Ch. 1 - Kid in Love

7.2K 388 19
                                    

"Off! Bantu Ayah kemari!"

Suara Ayah membuatku berjengit kesal. Dia tidak tahu kalau aku sedang merapihkan CD musikku apa?

"Iya Yah!"

Tapi anak harus patuh pada orang tuanya bukan? Baiklah itu yang aku lakukan. Aku menuruni tangga dan menghampiri Ayah yang sedang mengangkat dus besar. Dengan cepat aku langsung menghampiri Ayah dan membantunya untuk membawa dus tersebut ke dalam rumah tetanggaku yang belum aku ketahui siapa.

"Kau lambat Off!"seru ayahku

"Huh! Memangnya aku Flash?"kataku membela diri.

"Maafkan kami.. kami jadi membuat kalian repot.." ucap seorang ibu muda menghampiri kami. Mungkin dia tetangga baru kita.

"Ah tidak apa.. lagipula aku tidak bisa melihat wanita mengangkat beban berat" ucap ayahku dengan salah tingkah.

Hm aku tau yang terjadi disini. Ayahku memang sudah duda. Mamaku meninggal ketika melahirkan aku. Dan ibu tersebut? Sepertinya ia juga janda, aku tidak melihat kehadiran pria dewasa di sekitar sini.

"Mae! Dimana dus buku buku aku?"seru seorang pria kecil yang sedang di rumah itu. Aku tidak bisa melihatnya, namun aku cukup penasaran. Apakah dia lebih muda dariku? Suaranya masih sangat imut, cenderung seperti perempuan.

"Tunggu sebentar sayang! Lebih baik kamu kesini Gun.. ada tetangga kita, dan beliau memiliki putra yang seumuran denganmu" ucap Ibu tersebut. Tak lama kemudian sosok yang aku cari datang.

Aku menatapnya dari ujung kakinya hingga ke kepalanya. Matanya menarikku ke dalamnya. Aku tahu bahwa yang di depanku memang bocah laki - laki, sama sepertiku. T-tapi dia cantik..

"Kalian berkenalan lah.. pasti nak Gun akan masuk ke kelas yang sama dengan Off di sekolah."ucapan ayahku menyadarkanku untuk kembali ke bumi. Apakah aku menatapnya tanpa berkedip?

"Aku Off!"kataku tanpa ragu - ragu dan diikuti dengan gerakan tanganku yang terulur kepadanya.

"Aku Gun. Senang berkenalan denganmu.."balasnya dengan senyuman dan membalas jabatan tanganku.

"Bersahabatlah kalian ya.."

Apapun yang dikatakan ibu Gun atau ayahku tidak dapat aku dengar lagu. Aku hanya menatapnya sambil tersenyum.

***

Tinggi Gun dan aku tidak terlalu jauh sebenarnya. Namun wajahnya manis. Bahkan aku sering menatap ke arahnya. Tanpa sepengetahuan dia tentu saja. Aku bisa bisa dikatakan tidak normal. Seperti sekarang aku sedang bermain layangan di lapangan dekat rumah kami. Dia kesulitan mengulur ulur benang pada layangannya.

"Kapan layanganku menyusulmu Off?"protesnya

"Hahaha perhatikan dan pelajari bocah!"ucapku lalu mengacak rambutnya.

Aku mengikat benang layangan ke pohon. Lalu aku mengajari dia cara mengulur benang dengan baik.

"Kau ini seharusnya belajar saja di rumah. Tanganmu itu tidak pandai bermain layangan"ejekku.

"Auh.. kau mengejekku? Daripada kau yang tidak bisa meraih 10 besar di kelas, aku lebih baik. "Balasnya yang membuatku tersenyum dan menggelitik pinggangnya.

"Jadi maksudmu aku payah hah?" Aku menggelitiknya terlalu banyak. Sampai dia menyerah dan jatuh ke rerumputan lapangan dengan aku yang menindih tubuhnya.

Untuk beberapa saat kami saling bertatapan. Namun dia langsung mendorongku dan mengejar layangannya yang sudah terbang.

"Kau curang! Layanganku jadi terbang!"ucapnya dengan sebal dan mendorongku sampai aku terjungkal ke belakang.

"Hei! Tapi lihatlah? Layanganmu jadi lebih tinggi daripada milikku bukan?"

Ia terdiam sebentar sambil menatap layangannya lagi. "Hm iya kau benar."lalu ia tersenyum dengan lebar dan menatapku. "Kau yang kalah sekarang wle!"ucapnya sambil menjulurkan lidahnya lalu tertawa.

Tawanya membuatku ikut tertawa juga. Kami tertawa dengan sangat lebar. Gun menjatuhkan dirinya disampingku lalu merebah melihat angkasa. Aku pun melakukan hal yang sama. Kami menatap angkasa. Lebih tepatnya hanya Gun. Sedangkan aku melihat angkasa ku dimatanya.

Jantungku berdetak dengan cepat. Apakah ini rasanya jatuh cinta? Atau hanya "cinta monyet" yang dikatakan orang - orang?

Rasanya aku tidak ingin bertumbuh dewasa. Aku hanya ingin bersamanya. Menikmati masa kecil yang penuh kepolosan tanpa ada sesuatu yang mengikat. Cukup kepercayaan satu sama lain.

Aku yakin ketika Gun sudah dewasa akan ada banyak orang yang menyukainya. Dan aku.. aku tidak akan pernah bisa sebanding dengannya.

Gun.. dia manis dan pintar. Dia terbaik di kelasnya. Aku saja sudah tahu banyak murid perempuan yang membicarakannya. Bahkan ada beberapa murid laki-laki yang membicarakannya juga.

Off Jumpol.. hhh. Aku menghela nafas. Sekedar mengintrospeksi, badanku tidak bagus. Mataku sipit. Aku juga tidak terlalu pintar di kelasku. Sepertinya menjadi sahabat Gun Attaphan sudah cukup bagiku.

Aku hanya ingin menjaganya. Membuatnya selalu aman dan bahagia.

Itulah gunanya sahabat bukan?



Itulah gunanya sahabat bukan?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

This is not the end

Fallin Love with my Best FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang