37: Tangisan

1.1K 141 23
                                    

Maria mencoba menahan kemarahannya, saat melihat kedua mahluk itu duduk berdampingan di dalam mobil. Pikirannya sudah kemana-mana, apalagi dia paham betul tingkah anaknya yang tak bisa disodori wanita.

"Keluar!" kata Maria.

"Iya, Mam" suara Darren terlihat resah, dia membuka pintu mobil dan bergerak menjauh.

"Saya mau bicara, Bu" Lolita menyunggingkan senyumnya.

"Justru saya yang mau bicara!" sahut Maria ketus, membuat Lolita sedikit takut.

Pono yang berada di depan stir langsung buru-buru keluar mobil, saat Maria masuk dari pintu yang tadi dibuka Darren.

"Saya sudah berusaha menelepon Ibu tadi..."

"Anda sudah membawa anak saya, Mbak. Tanpa seizin saya. Tubuhnya memang tinggi besar, tapi dia masih anak remaja belasan tahun. Saya tidak tahu apa yang anda lalukan berdua. Apa seperti saat Dena gatal menggodanya?"

Lolita tercekat, dia merasa sangat salah tingkah. Tatapan mata Maria seakan menusuk tajam sampai membuatnya begitu gugup.

"Urusan kita, adalah menyingkirkan Dona. Bukan begitu? Bukan menjodohkan anak saya dengan anda. Jangan sampai tujuan kita berubah..."

"Saya mengerti, Bu. Saya minta maaf. Mungkin saya sedang stres dan sekedar butuh teman bicara. Jangan salah paham. Saya tetap menginginkan Hendra dalam hidup saya..."

"Semoga tetap begitu"

"Saya datang tadi untuk menanyakan, sejauh mana perkembangan rencana ibu untuk menyingkirkan Dena?"

"Sebaiknya itu kita bicarakan nanti, saya sedang tak berminat"

Lolita mengangguk, dia lalu mengeluarkan uang 2 juta rupiah dari tasnya, kemudian menyerahkan semuanya pada Maria.

"Ini ada sekedar uang untuk beli bakso, Bu. Maaf saya sedang terburu-buru, harus pulang dulu...."

Saat mobil yang membawa Lolita pergi menjauh, Maria tersenyum sambil mengelus uang di dalam saku dasternya. Ternyata mudah memanfaatkan wanita binal itu, saat kebetulan uangnya sudah habis.

Marce bibinya meninggalkan banyak harta, tapi hanya dihabiskan Maria dan Darren untuk foya-foya. Anak itu bahkan tidak lagi bersekolah karena sibuk melakukan perjalanan liburan dengan ibunya. Kini, harta tersebut kian menipis. Itulah yang  membuatnya sangat bersemangat untuk berusaha kembali menguasai tanah Kawasan Hitam.

"Hiduplah hanya dengan memanfaatkan orang-orang bodoh..." gumam Maria, sambil menyunggingkan senyumannya.

****

Peristiwa kematian seorang dukun, setelah video mesumnya dengan para sekuter tersebar, menjadi santapan berita hangat media. Kasus itu bahkan jadi bahan gosip dimana-mana, termasuk di butik Sesco.

"Tuh... tuuuh... model-modelan tuh. Tinta Profesional, tapi muncrat terkenal. Gegara video Mesopotamia, aii... aii...." Sesco geleng-geleng kepala saat nonton acara gosip televisi dengan para karyawannya di ruang makan. Dia memang selalu membiasakan karyawannya untuk makan bersama di lantai 3, atau bergantian, di ruang khusus itu dengan tukang masak khusus pula yang melayani urusan makan.

"Model apaan kek gitu, udah kek bawa 2 biji semangka kemana-mana" gerutu Sofie, sambil menyendok nasi di piringnya.

"Model majalah pria dewasa" sahut Wawan, sambil tertawa.

"Pasti, sekalian nyambi jadi pekerja di prostusi online. Kalo yang sukses, ya berhasil dapat gadun. Lu kenal mereka nggak? Itu katanya anak-anak Aras Night Club, tempat lu dulu hobi nongkrong sama Lolita" tambah Ajeng, sambil menyikut Hendra yang santai menikmati peyek kacang.

Hoom Pim Pah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang