Voment ya^^ ramaikannnn~
Untuk sekarang, menyibukan diri adalah satu-satunya hal yang bisa Aresha lakukan untuk menyembuhkan diri. Fakta bahwa hubungannya dengan Genta resmi berakhir telah menyisahkan luka yang menganga dihatinya. Bohong jika Aresha berkata sudah baik-baik saja selepas kejadian itu. Nyatanya, setiap malam, selalu ada waktu dimana cewek itu menatapi foto Genta dan menangis tanpa suara sendirian.
Genta bukan cinta pertamanya, tapi cowok itu adalah sosok yang menyelamatkannya dari situasi terburuk yang sempat membuatnya hampir menyerah untuk melanjutkan hidup. Pendewasaan dirinya dimulai ketika mengenal Genta. Meski Genta sering bersikap keras, tapi tidak dipungkiri bahwa ketegasan cowok itu melahirkan kepribadian yang kuat untuk Aresha. Sampai kemudian Aresha terlalu larut dalam kenyamanannya untuk menganggap Genta penyelamat, menganggap cowok itu adalah sosok yang bertanggung jawab penuh atas kebahagiaannya dan bersikap egois dan tanpa sadar melupakan posisi Genta yang juga membutuhkan orang yang bisa membuatnya bahagia juga.
Sayangnya orang itu bukan dia. Perasaannya tidak membuat Genta bahagia, melainkan sebaliknya.
"Hobby lo ngelamun ya?"
Aresha tersentak dan mendongak.
"Bang Erosㅡkok udah balik aja meetingnya."
"Selaw sama gue, kliennya enak gak ribet. Jangan lupain gelar S3 perbacotan gue, Re. Untungnya punya lambe lamis ya gini, set set wet wet aja pokoknya. Fix tanggal 24 buat akad malemnya lanjut resepsi, paling cuma butuh enam orang, ntar lo ikut aja sekalian belajar." kata cowok bernama Eros itu menjelaskan.
Aresha mengangguk mengerti. Jadi akhirnya Aresha memang mendapat pekerjaan di PH milik teman Dika yang tempo hari diceritakan cowok itu. Selagi liburan juga mengisi waktu kosongnya, Aresha memang memilih menghabiskan waktunya untuk bekerja. Hitung-hitung sebagai salah satu cara yang dia pakai untuk menyingkirkan Genta yang sudah berangkat KKN dari otaknya.
Dan Eros adalah photografer yang paling dekat dengan Aresha saat ini. Cowok itu baik dan supel, poin plusnya Eros adalah cowok yang humoris, membuat Aresha tidak canggung untuk belajar menyesuaikan diri dengan pekerjaan barunya.
"Gimana magazinenya? Ngeditnya udah sampai mana?" tanya Eros sembari menatapi layar PC dihadapan Aresha.
"Ini nih, gue rada bingung nyesuaiin warnanya. Tadi gue udah tanya bang Zidan, tapi doi bilang kontrasnya kurang. Padahal perasaan sama kayak contoh magazine kalian yang sebelumnya, apa jangan-jangan gue buta warna ya, bang?" tanya Aresha mendramatisir yang sontak mengundang tawa Eros.
"Enggaklah, dasar lebay. Lo aja yang belum terbiasa nyesuaiin kontrasnya. Soalnya nih kalo kontras fotonya gini, ntar pas dicetak jadinya pudar, pucet gitu. Kan kadang gak sesuai di PC sama hasil cetak Re. Jadi kudu ditajemin dikit. Ntar lo juga paham, instingnya jalan." jelas Eros diakhiri kekehan ringan. "Lo kan suka ngedit video juga, berasa kan kalo ada yang gak beres gitu? Ada feeling pasti, nah ini juga gitu. Gak usah buru-buru, tapi akhir bulan udah kudu siap ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MorosisㅡKim Hanbin (Novel)
Teen FictionSome chapters are mature. Morosis (n.) the stupidest of stupidities "Re, gue mau kita selesai." "Tapi, Taㅡaku salah apa?" "Gue bosen." 190504 - 191214