Voment ya jangan lupa^^
Ini bakal drama lagi, siapkan permen kali aja mual wkwkwk
Terhitung, sudah delapan hari Aresha tidak berinteraksi dengan Genta. Kata June, cowok itu baru akan pulang ke Jakarta hari ini. Miris rasanya, segala bentuk komunikasi antara dirinya dan Genta seakan terputus total. Genta menolak semua panggilan dan pesannya, yang lainnya pun juga bernasib sama. Mereka hanya tahu kapan Genta berangkat dan pulang hiking dari salah satu anggota mapala yang mereka kenal.
Sudah jelas, Genta benar-benar serius dengan ucapannya. Karena itu pula, Aresha dibuat berpikir tanpa henti. Perasaan menyesal terus menghantuinya setiap hari.
Apa dia sudah sangat keterlaluan karena terkesan menyudutkan Genta?
Tapi apa yang Aresha luapkan tempo hari juga karena kesabarannya pada sikap Genta selama ini sudah mencapai batas limit. Cowok itu selalu menegaskan padanya bahwa akan lebih baik untuk mengatakan apa maunya secara gamblang, tapi saat Aresha mengungkapkan apa yang dia rasakan tanpa membuat Genta kesusahan menebak, cowok itu juga selalu punya celah untuk memarahinya.
Serba salah.
Mengkode tidak membuat Genta peka, berterus terang tidak membuat Genta mengerti. Dan itu membuat Aresha tidak tahu harus bagaimana lagi menyikapi sifat kerasnya Genta.
"Kesambet lo ngelamun mulu."
Aresha mendongak, lalu kembali menatap layar ponselnya yang menampakan foto punggung Genta sebagai walpappernya. Itu foto yang Aresha ambil diam-diam saat Genta bekerja distudio. Dalam foto saja Genta mampu membuat Aresha ingin memeluknya. Dia merindukan Genta jujur saja.
"Sedih ya, Se. Padahal gue sama Genta pacaran udah lama, tapi bahkan foto kita digalery pas barengan aja bisa diitung pake jari tangan tanpa pake jari kakiㅡnih, baru ngescroll udah abis. Kalo kangen gini cuma bisa ngenang momen sambil nangis." gumam Aresha nelangsa, lagi-lagi suaranya bergetar tanpa tertahan, "Dia ngapain ya sekarang?"
Sea mengehela napas pendek. Merasa perihatin juga agak lelah. Tapi cewek itu mencoba mengerti posisi Aresha.
"Gue ngerti perasaan lo, Re. Tapi masa lo mau gini terus?" Sea menggaruk rambutnya merasa bingung menyusun kata, "Gini, gue gak belain bang Genta ya. Tapi, coba lo legowo dulu deh. Ikutin aja gimana maunya, cuma sampe selesai KKN kan? Kali aja ntar dia sadar kalo dia butuh loㅡ"
"Kalo enggak?" potong Aresha cepat.
"Yaㅡya gimana ya? Klasik sih, tapi emang mungkin kalian emang cuma sampe sini." Sea menatap puncak kepala Aresha yang tengah menunduk dalam dengan sedih.
Sejak semalam Aresha menginap dirumahnya. Itu juga ide darinya yang disetujui Aresha setelah berhari-hari sebelumnya menolak keras ajakannya atau Bila. Mereka hanya khawatir Aresha lupa merawat diri dan malah jatuh sakit. Untungnya Aresha menyerah dan menurut pada akhirnya. Disaat seperti ini, yang dibutuhkan memang hanya teman bercerita dan berkeluh kesah.
"Kebahagian gak cuma bisa lo dapet dari bang Genta, Re." Sea mengusap lengan Aresha lembut, diiringi senyum tulus, "Udah berulangkali kan gue, Bila sama yang lain ngomong, lo punya kita. Gue inget nihㅡ"
Aresha mendongak dan menanti kelanjutan.
"Lo pernah bilang kalo kehadiran bang Genta nyadarin lo akan satu hal penting saat lo ada diwaktu sulit kerena orang tua lo dulu. Bahwa kebahagian itu bisa dateng dari mana ajaㅡbahwa lebih dari banyaknya hal yang buat lo terluka ada lebih banyak hal lagi yang bisa bikin lo bahagia kalo lo bersyukur sama apa yang lo punya." Sea meringis lebar, mengirim sinyal positif dengan caranya pada Aresha, "Gunain mindset itu buat masalah ini dong. Gue yakin, lo bukan cewek lemah. Masalah orang tua aja lo sanggup ngehadepin, masa masalah cowok enggak?! Lagian belum tentu bang Genta minta putus, jangan suudzonㅡgak baik."
KAMU SEDANG MEMBACA
MorosisㅡKim Hanbin (Novel)
Fiksi RemajaSome chapters are mature. Morosis (n.) the stupidest of stupidities "Re, gue mau kita selesai." "Tapi, Taㅡaku salah apa?" "Gue bosen." 190504 - 191214