Bab 14

2.4K 341 25
                                    

Nomor yang Anda tuju sedang berada di luar service area...

Klik!

Lintang mematikan ponsel seraya mendecak kesal. Ia mondar mandir dengan gusar setelah menerima kabar bahwa Ayu kabur dari rumah dan ini sudah hari ketiga Ayu menghilang entah ke mana. Hingga seratus kali Lintang berusaha menelepon,  hal yang sama pun terjadi. Ponsel Ayu seperti sedang menyembunyikan si empunya.

Lintang tidak percaya Ayu bisa nekat meninggalkan rumah, meski ia memahami keinginan gadis itu untuk tinggal sendiri, terpisah dari kedua orangtuanya. Namun, sekali lagi ia tak menduga Ayu serius hingga memilih kabur ketika Wayan dan Sekar menolak keinginannya.

Hati Lintang semakin risau. Dipandanginya langit-langit teras rumahnya sembari berpikir keras. Ia sudah mencari Ayu di restoran, taman, kediaman teman-teman dekat, hingga mall yang kiranya akan dikunjungi oleh tunangannya itu. Namun, semuanya nihil. Dunia memang sedang mempermainkan perasaan Lintang dengan menyembunyikan Ayu begitu mudah.

Pasti ada petunjuk. Berpikirlah, Lintang!

Ayu pergi tanpa membawa barang apa pun dari kamarnya, kecuali ponsel. Lintang sudah memeriksa kamar Ayu pagi tadi. Pakaian, alat melukis... semuanya masih ada di kamar. Tidak, ada satu benda yang juga ikut menghilang dari meja di kamar Ayu. Buku Persona.

Juna. Juna. Juna.

Sembari kakinya melangkah berputar-putar di tempat yang sama, Lintang tak bisa mengenyahkan nama lelaki itu dari otaknya. Entah bagaimana, ia punya kecurigaan bahwa semua perubahan Ayu berhubungan dengan Arjuna. Dan, jika Ayu yang selama ini ia kenal patuh serta tak pernah melakukan hal di luar batas tiba-tiba memutuskan untuk kabur dari rumah, maka hanya ada satu tempat yang kemungkinan besar menjadi tujuan gadis itu: Arjuna. Tentu saja.

Sejenak, jemari kanan yang memegang ponsel berwarna silver itu mengetik satu nama di kontak telepon. Lintang merasa perlu bertanya langsung pada Juna.

***

"Baiklah, kita bertemu besok. Sekaligus makan siang? Ada sebuah kafe sekitar seratus meter dari kantor Hero Publisher." Juna berbicara sembari memandang keluar jendela ruang makan. Ponselnya menempel di telinga. "Sampai jumpa besok." Arjuna mengakhiri sambungan telepon diiringi helaan napas berat.

Ayu mengangkat wajah dari buku Persona yang sedang ia baca untuk kesekian kalinya. Gadis itu mengamati bahasa tubuh Arjuna yang terlihat gusar. Bahkan ketika lelaki itu berbalik dan berjalan ke arahnya, senyum Juna tampak tidak meyakinkan. Juna menarik kursi di sebelah Ayu lalu duduk.

"Itu tadi Lintang yang menelepon," ujarnya.

"Kamu ngasih tahu aku ada di sini?" tanya Ayu pelan.

Juna menggeleng. "Saya tidak bilang apa-apa. Tapi kami akan bertemu besok, dan sebaiknya kamu ikut. Pulanglah bersama Lin---"

"Enggak! Aku nggak mau," potong Ayu tanpa memandang Juna. Ia tahu ke mana arah pembicaraan itu. "Aku nggak akan kembali ke rumah sampai mereka memahami keinginanku."

Juna mengambil buku Persona dari tangan Ayu, meletakkannya di meja, lalu memegang kedua tangan perempuan itu dengan lembut. "Adakalanya tidak semua keinginan itu terpenuhi. Apa caramu kabur bisa menyelesaikan semuanya? Saya rasa tidak. Kamu justru memperkeruh suasana, Ayu."

Ayu melihat dada Juna naik saat pria itu menarik napas berat sebelum kembali melanjutkan kalimatnya.

"Orangtuamu mencarimu, Ayu. Jangan buat mereka bersedih karena kehilangan putri semata wayang mereka. Orangtua adalah orang pertama yang mencintai kita tanpa pamrih."

"Tanpa pamrih?" protes Ayu dengan suara meninggi. "Sekarang Papa Mama mengharapkan aku patuh pada keputusan sepihak mereka demi membalas kasih sayang mereka selama ini, Jun. Bukankah itu pamrih?"

Beauty and the BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang