Berdebar

14.3K 1K 8
                                    

Adri membuka pintu kamar dengan perlahan. Lelaki itu sangat berhati-hati melangkah dalam gelap. Mendekat ke kasur yang ditiduri Cacha. Tangan Adri terulur, memeriksa suhu tubuh gadis itu.

"Panas." Gumamnya.

Walau sedang tertidur, wajah Cacha nampak gelisah. Peluh membasahi dahinya.

Kemarin memang ada kecelakaan kecil yang membuat punggung gadis itu sakit. Untungnya punggung gadis itu baik-baik saja, hanya memar. Tapi sepulang dari rumah sakit, Cacha malah sedikit demam.

Lelaki itu menyibak anak-anak rambut yang menutupi kening Cacha. Mengelap keringat yang mengucur dengan tangannya.

Sebenarnya Adri sudah minta izin untuk tidak bekerja demi menemani Cacha, tapi dia ada jadwal operasi yang tidak bisa ditinggal. Itu sebabnya, dia bisa pulang setelah hari gelap.

"Uhuk!" Cacha terbatuk. Mata gadis itu perlahan membuka. Lalu mengerjap, setelah melihat Adri yang duduk di pinggir kasur sambil memegangi kening gadis itu.

"Udah makan?" Tanya Adri.

Cacha mengangguk, "tadi Mama buat bubur."

Seharian ini memang Cacha dijaga oleh Mamanya.

Kemudian keduanya terdiam. Hawa canggung itu masih menguasai mereka.

"Tunggu sebentar," ucap Adri akhirnya. Dia keluar kamar dan tidak lama kembali dengan segelas air dan satu strip obat di tangan.

Melihat obat, Cacha tambah lemas. Gadis itu anti minum obat. Akan butuh usaha keras untuk membuat gadis itu mau menelan tablet.

"Ini, biar panasnya turun." Adri menyerahkan gelas dan satu tablet ke tangan Cacha.

Gadis itu menatap gelas dengan nanar. Lalu memandang Adri di keremangan cahaya.

"Boleh di gerus terus campur gula nggak?" Celetuk gadis itu dengan suara lemah dan memelas.

"Hah?" Kali ini Adri terbelalak.

"Aku nggak suka minum tablet. Nggak bisa nelennya juga," ungkap Cacha, jujur.

Adri menghela nafas. Otaknya berputar, mencari cara agar Cacha bisa meminum obatnya.

"Bentar," lelaki itu keluar lagi dari kamar dan kembali dengan mangkuk kecil berisi sedikit bubur. "Telan sama bubur."

Mata gadis itu masih memelas. Dia tidak ingin minum obat.

"Ayo, coba." Adri menyendok bubur, mengarahkannya ke mulut Cacha. Obat tablet itu diletakkan di atas bubur. "Langsung telan."

Sekuat tenaga Cacha berusaha menelan bubur tanpa mengunyah. Dia bisa merasakan rasa pahit obat menyentuh lidahnya. Hingga akhirnya bubur dan obat itu berhasil ditelan.

Senyum Adri merekah. Tangannya mengusap pucuk kepala Cacha, "good girl."

Deg

Debaran jantung gadis itu begitu keras tidak terkendali.

"Tidur." Lanjut Adri. Lelaki itu merapikan bantal dan menyelimuti tubuh mungil Cacha yang merasa dingin.

Sakit di kepalanya mulai berkurang dan matanya semakin berat untuk terbuka. Gadis itu akhirnya tertidur sambil meringkuk dalam selimut.

* * *

Tengah malam, Adri terbangun. Badannya pegal karena tertidur menelungkup di meja kerjanya. Lelaki itu berjalan gontai menuju dapur, meneguk segelas air sambil duduk di kursi meja makan. Pandangan matanya tertuju pada pintu kamar yang sedikit terbuka.

Mendadak Nikah 2 ( Complete ✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang