Voment ya^^
Pekan ujian akhir semester sudah didepan mata, tepatnya dimulai minggu depan. Selain sibuk dengan kerja freelancenya, Aresha juga tidak melupakan kewajiban untuk mempertahankan nilainya. Walaupun sebenarnya, cewek itu juga dilanda stress karena memikirkan kemungkinan bahwa semester depan, bisa saja dia mengambil cuti atau parahnya tidak bisa melanjutkan kuliahnya lagi.
Malam ini Aresha memutuskan untuk mendatangi basecamp. Cewek itu tidak mendapat balasan pesan dan panggilan dari Genta jadi karena pekerjaannya sudah hampir selesai, dia bisa sedikit senggang. Akhir-akhir ini komunikasi mereka benar-benar semakin merenggang. Fokusnya sungguh terbelah, antara deadline projeknya juga hubungannya dengan Genta yang mengkhawatirkan. Bahkan setiap selesai kelas pun, jarang sekali mereka bertemu karena jika saat Aresha ikut bergabung dikantin, Genta masih kelas atau langsung ke basecamp, begitu sebaliknya sampai hampir dua minggu lamanya.
Seperti saat ini, bahkan meskipun tubuhnya terduduk dibelakang Genta, cowok itu sama sekali tidak mengidahkan eksistensinya selain bertanya dia datang dengan siapa satu jam lalu. Ya, Aresha tahu cowok itu sedang sibuk. Aresha juga lupa bahwa musik adalah prioritas bagi Genta. Jika Genta sudah fokus, maka tidak ada yang boleh menggangunya. Tidak mau memancing perkara, Aresha hanya menikmati kegiatannya menatapi belakang punggung dan kepala cowok kesayangannya itu secara diam-diam.
Darahnya berdesir hebat karena sungguh, Aresha merindukan Genta sampai ingin menjerit kuat setiap harinya. Melihatnya dari belakang seperti ini saja sudah membuat Aresha ingin menangis. Seperti mereka tidak bertemu bertahun-tahun, rasanya senang bisa menghirup udara disatu ruangan yang sama dengan Genta. Jarak tak kasat mata itu seakan terbentang panjang diantara tubuhnya dan Genta yang hanya duduk dua meter dihadapannya.
Bukan Aresha tidak sadar pada kritisnya hubungan mereka, tapi dia tidak mau memikirkan hal buruk apapun. Dia sedang berjuang, meski tanpa bantuan, Aresha akan mencoba mempertahankan Genta disampingnya. Tanpa Genta tahu, tanpa sahabat-sahabatnya tahu dan tanpa siapapun tahu meski dia tertatih sendirian melawan beban.
Tiba-tiba suara geraman Genta menggema, membuat Aresha tersentak. Ia memperhatikan Genta yang melepas earphonenya dan mengulet. Kemudian cowok itu mengusap wajahnya kasar, sampai kemudian menoleh untuk melihatnya.
"Udah?" Tanya Aresha diiringi senyuman.
Genta berdiri dan menghampiri cewek itu yang terduduk disofa. Lantas, tanpa aba-aba merebahkan diri dengan menjadikan paha cewek itu sebagai bantal sembari melipat tangan didada. Kepalanya berdenyut, butuh diistirahatkan.
"Gantengnya habis potong rambut. Kapan?" Aresha memainkan rambut depan Genta yang sudah dipangkas, menyisirnya kearah belakang karena senang dengan sensasi geli ditelapak tangannya karena ujung rambut cowok itu.
"Semalem." Genta menghembuskan napas teratur dengan mata yang terpejam seakan menikmati pergerakan tangan Aresha dikepalanya.
Genta menyukai itu, dia seperti bernostalgia dengan cara maminya saat membuatnya tertidur dulu.
"Re." cowok itu membuka mata untuk melihat Aresha yang bermain dengan rambutnya.
"Hmm?"
"Paha kamu kok keras sekarang. Kurusan?"
"Iya kali. Belum nimbang badan." jawab Aresha tak minat.
"Makan yuk? Jam berapa sekarang?"
"Ya elah." Aresha terkikik ringan, "Mau ngajak makan aja ngatain dulu."
Kemudian cewek itu melirik jam diponselnya, "Jam sembilan. EmmㅡTa."
Genta diam menunggu lanjutan.
"Aku nunggu disini aja ya? Kamu makan sama lainnyaㅡ"
KAMU SEDANG MEMBACA
MorosisㅡKim Hanbin (Novel)
Teen FictionSome chapters are mature. Morosis (n.) the stupidest of stupidities "Re, gue mau kita selesai." "Tapi, Taㅡaku salah apa?" "Gue bosen." 190504 - 191214