disana. Felix berbalik untuk melihat apa ekspresi Lya yang menyaksikan kedalam dirinya tadi.
Akan seperti apa? Apa yang akan dipikirkannya?
Ekspresi yang didapatinya adalah raut sedih diwajah Lya, bersamaan dengan tangannya yang mengepal didada.
Itu membingungkan bagi Felix, apa yang gadis itu tengah pikirkan? Apa dia mengasihaninya? Tidak mungkin.
Alyana membencinya bukan?
Tapi apa itu?
Seolah kenyataan benar-benar menampar Felix yang belum terlalu mengenal Lya hingga membuatnya bertanya-tanya tentang hal sepele seperti ekspresi wajah.
Ia lalu memegang keningnya hingga menutupi mata, berusaha merangkai ekspresi yang akan ditunjukannya pada Lya senatural mungkin.
Dan kini, raut wajah ceria terpapar di wajah Felix. Ia lalu menghampiri Lya dengan percaya diri. Memang keahliannya untuk memasang seperti apa ekspresi yang ia inginkan. Sangat licik.
"Tersesat ya? Wajar sih untuk yang pertama kali datang ke sini"
Namun pandangan Lya sepenuhnya terarah pada tangan Felix yang memegang Hanphone. Felix mengerti, ia lalu berasalan bahwa tadi menerima telepon dari temannya.
Sudut mata Lya terangkat mendengar kebohongan Felix. Bagaimana mungkin hanya teman tapi dapat menaklukan seorang Felix hanya dengan kata-katanya pula?
Tapi kalau dipikir lagi, itu mungkin saja kalau teman yang dimaksud itu perempuan yang disukainya. Dan kini mereka sedang bertengkar. Bisa saja juga alasan dia membawa Lya ke Villa ini adalah untuk membuat perempuan itu cemburu, tapi sayangnya dari ptelfon itu mengatakan hasil dari tindakannya ini buruk. Pikir Lya.
Tapi kenapa harus Aku yang dilibatkan??
Oh iya, dia kan Felix. Sudah pasti dia ingin menyusahkanku."Ayo, aku antar kamu kembali ke ruanganmu"
Felix berjalan mendahului Lya. Ia berjalan cukup cepat tapi itu memang santai baginya. Namun secepat apapun itu atau sekeras apapun suara langkah kaki mereka. Itu masih belum cukup untuk menghancurkan keheningan malam ini yang kini terasa mencekam.
Dan lagi dirumah sebesar itu, hanya ada mereka berdua dan beberapa pelayan yang sebagiannya kemungkinan sudah pulang setelah mengemas peralatan Barbeque tadi.
Itu pun membuat Lya sedikit merasa tak nyaman. Ntah mengapa dia merasa seperti sedang diawasi. Hanya dengan suara angin lalu lalang pun sudah membuatnya merasa ketakutan. Denting jam membuat ketakutan Lya semakin terpicu.
Dan semakin buruk lagi karena hujan deras turun dengan tiba-tiba.
Ada apa dengan cuaca dan suasana hari ini?
Dan lagi deru angin yang semakin cepat bagai sedang terburu-buru deadline.Lya tahu, yang kini tengah dilakukannya pasti ditolak oleh akal sehatnya. Tapi dia tak ingin melewati kengerian ini sendiri.
Lya memegang erat lengan Felix didepannya seolah tak ingin lepas untuk waktu yang dekat.
Wajahnya merengek. Lya benar-benar ditaklukan oleh ketakutannya kini. Membuat Felix sedikit jengkel karena harusnya dia yang menaklukan Lya malam ini bukannya ketakutan Lya sendiri.
Felix mengamati raut wajah itu. Dia lalu teringat akan ekspresi seorang anak kecil yang menahan tangis saat dia berada di sebuah rumah sakit karena mengalami kecelakaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Youth
Fiksi RemajaZelda Alyana hanya ingin segera lulus SMP dan memulai kehidupan barunya. Ia ingin terlepas dari masa SMP nya yang penuh dengan derita akibat kejahilan teman-teman sekelasnya. Terutama terhadap Felix Aras Mikaela, pelopor Gerakan Mengganggu Alyana. S...