“Juna, tidak baik jika Ayu terus di sini. Bagaimanapun juga statusnya adalah tunangan orang lain, bukan gadis bebas. Ibu nggak mau kamu dianggap sebagai perebut kekasih orang.”
Samar, Ayu mendengar ucapan Ibu Juna. Niat awal ingin masuk ke dalam kamar, Ayu urungkan. Gadis yang kini dalam masa pelarian dari kedua orang tuanya memilih kembali duduk di teras belakang, mengamati air yang mengalir di atas kolam ikan buatan. Gemericik air yang ditimbulkan membuat pikirannya kembali berkelana. Benarkah pilihannya saat ini?
Meskipun hatinya berteriak menginginkan kebebasan, ia tak boleh gegabah menentukan pilihan. Meninggalkan rumah tanpa persetujuan adalah tindakannya tanpa pikir panjang. Ibu Juna benar, hadirnya Ayu di sini akan menimbulkan masalah untuk Juna. Cepat atau lambat dirinya pasti kembali. Pulang ke rumah dan menghadapi keinginan orang tuanya.
Prinsip Juna yang tidak ingin menentang kedua orang tua, membuat Ayu memantapkan pilihannya. Menghadapi sang Ayah dan Ibu untuk mengungkapkan isi hatinya, yaitu memperjuangkan untuk terus bersama pria yang sudah mencuri hatinya. Sebab Ayu yakin, jika ia dan Arjuna berjuang dengan sungguh-sungguh, kedua orangtunya pasti akan merestui. Kendatipun akan memakan waktu yang lama. Ayu akan tetap bertahan.
“Hei.” Tepukkan lembut di punggung Ayu, membuat gadis itu tersentak. “Bengong saja,” ucap Juna, lalu ikut duduk di samping Ayu yang kini menoleh memperhatikan Juna.
“Juna,” panggil Ayu lirih. “Menurutmu ... aku harus pulang?”
“Harus. Orang tuamu pasti menunggu.” Ucapan Juna terdengar begitu mantap dan tegas di telinga Ayu.
“Maafkan aku Juna, kehadiranku di sini hanya membuat posisimu semakin sulit. Baiklah. Aku akan pulang, tapi ...,” jeda Ayu lalu menatap mata Juna dalam-dalam. Banyak kecemasan dalam diri Ayu, kebersamaanya dengan Juna lagi-lagi harus berakhir. Mampukah ia melalui semua pilihan orang tuanya lagi?
"Semuanya akan baik-baik saja. Percaya, kedua orangtuamu hanya menginginkan yang terbaik untuk masa depanmu. Jangan ragu, jika memang tidak sesuai dengan keinginan hatimu, mungkin kamu bisa mulai bicara dengan ayah atau ibumu."
"Tapi Juna ... aku takut. Aku takut harus berpisah lagi darimu," lirih Ayu yang tidak mendapatkan respon apapun dari Juna. Hingga pria yang kini tak lagi menggunakan topengnya bangkit.
"Bagaimana kalau besok aku antar?" alih Juna.
***
Lintang meremas rambutnya, wajahnya yang tampak keruh menandakan hatinya sedang tidak baik. Lampu lalu lintas yang masih berwarna merah, memberikan kesempatan untuk pria yang kini sedang menuju rumah tunangannya itu memainkan telepon genggam. Mencoba peruntungan sekali lagi, mugkin saja nomor gadis yang ditunggunya kini sudah aktif.
“Ahhh ... Ayu. Sebenarnya kamu di mana?” Teriakan furstasi terdengar, ketika panggilannya tidak membuahkan jawaban, lalu dengan perasaan yang semakin keruh ia memacu mobilnya.
“Selamat malam, Bu,” sapa Lintang, ketika Sekar sudah berdiri di hadapannya.
Sepulang kerja, Lintang kembali mendatangi rumah Ayu dengan sebuah harapan besar di hatinya. Kembalinya Ayu ke rumah dan pelukannya. Entah sudah berapa hari Ayu menghilang dari hadapannya, membuat hati pria itu gusar. Pembicaraan mengenai pertunangan mereka beberapa waktu lalu membuat Lintang takut, jika Ayu akan mengakhiri hubungan mereka.
“Malam, Nak,” jawab Sekar dengan senyum yang terlihat dipaksakan.
“Ayu?” tanyanya dengan hati-hati, yang hanya dijawab sebuah gelengan pelan oleh Sekar. “Masuk, Nak,” ucap Sekar.
Belum sempat keduanya masuk, suara deru mobil yang berhenti di depan gerbang rumah Ayu mengambil perhatian keduanya. Seorang wanita yang sangat ditunggunya turun dari dalam mobil tersebut, membuat sudut bibir Lintang terangkat. Ayu, tunangannya kini telah kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty and the Beast
RomanceHappily every after. Satu kalimat yang tak pernah lagi Juna yakini kebenarannya semenjak kebakaran merenggut wajah tampannya, sekaligus perempuan yang ia percaya sebagai cinta sejatinya. Namun, semua itu terkikis sewaktu ia bertemu Ayu, perempuan c...