"Ambil aja sendiri. Digantung diatas pintu balkon kamarku"
Sebuah kalimat perijinan yang bagi Lya adalah tiket menuju ke neraka.
Lya kembali bingung dan gelisah. Sudah pasti dia menginginkan bonekanya kembali ke tangannya. Tapi dia juga tak ingin kembali ke rumah besar itu.
Argh kemana kepercayaan diriku semalam?
Akhirnya Lya menghembuskan nafas berat. Dengan berat hati pula ia berkata,
"Temenin a-aku ngambil boneka-nnya"Habis sudah hidup mu Ly, tamat sudah.
Felix memasukkan kedua tangannya disaku celana sambil memandang lirih Lya.
"Yaudah ayo"Keduanya pun menaiki sebuah mobil dan melesat pergi dengan menghembuskan dedaunan rontok dibawahnya.
Disamping itu, Mas Yohan berdiri melihat kepergian mereka.
"Gak pacaran katanya..."Di dalam mobil, hanya ada keheningan yang terasa. Tak ada yang berbicara atau berencana memulai percakapan. Terasa bagai suasana ujian nasional yang mencekam.
Sesekali Felix melihati Lya yang duduk dengan tegangnya. Kaku bagai patung. Untuk berekspresipun Lya tampak ragu.
Itu membuat Felix kembali mengingat percakapannya dengan Cakra, salah seorang sobat karibnya.
Tepat 3 bulan yang lalu, saat Felix masih berada di Belanda dan Cakra menemuinya disana.
Saat itu mereka berada di sebuah ruangan besar dan mewah bagai istana. Bisa ditebak bahwa itulah kediaman Felix disana.
"Bagaimana ini, dulu kamu sangat membencinya. Tapi sekarang kamu tahu dia juga mengenal orang yang sangat penting bagimu. Kamu benar-benar memiliki nasib buruk dengan perempuan" ujar Cakra yang sedang melihat-lihat Action Figure milik Felix.
Ya, disalah sudut ruangan itu terdapat lemari penuh Action Figure koleksi Felix saat masih kecil.
Felix hanya membisu sambil melihati luar jendela megah itu.
"Ntahlah, mungkin memang aku sudah terikat pada Indo. Baru kutinggal sebentar sesuatu yang menarik muncul disana"Cakra terkekeh,
"Tentu saja. Lagi pula kamu seorang Mikaela. Kenapa seorang Mikaela tak bersekolah di sekolah miliknya?"Angin tiba-tiba berhembus dengan kencangnya menerbangkan gorden putih jendela.
"Itu menghancurkan tradisi"
Felix menatap Cakra dengan tatapan tak ber arti. Cakra membalasnya dengan tersenyum lucu. Ia tahu apa yang ada dipikiran sobatnya itu.
"Andai aku bisa melihatmu bermain"
....
Kembali ke saat ini, mobil yang membawa Felix dan Lya sampai di rumah utama. Keduanya pun langsung menuju ke kamar Felix.
Tak berselang lama, mereka sampai di dalam kamar Felix. Lya merasa aneh disana. Seperti ada yang kurang atau hilang dari ruangan itu. Terasa kosong, sepi dan tak berwarna lagi. Sampai Lya pun menyadari, barang-barang milik Felix tak ada lagi disana.
Felix mengambil gantungan boneka itu lalu memberikannya pada Lya.
"Aneh ya? Ruangan ini terasa hampa sekarang" kata Felix yang membuka isi pikiran Lya.
"Em, tadi disana ada boneka action fig-"
Lya sadar, sekarang dia sedang berbicara santai dengan Felix. Hal yang mustahil terjadi saat SMP terwujud saat ini.Felix berjalan melewati Lya lalu duduk di tempat tidurnya.
"Aku mau pindah hari ini" ujarnya.Lya sudah pasti tak peduli akan hal itu. Malah dia senang kalau Felix pindah. Kalau bisa sejauh mungkin agar mereka tak lagi bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Youth
Fiksi RemajaZelda Alyana hanya ingin segera lulus SMP dan memulai kehidupan barunya. Ia ingin terlepas dari masa SMP nya yang penuh dengan derita akibat kejahilan teman-teman sekelasnya. Terutama terhadap Felix Aras Mikaela, pelopor Gerakan Mengganggu Alyana. S...