8: Gairah

2.4K 151 3
                                    


Langkah kaki Dena terdengar, saat perlahan menuruni tangga. Tangan kanannya memegang lentera minyak, sementara tangan kiri malah kencang memegang pisau.

Tak ada lagi rasa takut itu. Dena merasa penting untuk mengungkap misteri cerita rumah tua yang disewanya itu. Meski dia setiap hari menuruni lantai dasar itu untuk mengambil minyak tanah, maka hari itu Dena nekat berada di tempat itu untuk sesuatu. Tapi demi keamanan, dia berjaga dengan sebilah pisau.

Rasa penasaran dan kekhawatirannya yang bergejolak, makin meningkatkan rasa keberanian itu. Kebetulan, hujan deras sejak pagi membuat Aurora dan Axio masih terlelap, sehingga Dena bisa bebas leluasa membawa lentera minyak tanah dan sebuah pisau, mantap menjelajahi setiap sudut ruangan gelap tersebut.

Setiap inchi dinding dan petakan ubin lantai dia pukul dengan kayu, berusaha mencari celah kopong yang kemungkinan ada sesuatu di bawahnya.

Tug!

Dena terkesiap. Jemarinya seakan bergetar, ketukan kayu pada ubin paling ujung ruangan seperti sebuah gelombang elektromagnetik.

Tug! Tug! Teeeng....

Besi?

Kembali, Denna meyakini bahwa ketukan kayu yang dilakukannya, telah menemukan sebuah posisi yang tepat. Ada beberapa ubin yang ternyata mengeluarkan bunyi ketukan yang agak berbeda. Perlahan, Dena mulai tiarap, lalu menempelkan telinganya pada lantai ubin itu.

"Minna... Minna... apakah kamu di bawah sana?"

Tak ada suara. Sepi. Lalu Dena bangkit sambil mengarahkan pandangan ke setiap sudut ruangan. Linggis! Matanya mendadak langsung bersinar.

Tetapi Dena hanyalah wanita biasa. Sangat sulit baginya membongkar ubin meski menggunakan linggis sekalipun. Maka dengan kesal, dia hanya bisa melempar linggis tersebut.

"Minna, aku yakin kau terkubur di sana. Tunggulah di bawah itu. Aku akan dapat dengan mudah membongkar rahasia terkutuk di rumah ini..." kata Denna, sambil meninggalkan ruangan bawah tanah tersebut.

Usai mencuci tangannya di sumur, Denna lalu naik ke lantai atas untuk mencari kedua anaknya. Rupanya mereka masih tertidur, dan hujan deras masih turun. Dena membuka jendela kamarnya, membiarkan angin dan percikan hujan dari atap menyentuh lengannya. Dia memandangi pohon-pohon yang seakan menari ditiup angin. Seperti pertunjukkan balerina yang memukau pada pentas panggung.

"Kersen!" tiba-tiba Dena berteriak, saat menyadari sebatang pohon yang berdiri tepat di atas jendelanya. Mendadak jantungnya berdegup kencang. Jadi selama ini, Dena ternyata menempati kamar Minna?

"Augh!"

Dena tak bisa melepaskan pegangan tangan itu. Bahkan juga tak mampu untuk menolak, saat sosok itu memaksanya untuk membuka jendela. Dia tiba-tiba ada di depan jendela kaca itu, berdiri dalam keadaan tubuh basah kuyup.

"Darren, apa yang kamu..."

Darren tak menjawab. Dia malah melompat masuk, membiarkan air yang menetes ditubuhnya menggenangi lantai. Dena lalu mengambil handuk di lemari, namun saat dia berbalik, anak tetangganya itu sudah telanjang bulat.

"Ini handukmu!" Dena menyerahkan handuk itu, tanpa melihat Darren. Dadanya mendadak sesak.

"Terima kasih" suara Darren terdengar sayup, dia meraih handuk itu.

"Mengapa kau ke sini?" tanya Dena, masih tetap memalingkan muka.

"Aku rindu. Aku suka perbuatan kita kemarin"

Dena menelan ludahnya. Jadi, hubungan intim dalam mimpi itu ternyata nyata? Oh, Tuhan! Dena nyaris menangis. Bagaimana mungkin dia berhubungan seksual dengan anak berusia 15 tahun itu? Kemana otaknya? Dia sudah berusia 27 tahun, dan sudah punya 2 anak pula!

Hoom Pim Pah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang