Bab 6

3.3K 393 28
                                    

Ayu tanpa sungkan meniti wajah tenang Arjuna yang sedang menyantap seporsi lasagna. Bola matanya yang cokelat pekat, kini terlihat terlihat begitu jelas, meski sedikit terhalang topeng yang Arjuna kenakan. Restoran kelas bawah yang masih terbilang cukup mewah, menjadi pilihan Arjuna saat Ayu memintanya untuk makan siang bersama.  Lukisan-lukisan yang Ayu kirimkan untuk Arjuna, ternyata membangun sebuah hubungan. Meskipun sebatas kenalan, dirinya ingin lebih dekat dengan Arjuna.

“Kenapa?” tanya Juna dengan sedikit bergumam, tanpa menatap Ayu.

Ayu tersenyum menyadari tindakannya membuat Arjuna tidak nyaman. Namun, setelah mengetahui jati diri pria di hadapannya, Ayu merasakan jiwanya tertaut, tenang dan damai. Terlebih jika penggalan kalimat yang ditulis oleh Beasty seolah-olah mengalun indah di kepalanya. “Apanya?”

Arjuna meletakkan sendok yang digenggamnya, bergerak canggung ingin menyentuh topeng di wajahnya. “Tidak ada masalah dengan topeng itu,” jelas Ayu cepat, dengan senyum yang tak lepas dari wajahnya. “Saya hanya merasa ingin melihatnya lebih jelas. Masih tidak menyangka, bisa berteman dengan sosok misterius di balik kalimat-kalimat ajaib Beasty. Maaf jika tindakan saya terlihat tidak sopan.”

Arjuna menurunkan tangannya yang sempat terangkat, dan kini tatapan mata Ayu tersambut. “Ah, ya … terlalu sering mendapatkan tatapan negatif, membuat saya begitu sensitif jika ditatap seperti itu,” jawab Arjuna dengan air muka yang kembali tenang.

Ayu paham betul rasanya ditatap dengan pandangan seperti itu, meski konteksnya berbeda dengan yang Arjuna rasakan.

“Benar, terkadang saya juga merasa risih dengan tatapan orang lain.” Ayu mengingat tatapan orang-orang yang pernah berhadapan dengannya. Meskipun kata ‘cantik’ bukanlah hal negatif, tapi jika apapun yang dia lakukan selalu dikaitkan dengan kata tersebut, rasanya begitu memuakkan.

“Adakalanya hidup itu seperti mimpi,” jeda Arjuna, membuat Ayu yang semula tidak fokus, kembali menatap pria itu. ”Ada saat kamu ingin berteriak, tetapi tak bersuara. Ingin berlari, tetapi hanya diam di tempat. Hanya terdiam tanpa bisa menyatakan rasa enggan di hati.” Arjuna tersenyum sendu, tatapan matanya terlihat kosong untuk sesaat.

Ayu merasa sedikit bersalah, secara tak langsung ia sudah mengungkit kenangan buruk yang tersimpan dalam hati Arjuna. Anehnya, tanpa banyak kata yang terucap dari Arjuna. Ayu merasa sudah cukup mengerti, memahami apa yang bersarang di benak lelaki itu.

Menepuk tangannya pelan, Ayu berusaha membangun suasana ceria. Membuang aura menyeramkan yang sempat ia ciptakan tadi. “Oke, oke. Hari ini tidak boleh ada awan kelabu. Kamu sudah selesai, kan, makannya?” tanya Ayu yang dijawab dengan anggukan kepala oleh Arjuna. “Bagaimana kalau kita ke keliling kapal ini? sepertinya akan menghabiskan banyak waktu.”

Berhasil menarik perhatian Arjuna, kini keduanya bergegas pergi meninggalkan restoran. Menghabiskan waktu dengan berjalan di atas kapal tanpa tujuan. Ayu merasa bahagia, mendengar Arjuna yang mulai aktif menanggapi ocehannya, dan terkadang melantunkan kutipan dari salah satu buku Beasty.

Setelah puas melihat sekelompok pemain orkestra menunjukkan kepiawaiannya dalam bermain alat musik. Ayu dan Arjuna berjalan beriringan, menyusuri beberapa bagian kapal seperti casino dan tempat hiburan.

“Ayu?” Panggilan yang terdengar ragu, membuat Ayu meredakan tawanya setelah menceritakan kesialan yang dirinya alami saat melukis di taman. Arjuna yang ada di sampingnya ikut menoleh ke sumber suara.

Seketika senyum Ayu pudar, melihat sang Mama dan beberapa orang yang ia kenal sebagai teman mamanya itu berdiri tepat di depan pintu ruang pameran lukisan. Menatapnya tanpa senyum, serta sorotan penuh tanda tanya dari rekan ibunya.

Beauty and the BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang