79: Hati

1.5K 213 193
                                    

2 bulan kemudian...

Syahreza memutuskan untuk kembali ke rumah tua itu. Sesuatu yang menggelisahkannya, kerap menjadi mimpi buruk yang berkepanjangan. Dia terbiasa menguak segala sejarah masa lalu sampai ke akar, jauh ke lapisan tanah terdalam. Tetapi Prana malah memintanya untuk menghentikan penyelidikan.

"Kita sudahi saja" katanya, pelan.

Pria itu sudah tampak begitu putus asa, saat duduk di kursi rodanya. Dokter menyatakan, sebenarnya dia sudah sembuh total. Tetapi kenapa kondisinya seperti orang yang akan menunggu detik kematian?

"Apa kau trauma?" tanya Syahreza. "Apa kau melihat sesuatu yang lebih menakutkan dari pada kejahatan Yusuf?"

Prana tak menjawab, dia memberi kode kepada salah satu pekerja di rumahnya untuk mendorongnya masuk.

Itulah, yang membuat Syahreza memutuskan untuk kembali. Dia tidak melewati garis polisi yang masih terpasang, namun dia meniru gaya Yusuf memasuki rumah itu dari sudut kebun bunga milik Maria.

Anak muda itu, masih sempat ditemuinya di sel tahanan, sebelum dia memutuskan menusuk dadanya dengan gagang sikat gigi yang diruncingkan. Masih sempat coba diselamatkan, tetapi dia terlanjur menghembuskan nafas yang terakhir.

"Saya, tidak tahu tujuan hidup lagi. Saya betul-betul terkejut, saat mendapat kabar jika Garneta telah mati. Siapa yang telah membunuhnya? Bukankah kami yang harusnya jadi eksekutor dalam skenario besar yang kami tulis sendiri? Mengapa kami malah menjadi figuran dalam tragedi besar ini?"

Kalimat terakhir Yusuf itu, tak pernah dilupakan Syahreza. Saat itu, Syahreza hanya bisa menepuk-nepuk pundak Yusuf.

"Sebaik-baiknya manusia membuat rencana, hanya Allah yang Maha Menentukan. Tak ada peran mahluk yang mampu mendominasi dunia tanpa seizin-Nya. Tak ada peran utama, Yusuf. Kita ini cuma wayangnya DIA. Figuran-figuran tak penting, dengan peran yang biasa..."

Yusuf menatap tajam ke arah Syahreza, sebelum tertunduk lesu.

"Apakah membunuh itu juga karena-Nya?"

"Bukan, Yusuf. Tapi Iblis yang menggoda. Namun cerita akhirnya tetap dikuasai 'Dalang', karena Iblis juga cuma salah satu dari mahluk ciptaan-Nya"

"Percakapan ini sangat menarik, Pak Syahreza. Terima kasih telah datang mengunjungi saya. Saya merasa sangat tersentuh, mengingat keluarga saya jauh berada di kampung. Tak bakal punya ongkos untuk datang ke Jakarta"

"Ada nomor rekening saudaramu? Biar saya transfer uang ke sana, minimal orangtuamu bisa datang dari kampung"

Yusuf tersenyum, tapi lanjut menggeleng.

"Tidak usah, Pak. Nanti saya juga akan segera kembali ke kampung..."

Sungguh, Syahreza tidak memahami hal itu. Sampai akhirnya, dia mendapatkan kabar kematian Yusuf, dan proses pengiriman jenazahnya ke kampung halamannya.

Tak ada yang bisa menerka tentang perilaku seseorang. Juga kalimat yang bakal disiratkannya, baik pada kalimat lisan ataupun tulisan.

Zeta mengirimkan email padanya, usai satu minggu dia kembali ke Paris, tanpa Leonard. Karena pria itu ditahan polisi, dengan tuduhan kasus percobaan upaya penipuan dan pemerasaan kepada Sesco. Kasus ini terungkap dari pengakuan Doza Fahmi, sekutu Alya Dildo. Saat mengantar Zeta di bandara, Sesco yang begitu patah hati, meminta Zeta untuk menyelidiki sesuatu. Lalu hal tersebut, diungkapkan Zeta pada Syahreza:

Wanita itu datang ke Rumah Mode Sesco Paris yang belum launching. Dia mengaku bernama Lane, teman Leonard. Aku melihat dia begitu gugup, saat kuberitahu tentang kasus penangkapan Leonard di Indonesia. Dia pamit terburu-buru, namun aku bisa mengikutinya.

Hoom Pim Pah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang