Voment ya^^
Tolong gaes, part ini drama banget. Jadi siapkan kantong plastik buat muntah. Wkwkw
Jika perihal level keㅡcuekan, mungkin Genta pantas mendapat predikat master untuk hal itu. Terutama jika itu menyangkut tentang hubungan percintaannya karena bagi cowok itu, bermusik jelas lebih menarik ketimbang mengurusi rumitnya pikiran seorang cewek yang senang mengumbar kode tidak jelas daripada berbicara to the poin. Bahkan mungkin di beberapa waktu, Genta lupa bahwa cowok itu masih punya pacar yang butuh diberi perhatianㅡminimal satu pesan chat yang menunjukan bahwa dia masih hidup dan ceweknya tidak merasa terlalu diabaikan meskipun tidak diprioritaskan.
Genta itu tidak tertebak. Meskipun terkenal cuek sampai pada taraf menyebalkan tapi cowok itu juga bisa tiba-tiba menjadi oknum penebar kebaperan. Misalnya menjadi super perhatian, atau menunjukan kecemburuan khas cowok yang terjangkit virus bucin seperti kebanyakan.
Sayangnya, beberapa hari terakhir, entah hanya perasaan para temannya atau memang benar adanya, Genta jadi benar-benar terlihat dingin jika mereka membahas masalah Aresha. Kedua manusia itu juga tidak terlihat saling menghubungi satu sama lain. Jika biasanya Aresha yang gencar mengejar Genta, sekarang tidak. Bahkan mereka kompak berpikir bahwa hubungan dua sejoli itu sedang diujung tanduk. Apalagi kehadiran Haina semakin mendukung dugaan merekaㅡbahwa Genta menaruh perhatian pada cewek yang tak kalah mungil dari Aresha itu.
"Cewek lo dimana nih?"
Genta tidak menoleh pada Viko yang bertanya tiba-tiba. Cowok itu masih sibuk dengan folder-folder lagu di layar komputernya.
"Bang WiraㅡSok keren lo, anjir. Haha."
"Bos?" Viko menoleh pada Genta dengan ekspresi bertanya setelah melihat video pada instastory milik Aresha barusan dan ternyata Genta juga sudah memfokuskan diri pada ponsel ditangannya.
"Gak maksud nih gue ya, lanjutin-lanjutin. Gue cabut aja."
Baru saja Viko hendak berdiri, ponsel ditangannya sudah disahut oleh Genta dengan kasar. Cowok itu memutar ulang video yang Aresha unggah. Disana, terlihat cewek itu sedang memvideo seorang cowok yang memegang kamera diselingi tawa karena ucapan Aresha tadi.
"Santai, kayaknya lagi kerja tuh cewek lo." Viko meraih ponselnya dari tangan Genta, setengah waspada, takut-takut benda kesayangannya itu kena imbas salah sasaran amarah, "Lagian sih lo berdua, ada masalah bukannya diselesaiin malah diem-diem aja. Mana kelar? Baikan kagak, bubar iya."
Genta hanya diam. Memilih melanjutkan pekerjaannya.
"Gue boleh ngomong gak, Ta?"
"Terus dari tadi lo ngapain?" Genta menatap layar komputernya tenang, "Bikin candi?!"
Mendengar cibiran itu sontak membuat Viko mencebik. Hampir ingin melempari Genta dengan cangkir sisa kopinya.
"Tai!" Viko menegakkan tubuhnya, bermode serius saat menatap sisi wajah Genta, "Lo ada fair sama Hainaㅡwettt, gue cuma nanya! Biasa aja dong liatnya."
"Enggak." jawab Genta lugas.
Bibir Viko mencebik, "Enggak salah, maksudnya?!"
"Lo nanya apa ngasih tau?" tanya Genta kalem. Cowok itu masih tidak tertarik menatap Viko lebih lama.
"Ya udah. Gue ganti pertanyaannya. Lo masih sayang Re gak?"
Pertanyaan itu membuat Genta menghembuskan napas kasar tiba-tiba. Tubuhnya bersandar pada punggung kursi dengam fokus yang masih mengarah pada layar komputernya. Kenapa menjawab pertanyaan yang sudah sering ia dengar itu terasa sangat sulit?
KAMU SEDANG MEMBACA
MorosisㅡKim Hanbin (Novel)
Genç KurguSome chapters are mature. Morosis (n.) the stupidest of stupidities "Re, gue mau kita selesai." "Tapi, Taㅡaku salah apa?" "Gue bosen." 190504 - 191214