"Terima kasih, kamu selalu ada untukku," kata Arjuna, tangannya mencoba meraih jemari lentik tunangannya. Gayung tak bersambut, Tiffany menepis tangan Arjuna. Mata cantiknya menatap tajam pria itu.
"Tapi sepertinya aku mulai bosan," ucapnya perlahan tanpa perasaan.
"Apa maksudmu?" Arjuna berusaha bangkit dan mengikis jarak keduanya.
"Aku ... hanya sudah bosan menunggu."
Gadis itu semakin tajam mengarahkan tatapannya yang mematikan kepada Arjuna. Sakit. Kecewa. Hati pria itu hancur, satu-satunya wanita yang ia harapkan bisa manjadi pendamping hidup, dengan tega berkata seperti itu.
"Apa maksudmu bosan?"
"Arjuna, berkacalah! Apa menurutmu aku menyukai wajah barumu?" cerca gadis itu tajam.
"Jadi karena wajahku?"
"Menurutmu apa? Arjuna tolong berpikirlah yang masuk akal, apa kata orang saat melihat pengantinku seperti ini?" Tiffany berkata sarat luapan emosi.
"Ya Tuhan, ini kecelakaan. Apa menurutmu aku ingin seperi ini?" Arjuna menjambak rambutnya frustrasi.
"Kecelakaan akibat kebodohanmu, coba seandainya waktu itu kamu tidak melakukan hal konyol itu, kamu akan baik-baik saja."
"Hal konyol katamu? Tidakkah kamu menghargai usahaku menolong nyawa seseorang?" Arjuna benar-benar tidak mengerti dengan cara berpikir tunangannya itu.
"Menyelamatkan nyawa orang lain dengan merugikan diri sendiri itu tindakan konyol, akuilah!"
"Tiffany, tolong bersabarlah sedikit! Dokter bilang ...," terang Arjuna dengan nada memohon. Ia sudah kehilangan kata-kata untuk meyakinkan Tiffany.
"Aku sudah sangat bersabar. Tolong hargai keputusanku, aku ingin kita berakhir di sini."
***
Bising dan gaduh dari benda-benda yang terbakar, instruksi para petugas dengan alat pemadam dan warga yang berlomba dengan alat seadanya, sirine menjerit. Semuanya semakin memekakkan seiring api yang mengganas.
Sementara Arjuna di dalam gudang yang terbakar, berusaha mencari keberadaan Pak Samsul, seorang petugas kebersihan yang usianya sudah lewat setengah abad.
Arjuna berusaha membuang pikiran negatif dan terus mencari lelaki tua itu di antara tumpukan kertas yang mulai terbakar. Suasana panas terasa menyengat kulit, asap tebal menyesakkan napas dan mata pedih. Dengan lengan kemeja yang menutup hidung dan mulut, pimpinan perusahan percetakan itu masih terus berjuang mencari keberadaan karyawannya. Tubuh atletisnya yang mulai kepayahan terus berusaha menjangkau bagian dalam gudang.
Di antara asap hitam dan bara merah Arjuna mendapati sosok tua terbaring di antara tumpukan kardus berisi buku-buku siap edar. Dengan cekatan lelaki itu menghampiri sosok lemah yang seprtinya sudah kehilangan kesadaran. "Pak, bangun!" Arjuna mengguncang bahu Pak Samsul.
Tanpa menunggu, Arjuna menarik lengan Samsul lalu meletakkannya melewati pundak. Lelaki tua itu terbatuk-batuk, kesadaran masih tinggal, langkah mereka tertatih.
Jalan yang tadi Arjuna gunakan kini tertutup. Lidah-lidah api meluaskan pestanya. Mata pedih pria itu mengamati sekitar, mencari jalan baru. “Pak, bisa agak cepat?"
Samsul yang kehabisan napas hanya bisa mengangguk ragu, tetapi kemudian lelaki tua itu melemas. Arjuna terus berusaha menopangnya.
"Tidak kuat, Pak. Pak Arjuna selamatkan diri."
Arjuna menggeleng tegas. Matanya meneliti sekitar, dentum dan derak mulai mengerikan. Plafon ruangan mulai berguguran, jatuh satu demi satu. Jantungnya yang dari tadi berderap, kini seperti terlepas. Derit tepat di atas kepala. Kepala Arjuna terdongak. Tubuhnya bergerak tanpa perintah otak, melompat menjauh bersama lelaki tua yang sudah hilang tenaga.
Dentum terakhir menutupi raung kesakitannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty and the Beast
RomanceHappily every after. Satu kalimat yang tak pernah lagi Juna yakini kebenarannya semenjak kebakaran merenggut wajah tampannya, sekaligus perempuan yang ia percaya sebagai cinta sejatinya. Namun, semua itu terkikis sewaktu ia bertemu Ayu, perempuan c...