Cynthia duduk di sofa ruang rawat Nofri. Ia bingung melakukan sesuatu karena beberapa hari lagi Nofri akan berulang tahun. Ia tak tahu hadiah apa yang akan ia berikan kepada Nofri.
"Hadiah apa ya yang mau Cynthia kasih ke Abang?" Tanya Cynthia dalam hatinya.
Ia berpikir dan mencari melalui mesin internet. Mulai dari baju, celana, sepatu, makanan, dan tak lupa ia masukkan ke dalam pikirannya bahwa inhaler adalah benda pertama yang ia berikan kepada Nofri ketika ulang tahun nanti.
"Cyn, kamu kok senyum-senyum sendiri?" Emi curiga kepada Cynthia. Karena tak biasanya ekspresi Cynthia seperti ini.
"Cynthia kasih tahu, ya. Tapi Ayah jangan kasih tau Bang Nofri. Cukup kita berdua saja yang tahu. Kalau mereka mau kasih tahu Bang Nofri pas Cynthia udah ngasih hadiahnya nggak apa-apa. Awas kalau Ayah membocorkannya." Ancam Cynthia kepada ayah mertuanya itu.
"Yaudah, apa itu?" Eko penasaran kepada Cynthia.
"Cynthia mau kasih inhaler, baju kaos, kue nastar, gelang bertuliskan 'Cyn Cyn sayang Bang Nofri', dan tak lupa Cynthia tuliskan surat bahwa Cynthia menyayangi Bang Nofri." Cynthia berbisik ke telinga Eko.
"Kamu pintar, Cynthia." Puji Eko kepada menantunya itu.
"Bisa aja Ayah."
"Lanjutkan bakatmu, Nak!"
"Apa itu, Eko, Cynthia?" Emi ingin mengetahui apa yang sedang dibahas suami dan menantunya.
"Nggak apa-apa, Bu." Cynthia berbohong kepada ibu mertuanya.
"Cyn Cyn, Abang mau makan." Nofri membuka masker oksigennya lalu meminta kepada Cynthia.
"Makan apa, Bang?" Tanya Cynthia sambil mengelus kening dan rambut Nofri.
"Mie sop kampung aja, Cyn Cyn. Tapi nggak pedas."
"Oh, nggak pedas? Biar sama kaya Cyn Cyn?"
"Iya dong, Cynthia."
Cynthia memasukkan dompet ke dalam sakunya lalu pergi. Ia pergi melalui lift agar ia bisa makan bersama Nofri. Sesampainya di kantin, Cynthia langsung memesan mie sop yang dipesan Nofri tadi sekaligus untuk dirinya.
"Pesan apa, Dek?" Pelayan tersebut memberikan daftar menu makanan kepada Cynthia.
"Saya pesan mie sop kampung dua, jangan pedas, dibungkus ya Bu." Kali ini suara Cynthia lebih lembut dari biasanya.
"Oke."
Pelayan tersebut mengerjakan pesanan Cynthia. Cynthia duduk bermain HP sambil menunggu pesanannya itu.
"Berapa semuanya, Bu?" Cynthia mengambil pesanannya itu.
"Tiga puluh ribu, Dek."
Cynthia memberikan uang lima puluh ribu rupiah kepada pelayan tersebut. Pelayan tersebut bingung bagaimana mengembalikan sisanya sedangkan ia tidak memiliki uang yang jumlahnya lebih kecil.
"Dek, ini nggak ada uang kecil." Pelayan tersebut takut membuat Cynthia menunggu terlalu lama karena tidak ada kembaliannya.
"Sisanya untuk Ibu saja." Cynthia mengepalkan uang lima puluh ribu tersebut ke tangan pelayan tersebut.
"Terima kasih, Dek. Semoga rezekimu berlimpah, dipanjangkan umurnya, tetap cantik walaupun usia sudah tak lagi muda." Pelayan tersebut senang menerima pemberian Cynthia walaupun awalnya ia segan.
"Sama-sama, Bu. Bantu doanya untuk kesembuhan suami saya." Cynthia tersenyum manis.
"Inshaa Allah, Dek. Aamiin ya Allah."
"Saya jalan dulu, Bu. Ntar kasihan suami saya nungguin."
"Hati-hati, Dek."
Cynthia mengacungkan jempolnya dan melambai kepada pelayan tersebut. Ia berjalan dari tangga menuju ruang rawat Nofri. Sesampainya di sana, tangan Cynthia sudah membawa dua bungkus mie sop kampung.
"Assalamualaikum." Cynthia mengetuk pintu ruang rawat Nofri.
"Waalaikum salam." Maria membuka pintu ruang rawat Nofri agar putrinya itu tak terlalu berat membawa pesanan itu sekaligus membuka pintu.
Bram meletakkan dua mangkuk besar di meja samping ranjang Nofri. Cynthia menuang mie sop itu ke masing-masing mangkuk agar dingin dan bisa dimakan. Tak lupa ia mengaduknya agar rasanya tidak hambar.
"Bang, dimakan mie-nya. Nggak enak kalau dingin." Cynthia merangkul pundak Nofri.
"Cyn Cyn aja yang makan duluan."
"Cyn Cyn nanti bisa makan. Abang dulu makan."
"Istrimu benar, Nofri." Eko mengatakan kepada putranya itu agar menuruti Cynthia.
Tanpa pikir panjang, Nofri menuruti ajakan Cynthia. Cynthia mendudukkannya di ranjang lalu menyuapinya. Nofri merasa senang karena istrinya itu telah berubah menjadi lebih menyayanginya. Menurutnya, jika sering seperti ini Cynthia itu bak bidadari yang turun dari surga.
"Terima kasih, ya Allah. Sudah mengembalikan istriku ke jalan yang benar. Kini ia menjadi seorang bidadari bagiku. Ia berubah seratus delapan puluh derajat." Nofri berdoa dalam hatinya.
"Dimakan mie-nya, sayang. Biar cepat sembuh. Ini nih, pesawatnya datang." Cynthia melilitkan mie itu ke garpu. Kemudian ia memainkannya dan memasukkannya ke mulut Nofri.
Nofri mengunyah mie itu lalu menelannya. Cynthia menyuapi Nofri sampai mie tersebut habis. Kuahnya pun habis dilahap Nofri. Cynthia sangat senang melihat kondisi suaminya yang sudah mengalami banyak peningkatan.
"Enak, Cyn." Nofri senang setelah disuapi makan oleh istrinya.
"Jelas dong, Bang. Cynthia gitu loh." Cynthia percaya diri.
"Habis ini Cyn Cyn makan juga." Suruh Nofri agar tidak dia saja yang makan.
"Iya deh, sayang."
Cynthia pun makan menyusul Nofri. Ia makan lebih lahap daripada Nofri. Alangkah terkejutnya Nofri melihat mangkuk istrinya sudah kering kerontang ibarat gurun.
"Astaghfirullah, kenapa dengan istriku ini?" Nofri merasa heran dengan tingkah istrinya itu.
"Istrimu itu semangat, Nofri. Lama-lama berat badannya pun naik. Tandanya dia itu bahagia. Coba kalo sama laki-laki lain, pasti badannya sudah seperti belalang atau slenderman."
"Seratus buat Ayah dan Ibu." Cynthia bertepuk tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nofri, Maafkan Cynthia
General FictionCynthia Zaurina dan Nofriansya adalah sepasang suami istri yang usianya berjarak empat tahun. Tetapi, Cynthia tidak mencintai Nofri. Ia menikah dengan Nofri lantaran paksaan orang tuanya. Ia selalu kasar dan membangkang kepada Nofri. Bahkan ia tak p...