(12) Menunggumu

31 8 1
                                    

'Senja'

Azka masih menunggu Senja yang belum juga tak sadarkan diri, ia sudah menghubungi bundanya Senja, dan setelah maghrib bundanya akan datang.

Azka menyandarkan punggungnya ke sofa, lalu ia melihat supirnya membawakan baju untuknya, "Aden ganti baju dulu, biar bapak yang jaga si non nya."

Azka mengangguk dan mengambil baju itu, dan melangkahkan kakinya ke kamar mandi di dalam ruang inap Senja, tadi kata dokter Senja hanya kelelahan dan kepalanya yang dulu terbentur terluka lagi karena hujan yang membasahinya terlalu lama.

Setelah sepeuluh menit Azka mengganti bajunya sekalian mandi karena takut demam, ia keluar dari kamar mandi, melihat Senja yang sudah sadarkan diri dia tersenyum tipis.

Ia menghampiri Senja, lalu meletakkan punggung tangannya di kening Senja. Senja langsung melihat Azka dengan mata membulat, tapi ia cepat-cepat merubah matanya, ia menepis halus tangan Azka.

"Ma'af kalo gue lancang, tapi Alhamdulillah demam lo udah turun, gimana pusingnya?."

Senja mengedipkan matanya sebagai jawaban, sikapnya tidak bisa hangat kepada Azka, bagaimanapun ia dan kakak kelasnya baru saja kenal, dan pasti akan canggung.

"Bunda lo sehabis maghrib kesini, lo makan dulu ya." Azka mengambil semangkuk bubur di atas nakas.

Lalu Azka duduk di samping ranjang Senja, Senja masih diam melihat ke langit-langit kamar, entah kenapa mata Senja juga seperti kosong.

Menghembus nafas kasar, Azka memegang tangan senja, walau ia memegangnya dengan hati-hati takut Senja marah.

"Lo makan dulu ya." Ucapnya lembut.

Apasih nih orang, dulu sombongnya minta ampun, sekarang berubah jadi malaikat, aneh deh gue.

Batin Senja masih bertanya-tanya dan bingung, seingatnya tadi ia ke Danau, menunggu ayahnya yang akan menepati janji, tapi ia merasa pusing, lalu ia dibawa Azka.

Gue inget, dan pas gue di mobilnya dia malah pingsan, untung aja ada pak supirnya, kalo ngga ada gue takut diapa-apain sama dia. Batinnya lagi berkata.

Azka mengusap lembut punggung tangan Senja, "Lo lagi mikirin apa sih?."

Senja tersentak kaget, melirik Azka yang juga sedang menatapnya curiga, buru-buru Senja menggelengkan kepalanya, ia baru sadar kalo Azka memegang tangannya.

"Ma'af kak. Saya gak lagi mikirin apa-apa kok." Senja melepaskan tangannya dari genggaman Azka.

Azka tersenyum kikuk, lalu memperlihatkan semangkuk bubur pada Senja.

"Makan dulu ya, lo pasti belum makan 'kan? Lagian lo ngapain sih ke Danau pake acara hujan-hujanan segala lagi, udah tahu kan lo baru sembuh, mau ngerepotin gue lagi?."

"Saya gak laper, kakak aja yang makan. Dan kalo kakak gak mau direpotkan sama saya, jadi gak usah repot-repot bawa saya kesini." Ucapnya menjawab.

"Hmm iya juga sih ya, tapi kan gue bantu lo, masa gue diemin aja lo pas pingsan apalagi gue tahu." Azka terdiam sebentar.

"Senja, mohon kali ini lo makan, gue tahu lo baru kenal gue, tapi gue sebagai kakak kelas lo, gue mau lo sembuh, udah deh nurut aja." Tegasnya.

Senja menggeleng, lalu melihat Azka dengan tatapan tak suka, kenapa memaksa Senja untuk makan, kan dia tidak lapar.

"Lo mau gue suapin iya?."

Senja memutar bola matanya jengah, kalo saja dia tidak pusing, ia sudah pasti akan meninggalkan Azka, tapi untuk bangunpun rasanya ia tidak bisa.

"Saya gak laper kak."

"Makan atau mau buat bunda lo khawatir? Gue aja pas lihat bunda lo kesini kemarin udah ngerasa kasihan kalo dia sedih liat keadaan lo, apalagi sekarang, lo mau buat bunda lo sedih lagi? Hmm?."

Senja terdiam, mencerna kata-kata yang dilontarkan kakak kelasnya, benar juga kata kakak kelasnya, tapi masa ia akan makan dalam keadaan berbaring gini.

"Gue suapin, lo jangan ngebantah kali ini."

Azka menyodorkan sesendok bubur ke mulut Senja, dahi Senja mengernyit merasakan rasa bubur itu, ia memakannya dengan raut wajah tidak enak.

"Pahit kak." Ucapnya dengan mulut ditutup dengan tangannya.

"Kalo lagi sakit kan biasa suka pahit, abisin nih cepetan, baru makan sesendok aja udah ngeluh, lo mau bunda lo khawatir?."

Azka menyendok bubur lagi, lalu menyodorkan ke mulut Senja, Senja menggeleng, sambil menutup mulut.

"Makan." Ucap Azka lembut.

"Pahit kak, gak enak." Matanya menatap Azka dengan tatapan sendu.

Azka menyimpan mangkuk itu ke atas nakas, dia memperhatikan Senja, wajah gadis itu sangat pucat, apalagi kini kepalanya harus dibalut perban lagi.

"Yaudah kalo lo gak mau."

Senja menghembuskan nafasnya pelan, lalu melirik Azka sekilas dari ekor matanya, ternyata kakak kelasnya sedang bermain handphone.

"Lo kenapa di Danau pake hujan-hujanan?." Tanya Azka tanpa melihat ke arah Senja.

"Bukan urusan kakak." Ucapnya dingin, dia tak ingin Azka mencampuri urusannya, apalagi laki-laki itu baru mengenalinya.

"Hmm, tapi gue aneh deh sama lo, lo tiap__ ehh nggak jadi." Ucapnya, hampir saja memberitahu Senja kalau dia setiap hari ke Danau untuk melihat Senja, karena dia penasaran pada gadis itu.

Senja mengedikkan bahunya acuh, "Makasih kak udah bantuin aku."

Azka melihat Senja yang melihat ke depan, ia mengangguk walaupun Senja tak melihatnya.

"Kakak kalo mau pulang, pulang aja, aku gapapa kok disini sendirian." Ucap Senja pelan.

"Gapapa kok, ng emang lo gapunya kakak? Atau adik?." Tanya Azka karena saat Senja dirawat kemarin hanya ada bundanya yang datang.

Senja menghembuskan nafasnya kasar, lalu melirik Azka dengan malas, dia mengambil handphonenya yang berada di atas nakas, lalu mengetikkan sesuatu di handphonenya.

"Kalo gue nanya dijawab, bukan dikacangin."

Azka menyindir Senja, lebih tepatnya berkata sebagai pernyataan, tapi Senja malah tak menjawabnya, dia sibuk memainkan handphonenya.

"Aku udah hubungin temen aku buat kesini, kalo kakak mau pulang, pulang aja gapapa." Ucap Senja, kali ini suaranya tidak sedingin tadi.

Azka menoleh ke belakang, pada supirnya yang juga sedang melihat Azka, dia melihat supirnya yang terlihat lelah karena seharian ini dia mengikuti Azka kemanapun ia pergi.

Azka melihat Senja lagi, lalu menganggukkan kepalanya.

"Yaudah gue pulang, lo jaga diri baik-baik, moga cepet sembuh."

Senja menganggukkan kepalanya, lalu melihat suara pintu yang terbuka, ternyata bunda Senja sudah datang.

Senja melihat tatapan khawatir dari bundanya, lalu ia merasakan pelukan hangat dari bundanya.

"Kamu kenapa sayang? Selalu aja buat bunda khawatir, kan bunda udah bilang kalo kamu jangan ke Danau dulu." Ujarnya melepaskan pelukan dari puterinya.

Senja mendengus, "Udah deh bun, kan Senja gak bakalan tenang kalo gak ke Danau."

Bundanya terkekeh melihat puteri kecilnya yang merajuk, lalu ia baru sadar saat melihat seorang pemuda itu yang memerhatikannya.

Sunshine [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang