Proposal

16.2K 1.3K 16
                                    

Hans dan Pacar Gantengnya?

Pemeran film 'Dolan' tertangkap kamera sedang menghabiskan akhir pekan di Lombok. Tidak sendiri, tapi bersama dokter Adrian, host sebuah acara medis di salah satu stasiun televisi swasta.

Isi artikel sebuah tabloid elektronik ternama.

Seingat Cacha, Adri memang pergi ke Lombok selama seminggu. Tapi bukan liburan, melainkan menjadi relawan. Lelaki itu ikut bersama rombongan dokter-dokter lain. Ada acara pengobatan gratis bagi para korban gempa katanya.

"Absurd banget kan tuh berita?"

Dira nampak geram.

Saat ini Cacha sedang berada di cafe milik Dira.

Sepulang kerja tadi memang sengaja mampir karena Zi juga ada di sana bersama Rian.

"Bukannya Abang lo ke Lombok jadi sukarelawan?" Tanya Zi yang santai mencomot kentang goreng.

"Namanya gossip. Abang lo kan sekarang dokter selebriti sejak jadi host acara Dokter Z. Itu si Nanda rajin banget nontonin. Nge-fans sama Abang lo." Celetuk Rian.

"Emang nggak ada berita lain gitu? Aku tuh sampai malu sama calon mertua. Ditanyain tentang Mas Adri terus." Keluh gadis jangkung tersebut.

"Mungkin karena yang bakal laku keras memang berita macem gitu. Kayak sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui." Cacha akhirnya membuka suara. "Masalahnya si Hans itu populer banget. Mas Adri juga lagi digandrungi ibu-ibu muda, ditambah orang-orang tau kalau Mas Adri itu anak Bapak Marwan Jayadi. Kalau mereka kepergok berduaan, terlepas bener apa enggak isu-isu tentang LGBT, beritanya bisa boom!"

Tiga sahabat Cacha itu melongo.

"Jadi kerjaan lo kayak gitu, Cha?" Tanya Zi.

"Jangan pernah bikin cerita gossip tentang gue." Sambung Rian.

Sementara Dira diam. Malah menatap Lekat sahabat kecilnya itu.

"Aku bukan wartawan infotainment, Zi." Jawab Cacha. Lalu pandangannya beralih pada Rian. "Siapa elo? Sok sok digosipin."

Helaan napas Dira terdengar, "jadi kesimpulannya berita itu cuma bohong kan?"

Cacha mengedikkan bahu. Jujur, dia belum mendapatkan jawaban atas rumor-rumor disekitar Mas Adri.

"Tapi kamu kan pacar Mas Adri. Kalau bisa ngomong sesantai tadi, berarti nggak bener dong." Ucap Dira.

"Pacar? Cacha pacar Abang lo?" Zi terbelalak.

"Kau mematahkan hatiku, Cha." Gumam Rian bercanda.

"Apaan si Dir. Kan udah aku bilang, bukan gitu." Cacha mulai risih.

* * *

Pukul delapan malam. Kamar Cacha yang gelap kini menjadi terang benderang. Sang pemilik sudah datang.

Lelah, gadis itu menghempaskan dirinya di atas kasur. Memejamkan mata sesaat. Tidak lama dia membuka mata.

Masih ada PR.

Dia bangun, mengambil laptop dan duduk di beranda kamar.

Ketika ketikan hampir selesai, konsentrasi gadis itu buyar. Pemandangan di hadapannya lebih menarik.

Di beranda seberang terlihat sosok Adri. Berdiri di ambang pintu dalam gelap. Menatap langit malam yang kelabu.

"Mungkin nanti bakalan turun hujan," gadis itu bersuara. Menyingkirkan laptopnya dan berdiri di pinggir pagar pembatas beranda.

Beranda kamar Cacha memang berhadapan persis dengan beranda kamar Adri. Mereka hanya terpisah jarak tiga meter jika sama-sama berdiri di ujung pagar pembatas.

"Aku baca artikel tentang liburan di Lombok." Ucap Cacha.

Adri mengedikkan bahu. "People just belive what they want to believe."

"Well manusia. Apalagi masyarakat +62." Komentar gadis itu. "Tapi aku nggak mau menyalahkan netizen juga. Wajar kalau mereka curiga. Faktanya, Hans adalah supporter hal tersebut."

Adri tersenyum kecil lalu menatap Cacha. "Ayo kita nikah."

"What? Coba ulang?" Tanya Cacha masih belum mencerna ucapan Adri sebelumnya.

"Ayo kita nikah!" Ujar lelaki bermata cokelat terang itu dengan suara lebih kencang.

"Ha... ha... ha... lucu." Ucap Cacha.

Kali ini tatapan mata Adri yang tajam melembut, "ini serius."

"Mas, aku bukan perisai kapten amerika yang bisa dipake untuk melindungi image Mas Adri." Gadis itu terlihat sangat serius.

Walau suka bahkan cinta, Cacha masih dalam kondisi waras. Gadis itu tidak mudah terlena oleh ucapan manis sekalipun.

"Tapi aku tau kamu diam-diam suka aku."

Gadis itu terdiam. Pandangan matanya beralih ke tempat lain. Tebakan Adri memang tepat.

"Seharusnya kamu senang waktu aku ajak kamu nikah." Kembali Adri bersuara.

"Apa gunanya kalau yang punya perasaan aku sendiri? Mas Adri kan nggak ada perasaan apa-apa sama aku." Tanpa sadar gadis itu mengakui perasaannya.

Gadis itu beranjak dari tempat berdirinya, lalu mengambil laptop yang tergeletak di meja. Berniat untuk masuk ke dalam kamar.

Langkahnya terhenti ketika Adri bersuara.

"Buat aku suka dan cinta sama kamu." Ucap lelaki itu lirih.

Jantung Cacha berdebar kencang. Dia bingung harus bersikap bagaimana. Senang? Sedih? Atau bahkan marah?

Alih-alih berbalik dan menjawab, gadis itu malah menutup rapat pintu geser yang menyambungkan balkon dengan kamar. Lalu menutup gordennya, menutupi pintu kaca besar tersebut.

------------------------------------------

Gimana? Terima nggak nih, Cha?

Mendadak Nikah 2 ( Complete ✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang